Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyani, jadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri. Ia mengaku sempat diminta mangkir dari pemeriksaan KPK.
Indriyasari alias Iin menjelaskan hal itu saat menjadi saksi di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat. Iin mengatakan, ada pemeriksaan KPK pada 30 Januari 2024.
Sehari sebelum pemeriksaan itu, ia sempat bertemu Iswar Aminuddin yang saat itu menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang. Saat itu ia mengetahui akan adanya pemeriksaan KPK dan sempat bertemu dengan Ita serta kepala organisasi perangkat daerah (OPD).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya ketemu Pak Iswar, katanya ada undangan dari KPK, katanya ada pemeriksaan, ternyata pemeriksaan tanggal 30 Januari," kata Iin di Tipikor Semarang, Senin (30/6/2025).
Saat di ruang transit Iin dan Iswar bertemu dengan Ita dan kepala OPD, ia mengaku ada pembahasan soal pemeriksaan KPK.
"Kemudian tanggal 30 Januari ada undangan KPK, tapi 07.30 WIB pagi saya ditelepon staf wali kota katanya ada rapat, terus saya langsung merapat ke ruang wali kota, di situ sudah ada Pak Binawan. Pak Binawan menyampaikan, 'Bu, kita nggak usah hadir gimana?'," ungkapnya.
"Ternyata dari Bu Ita menyampaikan, 'Mbak, ora usah teko (tidak usah hadir) penyelidikan, ini sudah dikondisikan semua'. Kemudian saya disuruh pergi ke luar kota dengan beberapa teman dari Bapenda," lanjutnya.
Akhirnya, Iin dan beberapa pegawai Bapenda pun pergi ke Surabaya. Namun di tengah perjalanan, ia mengaku ditelepon pegawai Bapenda, Binawan, untuk meminta izin kepada KPK terlebih dahulu.
Usai meminta izin, tim penyidik KPK kemudian menjawab akan mengagendakan pemeriksaan lain di Jakarta. Mengetahui hal itu, Iin menyebut dirinya merasa takut sehingga kembali ke Kota Semarang untuk menghadiri pemeriksaan.
"Karena takut saya balik. Jadi saya nggak jadi ke luar kota dan Pak Binawan juga balik lagi, saya suruh balik semuanya ke Semarang, tapi ada beberapa orang Bapenda yang tetap melanjutkan, yang tidak dapat undangan pemeriksaan tetap lanjut ke Surabaya," terangnya.
Sesampainya di Kota Semarang, Iin kemudian diminta kumpul ke balai kota untuk menjalani pemeriksaan bersama dua pegawai Bapenda lainnya. Pemeriksaan dilakukan sejak pukul 09.00 WIB hingga 20.00 WIB.
"Waktu di KPK ditanya mekanisme tupoksi, upah pungut, saya sama-sama diperiksa dengan Pak Binawan dan Pak Wido. Saya mendengarkan Pak Binawan dan Pak Widodo ditanya-tanya. Tapi saya hanya disuruh mendengarkan saja sampai mereka selesai pemeriksaan. Baru setelah itu saya diperiksa," paparnya.
Sebelumnya diberitakan, jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK, Rio Vernika mengungkap adanya uang 'iuran kebersamaan' dari pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang untuk Mbak Ita dan Alwin. Uang itu berasal dari insentif pemungutan pajak.
"Terdakwa sebagai Plt Walkot Semarang maupun Walkot Semarang, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara atau kepada kas umum yaitu menerima pembayaran 'iuran kebersamaan'," kata Rio dalam sidang di Tipikor Semarang, Senin (21/4/2025).
Ia menjelaskan, Mbak Ita dan suaminya didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN Pemkot Semarang.
"Dengan total keseluruhan Rp 3 miliar dengan rincian Terdakwa I menerima Rp 1,8 miliar dan Terdakwa II menerima Rp 1,2 miliar atau setidaknya sekitar jumlah itu," ungkapnya.
Adapun uang insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan itu merupakan penyisihan pendapatan para pegawai Bapenda Kota Semarang yang disebut sebagai 'iuran kebersamaan'. Awalnya iuran itu akan digunakan untuk kebutuhan nonformal seperti kegiatan Dharma Wanita, rekreasi, bingkisan hari raya, hingga pembelian seragam batik.
Permintaan penyisihan uang iuran kebersamaan yang disampaikan Mbak Ita kemudian disepakati para kepala bidang di Bapenda dan direalisasikan. Uang sebesar Rp 300 juta diserahkan langsung ke ruang kerja Mbak Ita pada akhir Desember 2022.
Kejadian serupa kembali terjadi pada triwulan berikutnya. Pada Maret dan April 2023, Mbak Ita kembali menandatangani SK insentif dengan imbalan Rp 300 juta dari dana 'iuran kebersamaan'.
"Januari 2024, Indriyasari yang menghadap untuk menyerahkan uang, namun Terdakwa I menyampaikan kalimat 'ngko sik' (nanti dulu) yang maksudnya ditunda dulu penyerahan uang kepada Terdakwa I dan Terdakwa II karena ada informasi KPK sedang mengadakan penyelidikan di Kota Semarang," paparnya.
(ahr/dil)