Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan di Boyolali berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) disebut terbesar di Jawa Tengah (Jateng), yaitu mencapai 20,19 persen. Dinas Koperasi dan Tenaga Kerja (Dinkopnaker) Boyolali pun mengungkapkan datanya.
Dibeberkan Rizky, dari bulan Januari sampai Agustus 2024, data PHK di Kabupaten Boyolali total sebanyak 7.783 orang dalam enam jenis PHK. Paling banyak yang mengundurkan diri sejumlah 4.636 orang.
Kemudian yang di-PHK perusahaan terdapat 2.250 karyawan. Selain itu, juga karena meninggal dunia ada 11 orang, kontrak habis 397 orang, pensiun 29 orang, dan tidak teridentifikasi 460 orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Data yang masuk ke kami, PHK keseluruhan baik karena perusahaan maupun pekerja itu ada 7.783. Yang mengundurkan diri ada 4.636. Kemudian yang di-PHK perusahaan itu 2.250," ungkap Mediator Hubungan Industrial dan Jamsostek, Bidang Hubungan Industrian, Dinkopnaker Boyolali, Rizky Amalia, kepada wartawan ditemui di kantornya, Rabu (2/10/2024).
"Ada 2.250 karyawan yang di-PHK perusahaan, kebanyakan perusahaan garmen. Karena memang sebagian besar penyerapan tenaga kerja di Boyolali ini adalah garmen. Garmen itu bisa 96 persen sendirinya PHK-nya," kata lanjutnya.
Ada 15 perusahaan yang melakukan PHK terhadap karyawannya. Mulai dari perusahaan minimarket modern, bank BPR hingga pabrik garmen. Namun, paling banyak dari perusahaan garmen.
Sedangkan alasan perusahaan melakukan PHK karyawannya, lanjut Rizky, juga berbagai macam. Ada sekitar 15 alasan, antara fail probation atau gagal masa percobaan, efisiensi perusahaan, evaluasi kinerja, karyawan kabur, keluar, melakukan pelanggaran, perusahaan yang terus merugi hingga karena perusahaan tutup.
"Yang out (keluar) itu ada 796. Kemudian yang kabur ada 693 orang. Karena perusahaan tutup itu ada satu yaitu perusahaan garmen, ada 254 karyawan (di-PHK)," kata dia.
"Jadi memang turnover dari pekerja ini tinggi di Boyolali. Mereka itu kabur, tidak ada keterangan, jadi pada akhirnya di-PHK sama perusahaan," imbuh dia.
Sekretaris Dinkopnaker Boyolali, Sutrisno, menambahkan karyawan yang di-PHK tersebut belum tentu terus tidak bekerja. Namun kemungkinan bekerja di perusahaan lain.
"Jadi yang di PHK itu belum tentu terus tidak bekerja, kalau dia lari, mangkir, mungkin dia melamar di (perusahaan) tempat lain, terus diterima dan itu faktanya kami sendiri sok dimintai bantuan pingin kerja di sana. Ternyata anak itu sudah bekerja di tempat lain, pingin masuk (pindah)," kata Sutrisno.
"Maka, kalau PHK dalam arti negatif saya pikir tidak. Justru karena pilihannya banyak, mereka itu terus melamar di tempat lain diterima akhirnya mangkir atau melarikan diri itu tadi," sambung Sutrisno.
Kabid Pelatihan Kerja, Nurul, menambahkan, jumlah lowongan kerja di Boyolali cukup banyak. Pihaknya sering dimintai perusahaan untuk mencarikan tenaga kerja.
Disampaikannya, data dari bulan Januari sampai Juli 2024 jumlah pencari kerja terdaftar di Boyolali sebanyak 3.680 orang. Sedangkan lowongan kerja yang dibuka sejumlah 5.793.
Diberitakan sebelumnya, sejak Januari hingga akhir Agustus 2024, ada 8.231 tenaga kerja di Jawa Tengah (Jateng) yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan 3.719 tenaga kerja yang dirumahkan.
"Dari Januari, tercatat sampai dengan akhir Agustus, sebesar 11.950 dengan rincian yang PHK sebesar 8.231 orang dan yang dirumahkan 3.719 orang," kata Kabid Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Disnakertrans Jateng, Ratna Dewajati di kantornya, Selasa (1/10/2024).
Ratna mengatakan data tersebut berbeda dengan rilis dari Kementerian Ketenagakerjaan yang menyebut PHK di Jateng mencapai 14.767. Sebab, kemungkinan masih ada PHK yang belum tercatat dan data PHK pada September 2024 belum dilaporkan.
"Angka ini paling banyak di Boyolali ada 20,19 persen. Kemudian di Pekalongan 15,41 persen, di Kota Semarang 13,79 persen, Purbalingga 9,23 persen, dan di Pemalang 7,92 persen. Lima besarnya itu," ujar Ratna.
Lebih lanjut, Ratna menyebutkan PHK paling banyak terjadi di sektor industri tekstil dan garmen.
(cln/ams)