Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan dikabarkan jadi tersangka kasus penggelapan. Penetapan tersangka ini berdasarkan dari dokumen yang dikeluarkan Ditrekrimum Polda Jatim tertanggal 7 Juli 2025.
Dalam dokumen itu disebutkan sebagai surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan ke-8 yang ditujukan kepada Rudy Ahmad Syafei Harahap tertanggal Senin, 7 Juli 2025 selaku pelapor
Selain Dahlan Iskan, Ditreskrimum juga menetapkan mantan Direktur Jawa Pos, Nany Widjaja sebagai tersangka. Penetapan keduanya setelah Pihak Ditreskrimum melakukan gelar perkara pada 2 Juli 2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saudari Nany Widjaja dan Saudara Dahlan Iskan ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka," demikian keterangan surat yang ditandatangani Kasubdit I Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Arief Vidy yang diterima detikJatim, Rabu (9/7/2025).
Keduan dilaporkan Rudy Ahmad Syafei Harahap terkait dugaan pemalsuan surat dan atau penggelapan dalam jabatan. Laporan tersebut dilakukan pada 13 September 2024 dengan Laporan Polisi nomor: LP/B/546/IX/2024/SPKT/Polda Jawa Timur.
Adapun laporan dugaan pelanggaran tindak pidana yakni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP Jo Pasal 327 dan atau Jo Pasal 55 KUHP.
Dahlan Iskan Buka Suara Menyoal Jawa Pos
Dahlan Iskan akhirnya buka suara. Ia menanggapi kabar statusnya jadi tersangka dalam sebuah kolom di Disway berjudul 'Jadi Tersangka' yang terbit Rabu, 9 Juli 2025.
Dahlan meulai menuturkan saat ia diperiksa sebagai saksi atas gugatan ke Jawa Pos terkait sengketa kepemilikan Tabloid Nyata. Karena jadi saksi itu, Dahlan kemudian membutuhkan dokumen-dokumen untuk keperluan pemeriksaan di kepolisian namun dihalang-halangi Jawa Pos.
Karena hal itu, ia kemudian menggugat Jawa Pos ke Pengadilan Negeri Surabaya. Sebab, ia juga merasa punya hak untuk mengambil dokumennya. Namun, ia tak menyangka dirinya kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
"Yang juga tidak pernah saya sangka adalah: saya berurusan dengan polisi di usia saya yang 74 tahun. Dulu, saya kira, saya itu akan seumur hidup di Jawa Pos. Katakanlah sampai mati. Bahkan saya bayangkan mungkin makam saya pun kelak akan di halaman gedung Jawa Pos".
"Itu karena, seperti banyak yang bilang, 'Jawa Pos adalah Dahlan Iskan, dan Dahlan Iskan adalah Jawa Pos'. Rasanya pernah ada media yang sampai menulis seperti itu".
"Seluruh energi muda saya memang tumpah untuk Jawa Pos. Saya sempat bahagia ketika banyak yang mengakui bahwa sayalah yang membuat Jawa Pos dari perusahaan yang begitu kecil dan miskin menjadi raksasa media dengan kekayaan bertriliun-triliun rupiah".
Dahlan Iskan lantas menceritakan awal mula meninggalkan Jawa Pos saat mendapat panggilan menjadi Dirut PLN. Dahlan Iskan sebenarnya enggan menerima jabatan itu. Namun demi panggilan negara ia kemudian menerimanya.
Baca juga: Dahlan Iskan Gugat Jawa Pos di PN Surabaya |
"Sebagai dirut BUMN saya tidak boleh merangkap jabatan di swasta. Maka saya harus melepaskan jabatan dirut Jawa Pos. Tidak masalah. Toh di PLN saya tidak akan lama. Maksimum tiga tahun. Bisa kembali ke Jawa Pos lagi".
"Ternyata saya tidak pernah bisa kembali ke Jawa Pos. Pemegang saham mayoritas yang selama puluhan tahun hanya mengawasi dari jauh sudah menjadi sangat berkuasa di Jawa Pos. Begitulah perusahaan. Apalagi sudah punya uang banyak".
Dalam tulisannya itu, Dahlan Iskan juga menyinggung soal Eric Samola. Ia menyebut bahwa dirinya sempat menduduki komisaris dan mendapat saham di Jawa Pos sebagai hadiah atas prestasinya.
"Saya sendiri mendapat saham di PT Jawa Pos sebagai hadiah atas prestasi saya itu. Itu karena Eric Samola, wakil pemegang saham mayoritas saat itu, tahu Jawa Pos sangat maju tanpa modal dari para pemegang saham. Tidak ada pemegang saham yang setor modal di awal kebangkitan Jawa Pos di tahun 1982 itu".
"Modal satu-satunya adalah utang: PT Grafiti Pers mengeluarkan uang untuk membeli Jawa Pos dari pemilik lama yang sudah berumur 90 tahun: The Chung Shen".
Dahlan lalu kembali menyinggung soal statusnya sebagai tersangka dan gugatannya di Jawa Pos karena kaitannya dengan pemeriksaannya sebagai saksi atas kepemilikan saham Tabloid Nyata. Namun ia enggan menceritakan untuk menghormati proses hukum.
"Jadi, siapa sebenarnya pemegang saham Nyata? Saya sedang menceritakannya ke polisi, sehingga tidak bisa saya uraikan di sini. Pemeriksaan belum selesai".
"Tapi karena saya sudah diberitakan jadi tersangka, maka saya tegaskan tidak semua media yang saya pimpin adalah milik Jawa Pos".
"Ada beberapa (saja) bukan milik Jawa Pos. Termasuk Nyata. Ada riwayatnya mengapa begitu".
"Saya belum bisa ceritakan untuk menghormati pengadilan. Tapi pimpinan Jawa Pos yang sekarang, yang tidak tahu sejarah itu, menganggap Nyata miliknya. Jadilah sengketa. Jadi ini sengketa saham di Nyata. Bukan di Jawa Pos. Perdata.
"Sidang perdatanya sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya. Tiba-tiba ada berita saya jadi tersangka".
Selanjutnya, pengacara penetapan tersangka Dahlan Iskan sebagai pembunuhan karakter