Sidang dugaan korupsi Eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, menghadirkan saksi Kepala Subbidang Perimbangan Bapenda Kota Semarang, Heni Arustiati. Ia mengungkap uang iuran kebersamaan untuk Ita dibungkus kado.
Hal itu ia sampaikan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Kecamatan Semarang Barat. Ada enam saksi termasuk Heni yang dihadirkan dalam persidangan hari ini. Keenam saksi itu merupakan ASN di Bapenda Kota Semarang.
Awalnya ketua majelis hakim Gatot Sarwadi bertanya apakah dirinya mengetahui jika iuran kebersamaan pernah disetorkan kepada Ita dan Alwin. Heni mengaku mengetahui hal tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Tahu dari mana?) Waktu saya masuk ke ruangan (Bu Syarifah), kebetulan ruang saya dekat dengan ruangan Bu Syarifah," kata Heni di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (2/7/2025).
"(Bu Syarifah) Pas sedang bungkus kado. (Kado apa?) Kado berisi uang. (Berapa yang diserahkan?) Ro 300 juta," sambungnya.
Heni juga menyebut pernah mengetahui bahwa uang iuran kebersamaan juga disetorkan kepada Alwin Basri, mantan Ketua TP PKK Kota Semarang.
"Kebetulan saya juga pernah tahu (uang untuk Alwin Basri). Karena saya masuk ruangan, beliau (Bu Syarifah) dipanggil Bu Iin untuk menyerahkan itu. Kata Bu Syarifah Rp 200 juta," ujar dia.
Uang tersebut, kata Heni, berasal dari iuran kebersamaan pegawai Bapenda Kota Semarang yang dikumpulkan setiap triwulan. Heni ikut menyetor melalui atasannya.
"Dikumpulkan kepada Bu Syarifah, Kabid saya. Untuk piknik, Jumat berkah, pengajian, santunan ke keluarga yang meninggal, Lebaran," jelasnya.
Heni juga menyebut, Alwin sempat meminta agar uang yang disetor kepadanya disamakan dengan nominal yang diberikan kepada Ita.
"Iya pernah, waktunya tidak tahu," ucap dia.
Jaksa Penuntut Umum dari KPK, Rio Vernika lalu memperlihatkan foto bentuk kado yang dimaksud Heni. Tampak ada bungkusan yang dibalut kertas batik. Heni membenarkan foto itu.
Saat ditanya Kuasa Hukum Ita dan Alwin, Agus Nurudin, Heni menyebut uang untuk Alwin dibungkus dengan kantong kertas (paper bag).
"Saya melihat yang dibungkus untuk Bu Ita saja. Kalau Pak Alwin saya lihat Bu Syarifah mengambil bungkusan paper bag untuk dibawa ke Bu Iin," kata Heni.
Sementara itu, saat diberi kesempatan untuk bertanya, Ita memastikan apakah bungkusan diberikan kepadanya sekitar Desember 2022. Namun Heni mengaku lupa.
Sebelumnya diberitakan, JPU dari KPK, Rio Vernika mengungkap adanya uang 'iuran kebersamaan' dari pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang untuk Mbak Ita dan Alwin. Uang itu berasal dari insentif pemungutan pajak.
"Terdakwa sebagai Plt Walkot Semarang maupun Walkot Semarang, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara atau kepada kas umum yaitu menerima pembayaran 'iuran kebersamaan'," kata Rio dalam sidang di Tipikor Semarang, Senin (21/4/2025).
Rio menjelaskan, Mbak Ita dan suaminya didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN Pemkot Semarang.
"Dengan total keseluruhan Rp 3 miliar dengan rincian Terdakwa I menerima Rp 1,8 miliar dan Terdakwa II menerima Rp 1,2 miliar atau setidaknya sekitar jumlah itu," ungkapnya.
Adapun uang insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan itu merupakan penyisihan pendapatan para pegawai Bapenda Kota Semarang yang disebut sebagai 'iuran kebersamaan'. Awalnya, iuran itu akan digunakan untuk kebutuhan nonformal seperti kegiatan Dharma Wanita, rekreasi, bingkisan hari raya, hingga pembelian seragam batik.
Permintaan penyisihan uang iuran kebersamaan yang disampaikan Mbak Ita kemudian disepakati para Kepala Bidang di Bapenda dan direalisasikan. Uang sebesar Rp 300 juta diserahkan langsung ke ruang kerja Mbak Ita pada akhir Desember 2022.
Kejadian serupa kembali terjadi pada triwulan berikutnya. Pada Maret dan April 2023, Mbak Ita kembali menandatangani SK insentif dengan imbalan Rp 300 juta dari dana 'iuran kebersamaan'.
"Januari 2024, Indriyasari yang menghadap untuk menyerahkan uang, namun Terdakwa I menyampaikan kalimat 'ngko sik' (nanti dulu) yang maksudnya ditunda dulu penyerahan uang kepada Terdakwa I dan Terdakwa II karena ada informasi KPK sedang mengadakan penyelidikan di Kota Semarang," paparnya.
(dil/afn)