Sarip Tambak Oso merupakan legenda bagi masyarakat Sidoarjo. Sarip diperkirakan hidup di akhir abad ke-19. Tambak Oso merupakan nama sebuah desa di Kecamatan Waru, Sidoarjo. Nama desa tersebut diyakini merupakan asal Sarip.
Sosok Sarip selama ini dikenal sebagai lakon ludruk daripada lakon sejarah. Ini karena minimnya catatan sejarah mengenai Sarip.
Lalu siapa Sarip Tambak Oso? Berikut fakta-faktanya:
1. Sarip Tambak Oso Bukan berasal dari Desa Tambak Oso
Budayawan Sidoarjo, Henri Nurcahyo catatan sejarah mengenai sosok Sarip hampir tak ada. Meski begitu kisah Sarip berkembang secara lisan dalam budaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyakini Sarip sebenarnya bukan berasal dari Desa Tambak Oso. Namun, ia memang tinggal di desa tersebut.
"Sebenarnya bukan asli dari Tambak Oso. Namun memang ia tinggal di desa itu dan kemudian dikenal sebagai Sarip Tambak Oso sampai sekarang," kata Henri, Minggu (28/8/2022).
"Selama ini beberapa kajian tentang Sarip yang dikaji justru bukan kajian sejarahnya tapi adalah Sarip sebagai sebuah cerita lisan atau lakon ludruk," terang Henri.
2. Sarip Tambak Oso diketahui anak yatim
Dari cerita lisan yang beredar dan saksi yang pernah berjumpa, Sarip diketahui merupakan anak yatim. Ayahnya meninggal saat Sarip masih di dalam kandungan.
Dadang Ari Murtono dalam artikelnya "Sarip Tambok Oso" (2020) menyebut Sarip diperkirakan lahir pada abad ke-19. Sarip kemudian tumbuh sebagai anak hingga remaja di bawah pengasuhan ibunya. Sarip menghabiskan masa kecilnya di sekitar kali Sedati.
"Kalangan akademisi yang berbicara berdasarkan bukti-bukti empiris, menyebut ia berasal dari awal abad ke-19, lahir dari rahim seorang perempuan biasa," jelas Dadang dalam artikelnya.
Ayah Sarip, lanjut Dadang, diyakini merupakan salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro. Saat meninggal, ayah Sarip mewariskan hamparan sawah yang luas. Namun karena luasnya itu, sawah itu kemudian dititipkan untuk dikelola paman Sarip bernama Ridwan.
Namun rupanya, Sarip dan ibunya tak pernah mendapatkan hasil sawah yang dikelola pamannya itu. Ini karena pamannya terlalu rakus untuk membagikan kepada Sarip dan ibunya.
3. Sarip Tambak Oso Ditembak Kompeni dan Diberitakan Media Belanda
Menurut Dadang, Sarip mulai diburu kompeni Belanda tatkala membunuh asisten Wedana Gedangan dan serdadu kompeni. Pembunuhan ini dilakukan karena Sarip tidak terima ibunya dihajar oleh lurah karena dituding tak membayar pajak sawah peninggalan ayahnya.
Karena pembunuhan yang dilakukan Sarip itu, Lurah Tambak Oso tak lagi kuasa lagi membelanya. Sebab apa yang dilakukan Sarip sudah termasuk tindakan pidana berat.
M Wildan, Ketua Tim Penelusuran mengatakan, butuh waktu hingga 7 tahun kompeni mencari Sarip Tambak Oso. Perburuan Sarip diawali sejak tahun 1905 dan berakhir pada 1912.
"Sarip Tambak Oso ini kita ketahui dari dokumen-dokumen koran-koran Belanda yang terbit di tahun 1905 sampai 1912, beliau digambarkan di sebagai sosok yang kriminal," kata pria yang juga menjabat Plt Diskominfo Pemkab Sidoarjo itu.
Wildan lantas menegaskan bahwa kesaktian Sarip yang mampu hidup lagi meski telah tewas merupakan mitos. Sebab berdasarkan dokumen-dokumen Belanda, Sarip ditembak saat penyergapan pada tahun 1912.
4. Pemkab Sidoarjo Temukan Makam Sarip Tambak Oso di TPU Lemahputro
Misteri makam Sarip Tambak Oso legenda menemui titik terang. Ini setelah tim dari Pemkab Sidoarjo menemukan makamnya di tempat pemakaman umum (TPU) di Kwadengan, Lemahputro, Sidoarjo.
M Wildan, Ketua Tim Penelusuran Sarip Tambak Oso menuturkan penemuan makam tersebut setelah pihaknya mendapatkan arsip dari koran Belanda. Di berita tersebut, Sarip digambarkan sebagai seorang kriminal.
"Kalau kita berangkat dari literasi, dokumen-dokumen yang menulis sosok Sarip ini ditembak dari jarak 25 meter," kata Wildan kepada detikJatim.
"Saat itu Sarip melakukan perlawanan dengan menggunakan sebilah celurit, akhirnya jatuh tersungkur dan wafat, bukan bangun lagi seperti cerita Ludruk," ujar pria yang juga menjabat Plt Kepala Bidang Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Kominfo Sidoarjo itu.
5. Tim Klaim Temukan Celurit Sarip Tambak Oso
Tim Penelusuran yang diketuai M Wilda menemukan celurit yang dipakai Sarip saat melawan kolonial Belanda.
Konon, celurit inilah yang dipakai terakhir kali Sarip saat disergap Kompeni Belanda. Akibat perlawanannya ini, Sarip akhirnya dihujani peluru dan tewas.
Senjata tajam itu kini masih disimpan oleh Kosim yang merupakan cucu Sarip Tambak Oso. Kosim saat ini diketahui tinggal di Tambak Sumur yang tak jauh dari Desa Tambak Oso.
"Celurit yang ditemukan oleh keturunannya Sarip, namanya Pak Kosim," kata Wildan kepada detikJatim.
Selain celurit, Wildan meyakini masih ada lagi pusaka milik Sarip, yakni tombak. Namun senjata itu tak diketahui keberadaannya. "Ada juga tombak," tutur Wildan, Minggu (28/8/2022).
6. Pemkab Sidoarjo telusuri asal usul Sarip Tambak Oso
Seorang warga Tambak Sumur bernama Kosim (62) mengaku sebagai keturunan Sarip Tambak Oso. Ia menyebut dirinya merupakan cucu Sarip.
Pengakuan Kosim ini diperoleh dari ayahnya yang bernama Sholeh. Dari ayahnya, ia juga mendapat pusaka sebuah celurit yang diyakini milik kakeknya.
Meski demikian, informasi tentang keturunan Sarip masih diteliti oleh Pemkab Sidoarjo. Sebab saat tewas ditembak kompeni Belanda, Sarip berusia sekitar 35 tahun dan tidak diketahui apakah sudah berkeluarga atau belum.
"Memang belum kita temukan informasi yang akurat apakah Sarip ini meninggal sudah menikah atau masih bujang," kata M Wildan, Ketua Tim Penelusuran Sarip Tambak Oso, Minggu (28//8/2022).
7. Makam Sarip Tambak Oso dikenal Angker
Sarip Tambak Oso dimakamkan di TPU Kwadengan, Lemahputro. Sarip dimakamkan di sana usai dieksekusi kompeni Belanda pada tahun 1912.
Purwandi (63) warga setempat memberikan kesaksian mengenai makam Tambak Oso. Ia menyebut saat kecil, sering dilarang bermain di area makam tersebut. Purwandi kemudian mengisahkan kejadian aneh yang pernah dialami warga setempat. Kejadian itu yakni ada seorang warga setempat yang menemukan kendi yang berada di sekitar area makam.
Kendi itu kemudian dibawa pulang dan disimpan di rumah. Namun tak lama, warga tersebut kesurupan lalu sakit stroke. Mengetahui itu, kendi itu langsung dibuang.
"Sejak saat itu, warga sini sudah tidak mau membahas Sarip. Makanya itu orangtua dulu nggak pernah mengizinkan anak-anaknya bermain di sekitar makam," tukas Purwandi.