Mengenal Kamas Setiyoadi, Komandan Kompi Kucing Hitam yang Ditakuti Belanda

Urban Legend

Mengenal Kamas Setiyoadi, Komandan Kompi Kucing Hitam yang Ditakuti Belanda

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Rabu, 12 Okt 2022 08:41 WIB
kamas setiyoadi
Kamas Setiyoadi, komandan Kompi Kucing Hitam yang ditakuti Belanda Foto: Enggran Eko Budianto
Mojokerto -

Tak banyak yang mengenal Kamas Setiyoadi. Padahal ia adalah pejuang sekaligus pahlawan yang saat itu ditakuti Belanda dengan kompi kucing hitamnya. Begini cerita tentang Kamas Setiyoadi.

Kamas Setiyoadi mempunyai andil besar dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Sepak terjang Komandan Kompi Kucing Hitam (The Black Cat) ini ditakuti kaum penjajah. Khususnya ketika agresi militer Belanda II pada 19 Desember 1948 sampai 27 Desember 1949.

Kamas lahir di Desa Sambiroto, Sooko, Kabupaten Mojokerto 28 September 1927 dari pasangan Prawiroharjo dan Sriyatun. Ayahnya merupakan keluarga Keraton Solo yang memilih hijrah ke Bumi Majapahit. Sedangkan istrinya, Amanah lahir 25 September 1939. Ia putri Kartowijoyo, Lurah atau Kepala Desa Bicak, Trowulan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak lahir, Kamas tinggal bersama orang tuanya di Desa Sambiroto. Rumah keluarga ini di tepi jalan raya yang kini bernama Jalan Kamas Setiyoadi. Tepatnya di sebelah selatan Sambiroto gang 8. Namun, rumah 2 lantai ini sudah dijual kepada orang lain. Kamas dan Amanah membangun rumah sendiri di Jalan Raya Brangkal, Desa Kedungmaling, Sooko tahun 1970an.

kamas setiyoadi Sri Hastoeti memegang foto ayahnya, Kamas Setiyoadi (Foto: Enggran Eko Budianto)

Penulis Sejarah Mojokerto Ayuhanafiq mengatakan sejak usia remaja Kamas sudah bekerja keras dengan merantau ke Singapura. Pekerjaan menjadi anak buah kapal (ABK) kapal pemburu kapal selam yang berpangkalan di Singapura itu, dilakoni Kamas pada masa penjajahan Jepang tahun 1942. Kamas juga menjadi instruktur sekolah pelayaran di negara tetangga tersebut.

ADVERTISEMENT

"Pada masa kemerdekaan, Kamas kembali ke Jawa dan ikut menjadi bagian dari pemuda yang berjuang mempertahankan kemerdekaan," kata Ayuhanafiq kepada detikJatim, Rabu (12/10/2022).

Darah juang Kamas kian berkobar ketika Belanda kembali ingin merebut kedaulatan RI melalui agresi militer II pada 19 Desember 1948. Ia diberi tugas oleh Komandan Divisi Jawa timur Kolonel Sungkono untuk membentuk sebuah kompi lepas atau pasukan penggempur dalam (PPD). Yakni kompi tempur yang tidak menginduk kepada kesatuan di atasnya.

Ayuhanafiq menjelaskan Kompi Kamas dibentuk 25 Desember 1948 berdasarkan surat perintah nomor 62 yang dikeluarkan Komandan Divisi I STM Surabaya dan ditandatangani Mayor Kadim. Kekuatan kompi tersebut kurang dari 75 orang yang dibagi menjadi seksi staf, seksi penggempur, seksi pengadangan dan seksi suplai. Kompi ini hanya berbekal senjata ringan dengan perbandingan 1:8. Artinya, hanya 1 dari 8 anggotanya yang memegang senjata.

Kompi Kamas memilih bermarkas di Desa Seketi, Mojoagung, Jombang. Markasnya berhadapan dengan pos penjagaan Belanda di Dusun Wates Lor, Desa Balongwono, Trowulan, Mojokerto. Pergerakan pasukan ini dari Sumobito, Jombang, Kota Mojokerto sampai Kecamatan Puri di Kabupaten Mojokerto. Sedangkan wilayah utara Sungai Brantas menjadi daerah operasi Kompi Matosin yang juga dibentuk Kolonel Sungkono.

"Kompi lepas bentukan Kamas diberi nama Kucing Hitam atau The Black Cat yang bertanggung jawab langsung kepada Kolonel Sungkono. Kamas diberi pangkat Kapten untuk memimpin kompi tersebut. Ia merekrut pemuda di seputaran Mojokerto, termasuk pemuda Desa Sambiroto," jelasnya.

Kolonel Sungkono menugasi Kompi The Black Cat mengacaukan keamanan wilayah-wilayah yang dikuasai penjajah Belanda. Sekitar 300 pejuang dari Kompi Kucing Hitam dan Hizbullah membakar toko-toko milik orang China di Pasar Kliwon, Jalan Majapahit, Kota Mojokerto pada awal Februari 1949. Karena para pedagang menolak mata uang RI untuk transaksi jual beli. Mereka memilih menggunakan mata uang Belanda.

Aksi pembakaran pusat perdagangan itu menjadi tamparan keras bagi Belanda. Pasalnya, pasar tersebut dekat dengan markas penjajah. Para pedagang China juga memprotes pemerintah Belanda yang dinilai tak mampu menjaga keamanan. Berikutnya pertengahan Mei 1949, Kompi Kucing Hitam yang dikomandoi Kapten Kamas meneror Patih Mojokerto R Imanadi yang dinilai loyal terhadap penjajah.

Kala itu Pasukan The Black Cat mengadang dan memberondongkan tembakan ke mobil yang ditumpangi R Imanadi di Jalan Gajah Mada, Kota Mojokerto pada siang hari. Serangan itu tak sampai membunuh sang patih. Namun, R Imanadi jatuh sakit karena syok berat. Aksi teror tersebut sebatas peringatan bagi pribumi agar tidak bekerja untuk Belanda.

"Sabotase yang dilakukan Kompi Kucing Hitam juga banyak dilakukan menggunakan trek bom atau bom tarik. Jembatan, bendungan dan rel kereta api sering dijadikan sasaran peledakan," ungkap Ayuhanafiq.

Seperti yang terjadi pada Juni 1949. Ketika itu Kompi Kucing Hitam menyabotasi rel kereta api (KA) di Desa Mojoranu, Kecamatan Sooko. Sehingga sebuah KA yang melaju dari Mojokerto ke Jombang terguling dan merenggut korban jiwa. Marinir Belanda pun membalas dengan meledakkan bom di perkampungan Wates Lor, Desa Balongwono.

kamas setiyoadiSri Hastoeti memegang foto ayahnya, Kamas Setiyoadi (Foto: Enggran Eko Budianto)

Pasukan penjajah juga menembak sejumlah warga sipil ketika mencari Kapten Kamas dan pasukannya. Menurut Ayuhanafiq, sabotase kembali dilakukan Kompi Kucing Hitam dengan meledakkan rel KA menggunakan 2 bom tarik di Kelurahan Blooto, Prajurit Kulon, Kota Mojokerto 7 Oktober 1949. Ledakan bom tarik mengakibatkan 2 gerbong rusak berat dan 4 lainnya rusak ringan. Korban jiwa juga berjatuhan.

"Dalam melakukan pengacauan situasi, dia (Kapten Kamas) selalu meninggalkan pesan pada secarik kertas dengan identitas TBC, The Black Cat. Maka nama Black Cat seolah menjadi hantu yang menakutkan bagi para pejabat pribumi pengikut Belanda," cetusnya.

Tidak hanya sabotase dan penyerangan, kata Ayuhanafiq Kompi Kucing Hitam juga membina wilayah yang berhasil direbut kembali dari Belanda. Kala itu Kapten Kamas menempatkan anggotanya di setiap kecamatan sebagai Komandan Komando Onder Distrik Militer (KODM) atau Koramil. Yaitu di Mojokerto, Bangsal, Puri, Sooko dan Trowulan. Lima kecamatan itu menyatakan keluar dari wilayah pemerintahan Recomba Belanda untuk bergabung dengan pemerintah RI pada November 1949.

"Untuk menangkap Kamas, Belanda sempat menawarkan hadiah uang yang cukup banyak bagi siapa saja yang bisa menunjukkan keberadaannya. Namun Kamas licin dan tidak pernah bisa ditangkap musuhnya. Mungkin karena sering lolos dari jebakan hingga banyak orang meyakini Kamas sebagai orang sakti," ujarnya.

Belanda akhirnya mengembalikan kedaulatan NKRI pada 27 Desember 1949. Kapten Kamas masih bertahan di karir militernya. Ia menempuh pendidikan sebagai pelatih infanteri selama 1 tahun. Setelahnya, ia menjadi Komandan Batalyon Pendidikan VI di Jember dengan pangkat Mayor. Sebelum memilih pensiun dini, ia menempati posisi perwira Resimen 19 di Jember.

Kisah perjuangan Kapten Kamas juga datang dari putri kandungnya, Sri Hastoeti (62). Sri mengisahkan bahwa ayahnya bekerja di Singapura sejak usia belasan tahun atau remaja. Kamas lantas kembali ke tanah air untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Ia rela berjuang tanpa mendapatkan bayaran dari pemerintah. Bahkan untuk makan bersama pasukannya, ia mengandalkan sumbangan dari masyarakat.

"Pasukan bapak kecil, tak sampai 100 orang, tapi ditakuti Belanda. Bapak pernah cerita ke anak-anaknya kalau Belanda menangkap dirinya saja tidak bisa. Sampai dibuat sayembara berhadiah uang sekarung. Kalau ada perempuan mau diperkosa tentara Belanda juga diselamatkan bapak," tandasnya



Simak Video "Video Kala Prabowo Ungkap Rampasan Belanda Setara 140 Tahun Anggaran RI"
[Gambas:Video 20detik]


Hide Ads