Bulan Dzulhijjah merupakan waktu yang penuh keberkahan, terutama pada sepuluh hari pertamanya. Di antara amalan yang dianjurkan untuk dilakukan pada masa ini adalah berpuasa.
Keutamaan hari-hari tersebut dijelaskan dalam kitab Fadha 'Ilul Quqat karya Imam Baihaqi terjemahan Muflih Kamil. Disebutkan bahwa Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Tidak ada hari-hari di mana amal saleh lebih dicintai oleh Allah melebihi hari-hari ini, yaitu sepuluh hari Dzulhijjah."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, tidak juga untuk berjihad di jalan Allah?"
Beliau menjawab, "Tidak juga untuk berjihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang pergi (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian ia kembali tanpa membawa sesuatu apa pun." (HR. Bukhari, Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Hadits ini menunjukkan betapa besar nilai amal saleh yang dilakukan pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah, termasuk ibadah puasa. Karena itu, tidak sedikit orang yang memanfaatkan kesempatan ini untuk berpuasa.
Namun, sebagian di antaranya masih memiliki utang puasa Ramadhan dan berkeinginan menggantinya pada hari-hari yang utama ini. Pertanyaannya, bolehkah menjalankan puasa qadha Ramadhan sekaligus mengharap keutamaan puasa sunnah Dzulhijjah? Berikut penjelasannya.
Perbedaan Pendapat terkait Hukum Puasa Qadha di Bulan Dzulhijjah
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para sahabat Nabi dan para ulama terkait puasa qadha Ramadhan yang dikerjakan di bulan Dzulhijjah.
Perbedaan Pendapat Para Sahabat Nabi
Dalam Latha'iful Ma'arif yang ditulis oleh Ibnu Rajab Al-Hanbali terjemahan Mastur Irham dan Abidun Zuhri, disebutkan adanya perbedaan pandangan di kalangan sahabat Nabi mengenai puasa qadha Ramadhan di bulan Dzulhijjah.
Umar bin Khattab RA berpandangan bahwa menjalankan puasa qadha di hari-hari utama tersebut sangat baik, bahkan dianjurkan. Alasannya, waktu yang penuh keutamaan bisa menjadi peluang untuk meraih pahala lebih besar, meskipun puasanya bersifat wajib.
Berbeda dengan Ali bin Abi Thalib RA yang tidak sependapat. Menurutnya, puasa qadha di sepuluh hari awal Dzulhijjah bisa mengurangi kesempatan untuk melaksanakan puasa sunnah secara khusus, yang keutamaannya sangat besar di hari-hari tersebut.
Pendapat Imam Ahmad
Imam Ahmad memiliki dua riwayat terkait hal ini. Salah satunya mengikuti pandangan Ali bin Abi Thalib, yang menganjurkan memisahkan puasa qadha dan puasa sunnah.
Sementara pendapat lainnya membolehkan puasa qadha dilakukan di waktu-waktu utama, seperti awal Dzulhijjah, dengan keyakinan bahwa ibadah wajib di waktu istimewa tetap bernilai besar dan bisa menggabungkan dua keutamaan.
Pandangan Ulama Kontemporer dari NU
Dilansir NU Online, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PBNU Ustadz Alhafiz Kurniawan menyampaikan bahwa menggabungkan niat puasa qadha Ramadhan dengan puasa sunnah Tarwiyah (8 Dzulhijjah) atau Arafah (9 Dzulhijjah) tetap sah secara syariat. Bahkan, pelakunya tetap bisa mendapatkan pahala puasa sunnah di hari tersebut.
Hal ini sebagaimana penjelasan Syekh Zakariya Al-Anshari dalam Asnal Mathalib, yang menyebut bahwa seseorang yang berpuasa pada hari yang memiliki nilai sunnah dengan niat qadha atau nazar tetap memperoleh pahala puasa sunnah juga. Pandangan ini telah ditegaskan pula oleh ulama lainnya seperti Al-Barizi, Al-Ushfuwani, dan Al-Faqih Abdullah An-Nasyiri.
Pandangan Buya Yahya
Buya Yahya dalam kanal YouTube Al-Bahjah TV menjelaskan seseorang boleh mendahulukan puasa sunnah meskipun masih memiliki utang puasa Ramadhan. Namun, yang lebih utama adalah membayar utang puasa terlebih dahulu, karena itu termasuk kewajiban dan pahalanya lebih besar.
Terkait niat, Buya Yahya menegaskan jika ingin melakukan qadha puasa Ramadhan di hari-hari Dzulhijjah, niatnya harus khusus untuk qadha. Tidak boleh digabungkan dengan niat puasa sunnah lainnya. Hal ini karena puasa wajib (seperti qadha) tidak bisa digabung dengan niat puasa lain. Sebaliknya, puasa sunnah boleh digabung dengan niat puasa sunnah lainnya.
Dengan demikian, menurut penjelasan Buya Yahya, menggabungkan niat puasa qadha dan puasa sunnah tidak sah.
Tata Cara Melaksanakan Puasa Dzulhijjah
Dalam buku Belajar Sendiri Semua Jenis Shalat karya Zainal Abidin, dijelaskan bahwa puasa di awal bulan Dzulhijjah dilaksanakan sebagaimana puasa sunnah pada umumnya. Ibadah ini dilakukan selama sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah, dimulai dari tanggal 1 hingga 9.
Niat puasa dapat dilakukan sejak waktu maghrib hingga sebelum fajar menyingsing, dengan tujuan menunaikan puasa sunnah Dzulhijjah. Adapun hal-hal yang membatalkan puasa memiliki ketentuan yang sama dengan puasa wajib, seperti makan, minum, atau hal lain yang dapat membatalkan puasa Ramadhan.
Perbedaannya terletak pada status hukum. Jika puasa sunnah ini batal di tengah jalan, tidak ada kewajiban untuk menggantinya, karena sifatnya yang tidak wajib.
Wallahu a'lam.
(inf/kri)
Komentar Terbanyak
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana
Daftar 50 SMA Terbaik di Indonesia, 9 di Antaranya Madrasah Aliyah Negeri