3 Dosen UGM Didakwa Korupsi Pengadaan Biji Kakao Rp 6,72 Miliar

3 Dosen UGM Didakwa Korupsi Pengadaan Biji Kakao Rp 6,72 Miliar

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Kamis, 23 Okt 2025 20:25 WIB
Tiga dosen UGM jalani sidang kasus korupsi pengadaan biji kakao fiktif yang merugikan negara hingga Rp 6,72 miliar di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (23/10/2025).
Tiga dosen UGM jalani sidang kasus korupsi pengadaan biji kakao fiktif yang merugikan negara hingga Rp 6,72 miliar di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (23/10/2025). (Foto: Dok. Istimewa)
Semarang -

Tiga dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) didakwa melakukan korupsi pengadaan biji kakao fiktif untuk program Cacao Teaching and Learning Industries (CLTI). Mereka disebut merugikan negara hingga Rp 6,72 miliar.

Hal tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Eko Hartoyo dalam dakwaannya di sidang perdana yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Kecamatan Semarang Barat.

Sidang itu menghadirkan tiga terdakwa yakni Dr. Ir. Rachmad Gunadi, M.Si selaku Mantan Direktur Utama PT Pagilaran, Dr. Henry Yuliando, S.TP. MM. M.Agr selaku Kepala Subdirektorat Inkubasi di Direktorat Pengembangan Usaha dan Inkubasi (PUI) UGM, dan Dr. Hargo Utomo, M.B.A., M.Com selaku mantan Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi UGM.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jaksa Eko menjelaskan, kasus korupsi itu bermula dari pengadaan biji kakao untuk PUI UGM pada 2019 silam. PT Pagilaran yang merupakan anak usaha UGM, dipercaya menangani pengadaan ratusan ton kakao untuk program Cacao Teaching and Learning Industries (CTLI).

"Terdapat pembelian untuk jenis barang biji kakao sebesar jumlah 200.000 kg dengan harga Rp 37.000 per kg, ditotal sebesar Rp 7,4 miliar," kata Eko di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (23/10/2025).

ADVERTISEMENT

Namun, jaksa menyebut pengadaan tersebut fiktif. Terdakwa Rachmad Gunadi selaku pimpinan PT Pagilaran mengajukan pencairan dana meski barang belum dikirim.

Untuk mencairkan dana, Rachmad disebut membuat dokumen palsu berupa surat pengiriman dan nota timbang seolah-olah barang sudah diterima.

Aksi itu dilakukannya bersama Terdakwa Henry Yuliando dan Hargo Utomo yang berperan menyetujui dan memproses Surat Perintah Pembayaran tanpa melakukan pengecekan dokumen dan fakta yang sebenarnya.

"Tindakan para terdakwa merupakan perbuatan melawan hukum," tegas Jaksa Eko.

Akibat persekongkolan tersebut, uang negara tetap cair meski barang tak pernah ada. Berdasarkan hasil audit, perbuatan itu merugikan keuangan negara hingga Rp 6,72 miliar.

"Merugikan negara Rp6,72 miliar sesuai hasil penghitungan kerugian," ungkapnya.

Ketiga terdakwa kemudian dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atas dakwaan tersebut, Terdakwa Rachmad dan Hargo menyatakan akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Sementara Henry memilih langsung melanjutkan ke sidang pembuktian.




(aap/afn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads