Pendapat Pakar UGM Tentang Tradisi Rebo Wekasan

Pendapat Pakar UGM Tentang Tradisi Rebo Wekasan

Jauh Hari Wawan S - detikJateng
Selasa, 20 Sep 2022 21:19 WIB
Universitas Gadjah Mada UGM
Universitas Gadjah Mada (UGM). Foto: Getty Images/Harry Allan Papendang
Yogyakarta -

Rebo Wekasan menjadi salah satu tradisi yang hingga saat ini masih bisa dijumpai di tengah masyarakat. Rebo Wekasan berarti hari Rabu terakhir di bulan Safar, sementara Safar merupakan bulan kedua dalam kalender Hijriah.

Begini pendapat pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) terkait tradisi Rebo Wekasan.

"Rebo Wekasan itu Rabu terakhir di bulan Safar. Tahun ini jatuh di tanggal 21 September besok," kata Plt Kepala Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) UGM, M Anggri Setiawan, saat ditemui di UGM, Selasa (20/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tradisi ini bermula dari kepercayaan masyarakat Islam dahulu yang konon menganggap bulan Safar sebagai bulan pembawa sial. Lalu hari Rabu terakhir di bulan Safar konon dipercaya sebagai sumber datangnya penyakit dan marabahaya.

"Rebo Wekasan ini di mana di situ para ulama para leluhur kita mengingatkan bahwa di hari itu akan diturunkan marabahaya yang jumlahnya ratusan ribu," jelasnya.

ADVERTISEMENT
Plt Kepala Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) UGM, M Anggri Setiawan, saat ditemui di UGM, Selasa (20/9/2022).Plt Kepala Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) UGM, M Anggri Setiawan, saat ditemui di UGM, Selasa (20/9/2022). Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJateng

Tradisi ini, lanjut Anggri, sudah ada sejak lama. Bahkan ada yang menyebut di zaman Wali Songo pun sudah ada tradisi ini.

"Sudah sejak dari keraton kasultanan pun sudah ada. Sudah ada sejak zaman wali songo dulu," ucapnya.

Lebih lanjut, sebagian besar rangkaian tradisi dan amalan yang dilakukan umumnya bersifat tolak bala. Mulai dari zikir bersama, berbagi makanan baik dalam bentuk gunungan maupun selamatan, hingga salat sunah tolak bala.

"Ya intinya kita lebih mengingat kepada Gusti Pangeran kepada Sang Pencipta, bentuknya macem-macem bisa salat bisa puasa bisa sedekah yang paling bisa dilaksanakan semua sedekah ini," ucapnya.

Mitos

Di sisi lain, Anggri ingin menghapus stigma bulan sial ini. Menurutnya, hal itu hanya mitos belaka.

Adanya hal ini, menurut Anggri merupakan sebagai pengingat bagi manusia agar beriman kepada Tuhan yang Maha Esa.

"Bukan satu bulan yang dianggap satu bulan kesialan, bukan ya. Itu harus dihapus istilah bulan pembawa sial itu tidak ada. Semua bulan itu baik," tegasnya.

"Pengingat harus sadar setiap saat. Eling lan waspada," sambungnya.

Selengkapnya di halaman selanjutnya...

Sementara itu, Plt Kepala Pusat Studi Kebudayaan (PSB) UGM Sri Ratna Saktimulya menambahkan,Rebo Wekasan juga menjadi ungkapan rasa syukur manusia. Dia juga mengingatkan di momen Rebo Wekasan ini, manusia kembali untuk peduli ke lingkungan.

Plt Kepala Pusat Studi Kebudayaan (PSB) UGM Sri Ratna Saktimulya, Selasa (20/9/2022).Plt Kepala Pusat Studi Kebudayaan (PSB) UGM Sri Ratna Saktimulya, Selasa (20/9/2022). Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJateng

"Kalau kita peduli lingkungan peduli pada diri dan sesama ya nanti ya itu salah satu hamemayu hayuning bawono kapurbo dining manungso. Bahwa keselamatan untuk mempercantik bumi ciptaan Tuhan itu dilaksanakan dengan dilakukan oleh manusia," kata Sakti.

"Bahwa rasa syukur ini ditumbuhkan terus supaya menjadi kekuatan. Tanpa ada rasa syukur kita menjadi sangat lemah. Ketika kita bersyukur energi itu akan tumbuh," imbuhnya.

Halaman 2 dari 2
(rih/ahr)


Hide Ads