Kuasa Hukum Mbak Ita Datangkan 2 Saksi Ahli, Harap Kliennya Dibebaskan

Kuasa Hukum Mbak Ita Datangkan 2 Saksi Ahli, Harap Kliennya Dibebaskan

Angling Adhitya Purbaya - detikJateng
Senin, 21 Jul 2025 20:33 WIB
Suasana sidang dugaan korupsi eks Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri, di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (21/7/2025).
Suasana sidang dugaan korupsi eks Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri, di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (21/7/2025). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng
Semarang -

Dua saksi ahli dihadirkan dalam kasus dugaan korupsi dengan terdakwa eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (Ita), dan suaminya, Alwin Basri. Kuasa hukum terdakwa pun merasa keduanya harus dibebaskan setelah ada pendapat dari dua ahli tersebut.

Para ahli tersebut adalah ahli Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum UI, Doktor Dian Puji Nugraha Simatupang dan ahli Hukum Pidana Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Mahrus Ali.

Kepada Dian, majelis hakim menanyakan terkait iuran kebersamaan yang dipungut dari para pegawai yang memperoleh tunjangan penghasilan dari upah pungut pajak. Perkara itu menjerat Ita dalam kasusnya. Hakim menanyakan uang yang disebut iuran kebersamaan dan digunakan untuk piknik, parcel, dan sebagainya itu masuk kategori uang negara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi kalau mengambilnya kepada Menkeu atau Sekda, maka itu uang negara. Dengan demikian, iuran kebersamaan tersebut telah berstatus sebagai uang para pegawai, bukan uang negara. Berarti dari para pegawai itu tidak ada kaitannya dengan uang yang dalam pengadaan pemerintah," jawab Dian di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (21/7/2025).

Dian juga menjelaskan untuk tanggung jawab pengelolaan keuangan, jika pejabat mendelegasikan dan memberi wewenang kepada pejabat di bawahnya, maka tanggung jawab sudah melekat kepada pejabat di bawahnya.

ADVERTISEMENT

"Kewenangan pimpinan di atas sudah berhenti ketika dia sudah mendelegasikan kepada pejabat di bawahnya. Jadi karena sudah didelegasikan, maka kewenangan ada di pejabat yang di bawahnya tersebut, maka kewenangan hukum diserahkan kepada pejabat yang telah diberi kewenangan atau telah ditunjuk tersebut," jelasnya.

Sementara itu ahli Hukum Pidana Unwahas, Mahrus Ali, mengatakan jaksa penuntut umum memberikan dakwaan kumulatif terhadap Ita dan Alwin. Maka semua dakwaan harus terbukti.

Dia menganalogikan dua orang bernama A dan B. Maka dalam persidangan harus dibuktikan antara A dan B sudah sepakat dalam penerimaan suap atau korupsi serta memiliki peran masing-masing. Dia juga menegaskan tidak bisa dengan istilah B merupakan representasi dari A.

"Jadi antara pemberi dengan penerima itu harus ada komunikasi yang baik. Harus ada kesamaan pendapat yang dibuktikan di persidangan. Kalau penerimanya dua, maka antara A dengan B itu harus terbukti dulu bahwa mereka sudah sepakat penerima dan ada pembagian peran masing-masing," ujarnya.

Kuasa Hukum Ita, Agus Nuruddin, berujar dengan adanya penjelasan dua kuasa hukum tersebut, dia berharap Ita dan Alwin dibebaskan. Menurutnya Ita tidak mengetahui apa yang diperbuat Alwin, begitu juga sebaliknya.

"Saksi ahli menerangkan bahwa dakwaan kumulatif maka semua harus dibuktikan. Kalau satu saja tidak terbukti, putusannya bebas. Tersangka satu dan dua harus ada komunikasi. Dalam fakta persidangan ternyata Mbak Ita tidak tahu apa yang dilakukan Alwin dan Alwin tidak tahu apa yang dilakukan Ita. Tidak ada meeting of minds. Representasi juga tidak bisa dijadikan dasar," ujar Agus.

"Harapannya bebas, keduanya," imbuhnya.

Agus juga menyebut uang iuran yang dikumpulkan PNS dalam perkara itu jika uang negara sesuai keterangan saksi ahli. Uang itu sudah menjadi uang pribadi.

"Ahli administrasi mengatakan bukan kas umum, kas itu yang dikendalikan oleh kementerian keuangan, ini kan pribadi, bukan uang negara," tegasnya.

Untuk diketahui, tim kuasa hukum Mbak Ita juga menghadirkan empat saksi meringankan, yaitu Suroso, orang yang mengetahui kegiatan Alwin, dan Nik Setiani seorang PNS Pemkot Semarang. Kemudian, ada saksi Marzuki dari kelompok tani Mijen Kota Semarang dan Ahmad Fuad selaku Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Semarang.

Para saksi itu menjelaskan sejumlah program yang berhasil berjalan saat Ita menjabat sebagai Wali Kota Semarang. Mereka menyebut banyak masyarakat yang mendapatkan manfaat dengan program Mbak Ita, salah satunya urban farming hingga pasar murah Pak Rahman.

Diketahui, Mbak Ita dan Alwin Basri terjerat kasus korupsi dalam 3 perkara. Saat ini kasus tersebut telah berjalan di persidangan.

Dalam perkara pertama, Mbak Ita dan Alwin diduga terlibat dugaan korupsi pada proyek pengadaan meja kursi fabrikasi SD pada Dinas Pendidikan Kota Semarang. Keduanya diduga menerima uang sebesar Rp 1,7 miliar.

Sedangkan dalam perkara kedua, Mbak Ita dan suaminya diduga terlibat dalam pengaturan pada proyek penunjukan langsung pada tingkat kecamatan. Alwin diduga menerima uang sebesar Rp 2 miliar.

Dan yang terakhir, perkara permintaan uang dari kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang. Keduanya menerima uang sebesar Rp 2,4 miliar.

Halaman 2 dari 2
(apu/apl)


Hide Ads