Puluhan perwakilan pedagang asongan Borobudur yang terdiri 14 komoditas mengadu kepada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo soal larangan berjualan di zona 2. Mereka meminta Ganjar untuk menemui dan pada bulan ini persoalan selesai.
Para pedagang asongan 14 komoditas ini sebelumnya berjualan di kawasan depan Museum Karmawibhangga Candi Borobudur atau tepatnya lokasi berjualan ini di kompleks zona 2.
Semenjak pandemi, para pedagang ini menghormati imbauan yang disampaikan Taman Wisata Candi Borobudur karena adanya pembatasan. Selain itu, saat pandemi juga Candi Borobudur ditutup sehingga praktis tidak ada kunjungan wisatawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami berdagang di Borobudur belum ada Taman Wisata Borobudur sudah berdagang. Tahun 1982 atau 1983, mulai berjualan di Taman Wisata Candi Borobudur. Kami (pernah) diizinkan. Dalam arti kami diberi KIB (kartu izin berdagang), bermitra dengan TWCB, tapi semenjak ada COVID-19 dan PPKM kami dibatasi tidak boleh berkegiatan apa pun, kami menghormati," kata salah satu pedagang asongan, Kodiran (48), kepada wartawan usai pertemuan di Bale Wijil, Candirejo, Borobudur, Senin (13/6/2022).
Kodiran yang berjualan patung perunggu berharap pandemi segera berlalu dan Borobudur dibuka. Namun setelah dibuka, lanjutnya, justru tidak diberikan tempat berjualan seperti dulu. Larangan tidak boleh berjualan tersebut terhitung mulai Lebaran kemarin.
"Dulu di dalam depan Museum Karmawibhangga. (Awalnya) Malah di perempatan, tapi ditata disuruh mundur, kami manut. Kami juga membantu keamanan dan kenyamanan juga bagi pengunjung. Kami tidak boleh berjualan, itu dari taman wisata sendiri malah berjualan macam-macam. Ada kegiatan komersial (di zona 2)," ujarnya.
"COVID-19 berlalu, Borobudur dibuka, kami kula nuwun minta izin untuk (jualan) seperti dulu. Tapi malah ngasih undangan yang tujuannya divonis nggak boleh jualan (mau Lebaran)," tuturnya.
Kodiran menuturkan, pedagang yang tergabung dalam 14 komoditas ini ada sekitar 300 sampai 400 orang. "Kami ingin berjualan karena sudah 2 tahun lebih nggak punya hasil, tapi kenyataannya kami nggak bisa apa-apa. Kalau dari kelompok kami sekitar ada 350 sampai 400 pedagang asongan yang khusus 14 komoditas ini," ujarnya.
Tuntutan pedagang Borobudur
Dalam pertemuan tersebut, pedagang asongan ini menyampaikan tuntutan, pengaduan dan harapan yang disampaikan kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Selain itu disampaikan pula kepada TWC.
Adapun yang disampaikan kepada gubernur antara lain minta membantu, memfasilitasi dan mengusahakan supaya pedagang asongan 14 komoditas bisa aktivitas kembali berjualan di TWC Borobudur zona 2 dalam. Selain itu, mendapatkan jaminan keamanan, kenyamanan dan keberlanjutan kegiatan berjualan di tempat tersebut.
"Mengupayakan selambat-lambatnya tanggal 21 Juni 2022, kami sudah mendapat kepastian keberlanjutan aktivitas berdagang/asong di lokasi yang selama ini kami gunakan sebagai aktivitas mengasong," tulis dalam tuntutan, itu.
Para pedagang ini juga meminta Gubernur Jateng berkenan bertemu langsung kepada pedagang asongan dalam bulan Juni 2022 di Borobudur agar lebih jelas dan lebih memahami permasalahan dan serta mendapatkan solusi yang terbaik. Hal ini mengingat musim liburan segera tiba dan selama pandemi tidak beraktivitas.
Respons Pemprov Jateng
Tuntutan pedagang asongan tersebut diterima utusan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Plh Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Jateng, Setyo Irawan. Keluhan tersebut nantinya akan disampaikan kepada Gubernur Jateng.
"Kami dari Pemprov memfasilitasi, mencatat dan menginventarisir terkait keluhan yang dialami pedagang asongan. Nanti selanjutnya akan sampaikan kepada Bapak Gubernur untuk tindak lanjutnya. Pada intinya kami diminta Bapak Gubernur untuk turun ke lapangan untuk menemui pedagang asongan yang ada disini. Kira-kira keluhannya apa saja. Laporan dari kami akan digunakan sebagai bahan pengambil keputusan oleh Bapak Gubernur," katanya.
"Mungkin tahap pertama yang perlu diselesaikan adalah teman-teman bisa berjualan. Karena keluhan yang utama dari teman-teman diberikan keleluasaan, kesempatan untuk berjualan. Nanti setelah bisa berjualan kembali, legalitas nanti kita bicarakan bersama. Nanti dengan TWC, Balai Konservasi dan Pemkab Magelang, termasuk pelaku wisata yang lainnya juga akan kita diskusikan," tuturnya.
Penjelasan pengelola
Dihubungi terpisah, Wakil Sementara (WS) General Manager Unit Borobudur dan Manohara, Pujo Suwarno mengatakan sesuai kebijakan manajemen, lokasi depan Museum Karmawibhangga bukan lokasi berjualan. Kemudian sudah dikasih solusi untuk berjualan di luar tepatnya di parkiran.
"Kan sudah dikasih solusi di luar oleh manajemen yang dulu. Kelihatannya di parkiran. Yang jelas mereka sudah punya lapak, mereka sudah punya tempat terus ana sing didol (ada yang dijual). Jadi banyak sekali yang sudah duwe enggon dianu (punya tempat), dipindahtangankan," kata Pujo saat dihubungi.
Pujo mengakui, penertiban yang dilakukan tersebut salah satunya bertujuan untuk memberikan kenyamanan kepada pengunjung yang datang di Candi Borobudur.
"Iya (kenyamanan). Kita ingin wisatawan ke Borobudur nyaman. Yang jelas data di kami sebenarnya mereka sudah punya lapak-lapak di dalam, kalau lokasi depan museum itu sesuai kebijakan manajemen bukan lokasi berjualan," tuturnya.
Terkait dengan keluhan adanya stan-stan yang berjualan di dalam zona 2, katanya, akan dilakukan pengecekan.
"Nanti saya cek, aku kan anyar (pejabat baru)," pungkasnya.
(rih/aku)