Uang 'Iuran Kebersamaan' ASN di Kasus Suap Eks Walkot Semarang Ita

Uang 'Iuran Kebersamaan' ASN di Kasus Suap Eks Walkot Semarang Ita

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 21 Apr 2025 23:40 WIB
Eks Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (21/4/2025).
Eks Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (21/4/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Sidang perdana eks Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri mengungkap adanya uang 'iuran kebersamaan' dari pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang untuk keduanya. Uang itu berasal dari insentif pemungutan pajak.

Iuran Kebersamaan

Hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rio Vernika Putra pada sidang perdana kasus dugaan korupsi Mbak Ita dan Alwin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang.

"Terdakwa sebagai Plt Walkot Semarang maupun Walkot Semarang, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara atau kepada kas umum yaitu menerima pembayaran 'iuran kebersamaan'," kata Rio dalam sidang, Senin (21/4/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menjelaskan, Mbak Ita dan suaminya didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN Pemkot Semarang.

"Dengan total keseluruhan Rp 3 miliar dengan rincian Terdakwa I menerima Rp 1,8 miliar dan Terdakwa II menerima Rp 1,2 miliar atau setidaknya sekitar jumlah itu," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Adapun, uang insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan itu sendiri merupakan penyisihan pendapatan para pegawai Bapenda Kota Semarang yang disebut sebagai 'iuran kebersamaan'. Awalnya, iuran itu akan digunakan untuk kebutuhan nonformal seperti kegiatan Dharma Wanita, rekreasi, bingkisan hari raya, hingga pembelian seragam batik.

Dalam dakwaan, Rio menguraikan, permintaan uang pertama dilakukan Mbak Ita pada Desember 2022 saat menolak menandatangani SK Wali Kota tentang alokasi insentif pajak atau tambahan penghasilan bagi ASN yang diajukan Kepala Bapenda Pemkot Semarang Indriyasari.

SK yang diserahkan Kepala Subbagian Perencanaan Produk Hukum, Endang Sri Rejeki itu ditolak Mbak Ita dengan alasan pembagian jatahnya lebih kecil dari Sekretaris Daerah (Sekda).

"Desember 2022 Indriyasari kembali menghadap Terdakwa I dengan membawa draft SK Tambahan Penghasilan Pegawai Triwulan VI 2022," jelasnya.

Indriyasari kemudian meyakinkan Mbak Ita bahwa tambahan penghasilan pegawai Bapenda nilainya di bawah Terdakwa I. Namun, ia tetap kurang puas saat mengetahui nilai nominal yang diajukan.

"Atas penyampaian Indriyasari, Terdakwa I menyampaikan kalimat 'kok sak mono' (kok hanya segitu)," ujarnya.

Indriyasari kemudian menjelaskan, pegawai Bapenda telah mengumpulkan dana 'iuran kebersamaan' sebagai sebesar Rp 800-900 juta. Ia menuliskan nominal itu di secarik kertas.

"Selanjutnya Terdakwa I menuliskan angka '300' yang dimaksud adalah Terdakwa meminta uang Rp 300 juta dari 'iuran kebersamaan' tersebut," tuturnya.

Permintaan itu disepakati para kepala bidang di Bapenda dan direalisasikan. Uang sebesar Rp 300 juta diserahkan langsung ke ruang kerja Mbak Ita pada akhir Desember 2022.

Kejadian serupa kembali terjadi pada triwulan berikutnya. Pada Maret dan April 2023, Mbak Ita kembali menandatangani SK insentif dengan imbalan Rp 300 juta dari dana 'iuran kebersamaan'.

"Januari 2024, Indriyasari yang menghadap untuk menyerahkan uang, namun Terdakwa I menyampaikan kalimat 'ngko sik' (nanti dulu) yang maksudnya ditunda dulu penyerahan uang kepada Terdakwa I dan Terdakwa II karena ada informasi KPK sedang mengadakan penyelidikan di Kota Semarang," paparnya.

Selain penerimaan yang bersumber dari 'iuran kebersamaan' yang diterima langsung Mbak Ita dan Alwin, keduanya juga menerima uang dari 'iuran kebersamaan' untuk kepentingan keduanya.

Uang itu digunakan untuk membiayai Lomba Masak Nasi Goreng Khas Mbak Ita yang menghabiskan Rp 222 juta serta konser di Simpang Lima yang mengundang Denny Caknan dengan menghabiskan Rp 161 juta.

Gratifikasi Proyek 16 Kecamatan

Tak cukup sampai di situ, Mbak Ita dan Alwin juga didakwa menerima gratifikasi dengan total Rp 2,24 miliar, yang juga diterima Martono. Uang itu merupakan pekerjaan proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung.

"Jumlah keseluruhan Rp 2,24 miliar dengan rincian Terdakwa I dan Terdakwa II menerima Rp 2 miliar dan Martono menerima Rp 245 juta," jelasnya.

"(Uang Rp 2,24 miliar) Dari Suwarno, Gatot Sunarto, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo, Sapta Marnugroho, Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, dan Damsrin," imbuh dia.

Diketahui, Mbak Ita dan Alwin didakwa menerima uang suap dan gratifikasi dengan total kurang lebih Rp 9 miliar. Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.




(rih/rih)


Hide Ads