Mbak Ita Menangis di Persidangan, Bantah Terima Suap Proyek Pemkot Semarang

Mbak Ita Menangis di Persidangan, Bantah Terima Suap Proyek Pemkot Semarang

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 23 Jul 2025 16:08 WIB
Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu keluar dari ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Rabu (23/7/2025).
Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu keluar dari ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Rabu (23/7/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita tak kuasa menahan tangis saat memberikan kalimat penutup di persidangan dalam agenda pemeriksaannya sebagai terdakwa. Ia menyampaikan penyesalan dan permohonan maaf atas kasus korupsi yang menjeratnya.

Momen itu terjadi saat agenda Mbak Ita dan Alwin Basri diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus korupsi di lingkungan Pemkot Semarang. Ketua majelis hakim Gatot Sarwadi memberi para terdakwa menyampaikan kalimat penutup.

"Kami sudah bersikap independen. Tapi di sisi lain, Yang Mulia juga tahu kehidupan pribadi saya memang terpisah," kata Ita sambil menangis di hadapan majelis hakim, di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Rabu (23/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengaku banyak fakta yang baru diketahuinya selama proses persidangan berlangsung, termasuk soal aliran suap dari proyek penunjukan langsung dan pengadaan meja-kursi SD. Dari tiga kasus yang menjeratnya, Ita hanya mengakui terkait pemberian uang dari iuran ASN Bapenda Semarang yang biasa disebut iuran kebersamaan.

"Mungkin hanya satu yang saya tahu, yaitu menerima uang dari Bapenda. Tapi itu adalah tradisi," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Ita menegaskan, selama ini ia hanya ingin memberikan yang terbaik untuk Kota Semarang, bahkan membawa kota itu ke level internasional. Ia pun meminta maaf karena telah terjerat kasus dugaan korupsi.

"Selama ini saya berusaha membuat Kota Semarang menjadi baik dan menjadi kota go internasional. Saya minta maaf kalau ternyata seperti ini yang terjadi, sehingga saya banyak belajar dari kasus ini," katanya dengan suara lirih.

Ita juga mengaku baru kali ini mengetahui adanya uang-uang yang diterima Alwin maupun uang iuran kebersamaan pegawai Bapenda yang digunakan untuk membiayai artis Denny Caknan. Ia sesekali mengusap air matanya dengan tisu saat mengucap kalimat penutupnya.

Sedangkan, Alwin memilih tidak bicara saat majelis hakim menawarinya untuk memberikan kalimat penutup. Sidang langsung ditutup dan akan kembali dibuka pekan depan dengan agenda tuntutan.

Didakwa Terima Suap-Gratifikasi

Diketahui, dalam kasus ini Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri didakwa oleh jaksa KPK melakukan korupsi Rp 8,7 miliar. Keduanya didakwa terkait suap dan gratifikasi atas tiga perkara berbeda.

Pada dakwaan pertama Hevearita dan Alwin Basri didakwa menerima suap Rp 2 miliar dari proyek pengadaan barang dan jasa yang diberikan oleh Direktur PT Chimader 777, Martono dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar. Peristiwa itu terjadi dalam periode akhir 2022 hingga 2023.

Pada dakwaan kedua, Mbak Ita dan Alwin didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN Pemkot Semarang. Keduanya disebut menerima total Rp 3 miliar.

Selanjutnya dalam dakwaan ketiga, terdakwa Mbak Ita dan Alwin didakwa menerima gratifikasi dengan total Rp 2,24 miliar, yang juga diterima terdakwa Martono (kontraktor). Uang tersebut merupakan pekerjaan proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung.

"Jumlah keseluruhan Rp 2,24 miliar dengan rincian Terdakwa I dan Terdakwa II menerima Rp 2 miliar dan Martono menerima Rp 245 juta," kata jaksa Rio Vernika Putra dalam sidang dakwaan, Senin (21/4).

Dalam tiga kasus itu, Mbak Ita dan Alwin pun menerima uang suap dan gratifikasi dengan total Rp 8,7 miliar. Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.




(afn/apl)


Hide Ads