Aksi pembakaran pusat perdagangan itu menjadi tamparan keras bagi Belanda. Pasalnya, pasar tersebut dekat dengan markas penjajah. Para pedagang China juga memprotes pemerintah Belanda yang dinilai tak mampu menjaga keamanan. Berikutnya pertengahan Mei 1949, Kompi Kucing Hitam yang dikomandoi Kapten Kamas meneror Patih Mojokerto R Imanadi yang dinilai loyal terhadap penjajah.
Kala itu Pasukan The Black Cat mengadang dan memberondongkan tembakan ke mobil yang ditumpangi R Imanadi di Jalan Gajah Mada, Kota Mojokerto pada siang hari. Serangan itu tak sampai membunuh sang patih. Namun, R Imanadi jatuh sakit karena syok berat. Aksi teror tersebut sebatas peringatan bagi pribumi agar tidak bekerja untuk Belanda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sabotase yang dilakukan Kompi Kucing Hitam juga banyak dilakukan menggunakan trek bom atau bom tarik. Jembatan, bendungan dan rel kereta api sering dijadikan sasaran peledakan," ungkap Ayuhanafiq.
Seperti yang terjadi pada Juni 1949. Ketika itu Kompi Kucing Hitam menyabotasi rel kereta api (KA) di Desa Mojoranu, Kecamatan Sooko. Sehingga sebuah KA yang melaju dari Mojokerto ke Jombang terguling dan merenggut korban jiwa. Marinir Belanda pun membalas dengan meledakkan bom di perkampungan Wates Lor, Desa Balongwono.
![]() |
Pasukan penjajah juga menembak sejumlah warga sipil ketika mencari Kapten Kamas dan pasukannya. Menurut Ayuhanafiq, sabotase kembali dilakukan Kompi Kucing Hitam dengan meledakkan rel KA menggunakan 2 bom tarik di Kelurahan Blooto, Prajurit Kulon, Kota Mojokerto 7 Oktober 1949. Ledakan bom tarik mengakibatkan 2 gerbong rusak berat dan 4 lainnya rusak ringan. Korban jiwa juga berjatuhan.
"Dalam melakukan pengacauan situasi, dia (Kapten Kamas) selalu meninggalkan pesan pada secarik kertas dengan identitas TBC, The Black Cat. Maka nama Black Cat seolah menjadi hantu yang menakutkan bagi para pejabat pribumi pengikut Belanda," cetusnya.
Tidak hanya sabotase dan penyerangan, kata Ayuhanafiq Kompi Kucing Hitam juga membina wilayah yang berhasil direbut kembali dari Belanda. Kala itu Kapten Kamas menempatkan anggotanya di setiap kecamatan sebagai Komandan Komando Onder Distrik Militer (KODM) atau Koramil. Yaitu di Mojokerto, Bangsal, Puri, Sooko dan Trowulan. Lima kecamatan itu menyatakan keluar dari wilayah pemerintahan Recomba Belanda untuk bergabung dengan pemerintah RI pada November 1949.
"Untuk menangkap Kamas, Belanda sempat menawarkan hadiah uang yang cukup banyak bagi siapa saja yang bisa menunjukkan keberadaannya. Namun Kamas licin dan tidak pernah bisa ditangkap musuhnya. Mungkin karena sering lolos dari jebakan hingga banyak orang meyakini Kamas sebagai orang sakti," ujarnya.
Belanda akhirnya mengembalikan kedaulatan NKRI pada 27 Desember 1949. Kapten Kamas masih bertahan di karir militernya. Ia menempuh pendidikan sebagai pelatih infanteri selama 1 tahun. Setelahnya, ia menjadi Komandan Batalyon Pendidikan VI di Jember dengan pangkat Mayor. Sebelum memilih pensiun dini, ia menempati posisi perwira Resimen 19 di Jember.
Kisah perjuangan Kapten Kamas juga datang dari putri kandungnya, Sri Hastoeti (62). Sri mengisahkan bahwa ayahnya bekerja di Singapura sejak usia belasan tahun atau remaja. Kamas lantas kembali ke tanah air untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Ia rela berjuang tanpa mendapatkan bayaran dari pemerintah. Bahkan untuk makan bersama pasukannya, ia mengandalkan sumbangan dari masyarakat.
"Pasukan bapak kecil, tak sampai 100 orang, tapi ditakuti Belanda. Bapak pernah cerita ke anak-anaknya kalau Belanda menangkap dirinya saja tidak bisa. Sampai dibuat sayembara berhadiah uang sekarung. Kalau ada perempuan mau diperkosa tentara Belanda juga diselamatkan bapak," tandasnya
Simak Video "Video Kala Prabowo Ungkap Rampasan Belanda Setara 140 Tahun Anggaran RI"
[Gambas:Video 20detik]
(dpe/iwd)