Sejak Januari hingga akhir Agustus 2024, ada 8.231 tenaga kerja di Jawa Tengah (Jateng) yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan 3.719 tenaga kerja yang dirumahkan. Data itu disampaikan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jateng hari ini.
"Dari Januari, tercatat sampai dengan akhir Agustus, sebesar 11.950 dengan rincian yang PHK sebesar 8.231 orang dan yang dirumahkan 3.719 orang," kata Kabid Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Disnakertrans Jateng, Ratna Dewajati di kantornya, Selasa (1/10/2024).
Ratna mengatakan, data tersebut berbeda dengan rilis dari Kementerian Ketenagakerjaan yang menyebut PHK di Jateng mencapai 14.767. Sebab, kemungkinan masih ada PHK yang belum tercatat dan data PHK pada September 2024 belum dilaporkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Angka ini paling banyak di Boyolali ada 20,19 persen. Kemudian di Pekalongan 15,41 persen, di Kota Semarang 13,79 persen, Purbalingga 9,23 persen, dan di Pemalang 7,92 persen. Lima besarnya itu," ujar Ratna.
Lebih lanjut, Ratna menyebutkan PHK paling banyak terjadi di sektor industri tekstil dan garmen.
"Memang mereka itu terdampak adanya geopolitik, perang Ukraina. Jadi bahan baku tekstil itu kan impor, kalau impor membutuhkan waktu lama," jelasnya.
Ratna menjelaskan, perang Ukraina juga berimbas pada biaya produksi semakin membengkak. Di sisi lain, dia juga menyebut ada efek penurunan order karena imbas dari hubungan antara Amerika dengan Cina yang sedang kurang baik.
Ratna bilang, Amerika memberlakukan larangan bahan baku yang diproduksi dengan kerja paksa Xinjiang sesuai aturan Undang-Undang Perlindungan Kerja Paksa Uighur (UFLPA).
Sementara itu sektor industri tekstil banyak yang sudah ketergantungan dengan Cina lantaran bahan bakunya yang murah.
"Adanya hubungan yang tidak baik-baik saja antara Cina dan Amerika itu ternyata juga memengaruhi pada produk. Ordernya turun," ucap Ratna.
Ratna menambahkan, adanya PHK bukan hanya karena pihak perusahaan melakukan efisiensi. PHK juga dapat dikarenakan oleh kontrak yang sudah selesai, pensiun, mengundurkan diri, penggabungan perusahaan, atau meninggal.
Jateng Penyumbang PHK Terbanyak
Dilansir detikFinance, Kamis (26/9), jumlah orang yang kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat di tahun ini. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), jumlahnya sepanjang Januari sampai 26 September 2024 hampir mencapai 53.000 orang.
"Total PHK per 26 September 2024 52.993 tenaga kerja. (Dibandingkan periode yang sama tahun lalu) meningkat," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri kepada detikcom Kamis (26/9).
Lebih rinci dijelaskan bahwa PHK didominasi di sektor pengolahan sebanyak 24.013 orang. Kemudian disusul aktivitas jasa lainnya sebanyak 12.853 orang, serta di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebanyak 3.997 orang.
PHK tersebut paling banyak berlokasi di Jawa Tengah yakni 14.767 orang. Disusul Banten 9.114 orang dan DKI Jakarta 7.469 orang.
Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mewanti-wanti pemerintah terkait adanya gelombang pengangguran ke depan. Hal itu dinilai perlu diwaspadai seiring terjadinya peningkatan PHK.
Baca juga: 3 Provinsi Penyumbang PHK Terbanyak |
Said mengatakan PHK utamanya terjadi di sektor tekstil dan pekerja paruh waktu (part time). Kondisi itu perlu diwaspadai agar tingkat pengangguran terbuka sesuai target sasaran di level 4,5-5% pada 2025.
"Banggar meminta pemerintah mencermati beberapa hal penting, antara lain, pemerintah perlu mewaspadai gelombang pengangguran akibat pemutusan kerja yang terjadi sepanjang Januari 2024 sebanyak 32.064 pekerja dan hampir separuhnya di sektor tekstil. Tren pengangguran juga meningkat pada kelompok pekerja paruh waktu," kata Said dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI, Kamis (19/9).
(dil/apl)