Gubernur Suryo, Pelopor Pertempuran 10 November 1945 yang Dibunuh PKI 1948

Gubernur Suryo, Pelopor Pertempuran 10 November 1945 yang Dibunuh PKI 1948

Dina Rahmawati - detikJatim
Kamis, 29 Sep 2022 23:43 WIB
Menurut Kuncar, salah satu pejabat yang paling sibuk selama 10 hari itu adalah Gubernur Suryo. Selama kurun waktu itu, ia intens berkomunikasi terus meminta tolong pemimpin negeri seperti Bung Karno dan Bung Hatta.
Gubernur Suryo/Foto: Istimewa
Surabaya -

Warga Jawa Timur pasti tak asing dengan Gubernur Suryo. Ya, ia adalah Gubernur Jawa Timur yang pertama dan namanya telah diabadikan sebagai nama jalan di Jawa Timur.

Tahukah Anda jika Gubernur Suryo memiliki peran penting dalam Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Ia juga gugur di tangan PKI.

Sosok Gubernur Suryo

Gubernur Suryo memiliki nama lengkap Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo (dikenal dengan nama Raden Soerjo). Dia merupakan gubernur pertama di Jawa Timur yang menjabat pada 1945 dan 1947-1948.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di buku Pahlawan Nasional: Gubernur Suryo karya Sri Sutjiatiningsih dijelaskan, Gubernur Suryo lahir pada 9 Juli 1898 di Magetan, Jawa Timur. Gubernur Suryo merupakan putra dari Raden Mas Wiryosumarto dan Raden Ayu Kustiah.

Keluarga Gubernur Suryo termasuk golongan masyarakat kelas atas. Meski begitu, Gubernur Suryo dididik oleh ayahnya untuk hidup sederhana dan bersikap rendah hati. Itu membuat Gubernur Suryo tumbuh menjadi sosok yang tenang, berani dan bijaksana.

ADVERTISEMENT

Pada 1926, Gubernur Suryo menikah dengan seorang putri dari Raden Adipati Aryo Hadiwinoto yang bernama Raden Ayu Mustapeni. Raden Ayu Mustapeni merupakan seorang janda yang telah memiliki anak bernama Raden Ajeng Suprapti.

Riwayat Pendidikan Gubernur Suryo

Gubernur Suryo memulai pendidikannya di Sekolah Ongko Loro di Magetan. Kemudian, Gubernur Suryo pindah ke Hollandsch Inlandsche School (HIS). Setelah lulus dari HIS, Gubernur Suryo menempuh pendidikan di Opleidings School Voor Inlandsche Ambtenaar (OSVIA).

Pada 1918, Gubernur Suryo menamatkan pendidikannya di OSVIA Madiun. Gubernur suryo kemudian diangkat sebagai Gediplomeerd Inlandsch Bestuurs-Ambtenaar dan ditempatkan di Ngawi.

Pada 1923, Gubernur Suryo berkesempatan untuk memperdalam pengetahuannya dengan belajar di Politie School (Sekolah Polisi) di Sukabumi. Pada 1930, Gubernur Suryo kembali mendapat kesempatan meningkatkan pengetahuannya tentang ilmu pemerintahan dan kepamongprajaan di Bestuurschool atau Bestuursacademie di Jakarta selama kurang lebih 2 tahun.

Karier Gubernur Suryo

Gubernur Suryo sebelumnya berkarier sebagai Pamongpraja sebelum menjadi Bupati dan Gubernur. Berikut rincian karier Gubernur Suryo:

  • Gediplomeerd Assistent Inlandsch Bestuursambtenaar di Kantor Controleur Ngawi
  • Mantri Veld Politie di Madiun
  • Asisten Wedana di Karangrejo, Glodog, Madiun
  • Asisten Wedana di Jetis, Ponorogo
  • Wedana di Pacitan
  • Wedana di Gedeg, Mojokerto
  • Wedana di Porong, Sidoarjo
  • Bupati Magetan menggantikan Raden Adipati Aryo Hadiwinoto
  • Su Cho Kan di Bojonegoro
  • Gubernur Jawa Timur yang pertama
  • Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung di Yogyakarta

Baca gugurnya Gubernur Suryo di tangan PKI pada halaman selanjutnya

Peran Gubernur Suryo dalam Pertempuran Surabaya

Pada Oktober 1945, tentara Inggris menyebarkan selebaran yang memerintahkan agar semua rakyat Indonesia menyerahkan senjatanya. Untuk menghindari pertempuran, Gubernur Suryo mengadakan perjanjian gencatan senjata dengan Jenderal AWS Mallaby di Surabaya pada 26 Oktober 1945. Namun, pertempuran tetap terjadi pada 28-30 Oktober 1945.

Tentara Inggris yang merasa kewalahan menghadapi perlawanan rakyat Surabaya akhirnya meminta bantuan kepada Presiden Soekarno. Presiden Soekarno lalu datang ke Surabaya untuk mendamaikan kedua pihak.

Perdamaian tersebut menghasilkan gencatan senjata. Namun, pertempuran kembali terjadi hingga mengakibatkan tewasnya Jenderal AWS Mallaby. Itu menyulut kemarahan tentara Inggris. Komandan tentara Inggris, Jenderal Mansergh mengultimatum rakyat Surabaya untuk menyerahkan semua senjata paling lambat pada 9 November 1945.

Dalam menanggapi ultimatum tersebut, Presiden Soekarno menyerahkan sepenuhnya keputusan ke pemerintah Jawa Timur. Gubernur Suryo dengan tegas berpidato di RRI bahwa rakyat Surabaya akan melawan ultimatum Inggris sampai darah penghabisan.

Pidato Gubernur Suryo membangkitkan jiwa patriot, semangat kemerdekaan serta keikhlasan berkorban rakyat Surabaya. Pertempuran besar antara rakyat Jawa Timur melawan tentara Inggris pun pecah di Surabaya. Pertempuran tersebut dimulai dari 10 November 1945 dan berlangsung selama 3 tiga minggu.

Tentara Inggris masuk dan menduduki Kota Surabaya. Gubernur Suryo dan seluruh stafnya lalu pindah ke Mojokerto. Pada waktu itu, keadaan pemerintahan tidak teratur. Kantor-kantor terpaksa harus dipencar.

Gubernur Suryo Gugur di Tangan PKI

Perjanjian Renville menghasilkan sebuah keputusan yang memberatkan negara Indonesia. Kabinet Amir Syarifuddin yang menjadi delegasi Indonesia dalam Perjanjian Renville akhirnya digantikan oleh Kabinet Moh Hatta.

Sejak saat itu, PKI yang mendukung kebijaksanaan Kabinet Amir Syarifuddin melakukan demonstrasi untuk menggulingkan Kabinet Moh Hatta. PKI mulai mengadakan penculikan dan melakukan pembunuhan politik.

Pada 18 September 1948, PKI memproklamasikan berdirinya Sovyet Republik Indonesia di Madiun. PKI lalu menduduki daerah lain, seperti Magetan, Cepu, Ponorogo dan Purwodadi.

Pada 10 November 1948, Gubernur Suryo hendak ke Madiun untuk menghadiri 40 hari wafat adiknya. Bung Hatta mengingatkan agar Gubernur Suryo membatalkan niatnya karena situasi masih belum stabil.

Namun, Gubernur Suryo tetap berangkat bersama dua ajudannya, Mayor Soehardi dan Letnan Soenarto. Sampai di Desa Bogo Kedunggalar, Ngawi, mobil Gubernur Suryo dicegat oleh gerombolan anggota PKI yang dipimpin Maladi Yusuf. Mereka dibawa ke Hutan Sonde, lalu dibunuh.

Jenazah Gubernur Suryo dimakamkan di Sasono Mulyo, Sawahan, Magetan. Untuk mengenang jasa-jasanya, dibangun Monumen Suryo di Ngawi. Gubernur Suryo dikukuhkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada 17 November 1964 atas Keppres No 294 Tahun 1964.

Halaman 2 dari 2
(hse/sun)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads