Sejarah Awal Permukiman Tionghoa di Lasem, Tiongkok Kecil di Rembang

Sejarah Awal Permukiman Tionghoa di Lasem, Tiongkok Kecil di Rembang

Mukhammad Fadlil - detikJateng
Sabtu, 14 Jan 2023 22:53 WIB
Permukiman Tionghoa di Desa Soditan, Lasem, Rembang, Jawa Tengah, Sabtu (14/1/2023).
Permukiman Tionghoa di Desa Soditan, Lasem, Rembang, Jawa Tengah, Sabtu (14/1/2023). Foto: Mukhammad Fadlil/detikJateng
Rembang -

Lasem merupakan kecamatan di pesisir Pantai Utara Jawa (Pantura) Kabupaten Rembang yang terkenal dengan julukan Tiongkok Kecil. Menurut sejarawan setempat, Exsan Ali Setyonugroho, permukiman warga Tionghoa di Lasem pertama kali berada di Desa Soditan.

Untuk diketahui, permukiman warga Tionghoa di Lasem berada di wilayah lima desa, yaitu Desa Soditan, Karangturi, Sumbergirang, Babagan, dan Gedongmulyo.

Exsan mengatakan, permukiman warga Tionghoa di Lasem awalnya di Desa Soditan. Tepatnya di sekitar lokasi Kelenteng Cu An Kiong, dekat Sungai Lasem yang dahulu menjadi pelabuhan bagi kapal-kapal dagang dari Cina. Sejarawan muda warga asal Desa Dasun, Lasem, Rembang,

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Asal muasalnya itu di Pereng, Soditan, atau timur Sungai Lasem. Itu permukiman orang Tionghoa, yang sekarang Kelenteng Cu An Kiong," kata Exsan, sejarawan muda asal Desa Dasun, Lasem, saat ditemui detikJateng di rumahnya, Sabtu (14/1/2023) sore.

"Makanya Kelenteng Cu An Kiong itu banyak yang menyebut sebagai kelenteng tertua di Jawa, karena banyak penulis menyebut permukiman orang Tionghoa yang pertama ada di sana. Termasuk penulis Prawito juga menyebutkan begitu," imbuh Exsan.

ADVERTISEMENT

Dalam buku 'Arsitektur Tradisional Tionghoa dan Perkembangan Kota' karya Prawito dituliskan bahwa pada awal abad ke-14 telah ada pemukiman orang Tionghoa di Pulau Jawa yang membentuk koloni kecil di pinggir pantai.

Prawito menyebutkan, orang Tionghoa mendarat pertama kali di sekitar pantai sebelah timur laut Jawa Tengah (Lasem) yang menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara pada masa itu.

Karena mereka datang menggunakan perahu kecil yang bergantung pada angin musim, akibatnya mereka harus menunggu angin utara untuk bisa kembali ke kampung halamannya.

Selama menunggu angin itulah sebagian warga Tionghoa pendatang itu terpikat pada perempuan setempat hingga menikah. Lambat laun terbentuklah permukiman orang Tionghoa yang disebut Pecinan, yang berdampingan dengan permukiman pribumi.

Setelah tahun 1740, menurut Exsan, permukiman warga Tionghoa di Lasem mengalami perluasan. Sebab, ada warga Tionghoa dari Batavia (Jakarta) yang menyelamatkan diri ke Lasem akibat tragedi pembantaian orang Tionghoa oleh Belanda.

Permukiman Tionghoa di Desa Soditan, Lasem, Rembang, Jawa Tengah, Sabtu (14/1/2023).Umat Konghucu sedang beribadah di Kelenteng Cu An Kiong di Desa Soditan, Lasem, Rembang, Jawa Tengah, Sabtu (14/1/2023) malam. Foto: Mukhammad Fadlil/detikJateng

"Setelah 1740, wilayah itu (permukiman warga Tionghoa di Soditan) melebar, karena kedatangan orang-orang Tionghoa dari Batavia. Mereka diterima baik oleh warga Lasem dan juga Pemerintahan Lasem waktu itu," ujar Sarjana Pendidikan Sejarah dari Unnes Semarang itu.

Penjelasan tokoh Tionghoa Lasem, Rudi Hartono, di halaman selanjutnya.

Orang Tionghoa dari Batavia itu mendiami wilayah pinggiran di sekitar Lasem. "Setelah Lasem benar-benar dikuasai Belanda, orang-orang Tionghoa ini kemudian dikelompokkan secara permukiman oleh orang Belanda," jelas Exsan.

Menurutnya, tujuan pengelompokan tersebut agar pihak Belanda lebih mudah mengawasi aktivitas warga Tionghoa.

"Mereka dikelompokkan di pusat kota dan permukimannya mungkin sampai sekarang. Jadi kenapa mereka awal ada di tepian Sungai Lasem, di Daerah Pereng atau Soditan, di dekat Kelenteng Cu An Kiong, karena mereka secara ekonomi berdagang," terang Exsan.

Mengenai persebaran wilayah permukiman warga Tionghoa juga diungkapkan oleh salah satu tokoh Tionghoa di Lasem, Rudi Hartono.

Rudi juga mengatakan bahwa perluasan wilayah tinggal orang Tionghoa di Lasem salah satunya akibat peristiwa pembantaian di Batavia oleh Belanda.

"Warga Tionghoa di Lasem mulai banyak dan meluas itu sekitar 1740, kaitannya kan itu pembantaian Tionghoa oleh VOC di Jakarta, Batavia. Ada yang ke Tangerang, ada yang ke Bali, dan ada yang ke Lasem," tutur Rudi saat ditemui detikJateng di rumahnya di Desa Karangturi.

Setelah warga Tionghoa yang bermukim di Lasem semakin banyak, Rudi berujar, muncul perdagangan candu dari kalangan saudagar Tionghoa di sekitar Lasem atau di Desa Soditan.

"Ada perdagangan candu itu yang banyak bermukim orang-orang Tionghoa yang berduit. Itu banyak di Soditan. Jadi rumah-rumah di Soditan itu termasuk kalangan-kalangan menengah ke atas. Itu menyebar ada yang di Sumbergirang, Babagan dan ada di Karangturi," jelas Rudi.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Kemeriahan Pawai KongCo-MakCo Lasem Rembang Setelah Vakum 13 Tahun"
[Gambas:Video 20detik]
(dil/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads