Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres terkenal dengan salah satu kampung yang banyak dihuni oleh warga Tionghoa. Kampung tersebut adalah Kampung Balong. Kampung itu berada di RW 06 Kelurahan Sudiroprajan, Jebres.
Banyaknya warga China yang tinggal dan menetap di kampung tersebut membuat kawasan itu disebut sebagai Pecinan terbesar di Solo. Mereka sudah begitu lama tinggal dan berkeluarga di kampung tersebut.
Tidak sedikit warga China yang menikah dengan warga pribumi dan sudah beranak cucu. Dari pantauan detikJateng, Kampung Balong memiliki enam gang. Dari gang 1 hingga gang 6 di Jalan Kapten Mulyadi. Kampung tersebut dulunya terkenal Pecinan lantaran banyak ras Tionghoa di sana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menjelang Hari Raya Imlek, di tiap-tiap gang di kampung Balong dipasangi lampu lampion. Lampion-lampion itu dipasang menggantung di atas gang kecil di kampung tersebut. Di setiap gang masuk perkampungan ada sebuah gapura penanda nama kampung dan gang.
![]() |
Tidak banyak aktivitas warga yang dilakukan di gang-gang tersebut. Salah satu keturunan Tionghoa yang masih tinggal di kampung Balong yakni, Sugianto (71) mengaku sudah cukup lama tinggal di kampung tersebut.
Sugianto merupakan generasi ketiga dari pernikahan etnis Tionghoa dan Jawa.
"Dulu di sini campuran ada Tionghoa dan Jawa, nggak khusus orang Tionghoa saja nggak. Ibu orang Indonesia, bapak Chinese," kata Sugianto saat ditemui detikJateng di rumahnya, Kamis (19/1/2023).
Meski ada perbedaan etnis, Sugianto menyampaikan kehidupan warga di kampung itu begitu harmonis. Semuanya membaur dan tidak ada yang membeda-bedakan antaretnis.
"Semua rukun sejak dulu," ujar dia.
![]() |
Terpisah, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPMK) Kelurahan Sudiroprajan, Wahyu Sugiarto (40) mengatakan Kelurahan Sudiroprajan tak terlepas dari kampung Pecinan. Terutama di kampung Balong.
"Kalau bicara kampung Sudiroprajan tidak terlepas dari Kampung Pecinan. Di Sudiroprajan ada 9 RW, khususnya Kampung Balong tidak lepas dari Pecinan karena ada dua etnis yang jadi satu yakni Tionghoa dan Jawa," kata Wahyu detikJateng, di Kantor Kelurahan Sudiroprajan.
Wahyu tidak tahu cerita awal secara persis, namun dari cerita-cerita turun temurun dulu di wilayah di Kota Solo ada pemetaan terhadap suku dan ras.
"Setahu saya dari dulu penjajahan khususnya di Solo dibagi-bagi contohnya di Pasar Kliwon itu kan Kampung Arab, Sampangan orang Madura terus di kampung sini Balong Tionghoa," ungkapnya.
Selengkapnya baca di halaman berikutnya....
Menurutnya, karena ada pencampuran antara Tionghoa dan Jawa di kampung tersebut maka terjadilah perkawinan antara Tionghoa dan Jawa. Meski begitu, Wahyu mengungkap sampai saat ini masih ada etnis Tionghoa yang berada di sana.
"Masih ada orang Tionghoa, masih banyak Chinese juga, ada juga yang campuran," tuturnya.
Sedangkan kampung Balong sendiri, kata Wahyu, dulunya dari kata Balung yang artinya tulang. Sebab, kampung tersebut dulu adalah makam dan masih ditemukan tulang-belulang.