Dua saksi ahli dihadirkan dalam kasus dugaan korupsi dengan terdakwa eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (Ita), dan suaminya, Alwin Basri. Kuasa hukum terdakwa pun merasa keduanya harus dibebaskan setelah ada pendapat dari dua ahli tersebut.
Para ahli tersebut adalah ahli Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum UI, Doktor Dian Puji Nugraha Simatupang dan ahli Hukum Pidana Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Mahrus Ali.
Kepada Dian, majelis hakim menanyakan terkait iuran kebersamaan yang dipungut dari para pegawai yang memperoleh tunjangan penghasilan dari upah pungut pajak. Perkara itu menjerat Ita dalam kasusnya. Hakim menanyakan uang yang disebut iuran kebersamaan dan digunakan untuk piknik, parcel, dan sebagainya itu masuk kategori uang negara.
"Jadi kalau mengambilnya kepada Menkeu atau Sekda, maka itu uang negara. Dengan demikian, iuran kebersamaan tersebut telah berstatus sebagai uang para pegawai, bukan uang negara. Berarti dari para pegawai itu tidak ada kaitannya dengan uang yang dalam pengadaan pemerintah," jawab Dian di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (21/7/2025).
Dian juga menjelaskan untuk tanggung jawab pengelolaan keuangan, jika pejabat mendelegasikan dan memberi wewenang kepada pejabat di bawahnya, maka tanggung jawab sudah melekat kepada pejabat di bawahnya.
"Kewenangan pimpinan di atas sudah berhenti ketika dia sudah mendelegasikan kepada pejabat di bawahnya. Jadi karena sudah didelegasikan, maka kewenangan ada di pejabat yang di bawahnya tersebut, maka kewenangan hukum diserahkan kepada pejabat yang telah diberi kewenangan atau telah ditunjuk tersebut," jelasnya.
Sementara itu ahli Hukum Pidana Unwahas, Mahrus Ali, mengatakan jaksa penuntut umum memberikan dakwaan kumulatif terhadap Ita dan Alwin. Maka semua dakwaan harus terbukti.
Dia menganalogikan dua orang bernama A dan B. Maka dalam persidangan harus dibuktikan antara A dan B sudah sepakat dalam penerimaan suap atau korupsi serta memiliki peran masing-masing. Dia juga menegaskan tidak bisa dengan istilah B merupakan representasi dari A.
"Jadi antara pemberi dengan penerima itu harus ada komunikasi yang baik. Harus ada kesamaan pendapat yang dibuktikan di persidangan. Kalau penerimanya dua, maka antara A dengan B itu harus terbukti dulu bahwa mereka sudah sepakat penerima dan ada pembagian peran masing-masing," ujarnya.
Kuasa Hukum Ita, Agus Nuruddin, berujar dengan adanya penjelasan dua kuasa hukum tersebut, dia berharap Ita dan Alwin dibebaskan. Menurutnya Ita tidak mengetahui apa yang diperbuat Alwin, begitu juga sebaliknya.
"Saksi ahli menerangkan bahwa dakwaan kumulatif maka semua harus dibuktikan. Kalau satu saja tidak terbukti, putusannya bebas. Tersangka satu dan dua harus ada komunikasi. Dalam fakta persidangan ternyata Mbak Ita tidak tahu apa yang dilakukan Alwin dan Alwin tidak tahu apa yang dilakukan Ita. Tidak ada meeting of minds. Representasi juga tidak bisa dijadikan dasar," ujar Agus.
"Harapannya bebas, keduanya," imbuhnya.
(apu/apl)