Menjelang perayaan Hari Raya Imlek 2024, perajin lampion mulai kebanjiran pesanan. Membeludaknya pesanan bahkan membuat para perajin memberdayakan masyarakat sekitar.
Salah satu toko lampion di Kota Solo yang ikut kebanjiran pesanan, yaitu Toko Istana Lampion yang terletak di daerah Widuran, Jalan Arifin, Kecamatan Jebres, Kota Solo. Saat detikJateng memasuki toko, tampak pesanan lampion berwarna merah menumpuk di rak toko kecil itu.
Pemiliknya adalah Marbeno Deka Marimba (21), mahasiswa manajemen STIE Surakarta yang merupakan generasi kedua dari keluarga perajin lampion di Kota Solo. Saat ditemui di tempat produksi lampion yang terletak di Cemani, Kabupaten Sukoharjo, ia tengah mengerjakan lampion naga berukuran 4,3 x 3,6 meter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini lagi buat naga, 4,3 meter tingginya, lebarnya 3,6 meter. Sudah (dibuat) 2 minggu 4 hari," ungkap Beno saat ditemui detikJateng di rumahnya yang sekaligus menjadi tempat produksi lampion, Jumat (26/1/2024).
Di halaman rumah seukuran 4x2 meter yang berada di tengah gang kecil itu, ada sekitar 4 perajin yang tengah mengerjakan lampion naga raksasa. Mereka tampak lihai menempel kain putih berbahan parasut pada kawat yang sudah diatur sedemikian rupa agar berbentuk naga.
Mahasiswa semester 5 itu pun bercerita bahwa ia tengah melanjutkan usaha milik ayahnya yang sudah ada sejak 2009. Sudah mengikuti usaha lampion selama sekitar 15 tahun, Beno pun sudah menguasai pembuatan lampion mulai dari proses awal hingga akhir yaitu finishing.
"Awal mulanya kita melihat di daerah Purwakarta, di Chinese Town itu, kita tertarik untuk membuat lampion sendiri, local pride dari tahun 2009," tutur Beno yang bercerita awal mula ayahnya menggeluti usaha pembuatan lampion.
Beno mengatakan, para pekerja dalam 1 harinya bisa membuat sekitar 8 lampion kecil sincia yang berwarna merah. Namun untuk lampion karakter seperti karakter naga raksasa yang ia banderol seharga Rp 40 juta itu, bisa menghabiskan waktu hingga 3 minggu.
"Kesulitannya itu dari bahan kain yang pemotongannya beda-beda, lem yang warnanya harus tidak terlihat. Itu kesulitan kita dari beberapa waktu ke belakang," tutur Beno.
Pesanan lampion sendiri sudah mulai berdatangan sejak November akhir, karena bertepatan pula dengan perayaan Natal dan Tahun Baru. Berkah itu kemudian berlanjut, hingga perayaan Imlek 2024.
Pria kelahiran 2002 itu mengungkapkan, untuk lampion yang paling banyak dipesan adalah lampion sincia, atau lampion merah yang kini sudah ramai terpasang di Balai Kota Solo hingga sekitar Pasar Gede. Karena naga kayu menjadi shio tahun ini, lampion naga juga mulai jadi incaran dan banyak digarap para perajin untuk dikirim ke Jakarta.
![]() |
Beno menuturkan, pesanan tahun ini pun tampak lebih meningkat dari tahun sebelumnya. Terlebih untuk pesanan lampion berbentuk karakter, yang baru ia pelajari sejak 2015 silam.
"Kita untuk tahun ini lebih fokus ke karakter, jadi memang lebih banyak tahun ini, karena kita tambah jenis juga. Omzetnya juga sudah lebih tinggi dari tahun kemarin," terang Beno.
"Per lampion itu kita harganya dari Rp 13.500 untuk lampion. Kalau untuk lampion bola, untuk Imlek ini kita jual paling mahal Rp 300.000, itu lampion yang berbentuk seperti bawang, tapi lebih pipih. Itu kita kirim ke Jakarta," sambungnya.
Saat pertama membuka usaha pembuatan lampion, kata Beno, hanya ada 3 pekerja. Karena pesanan mulai membeludak, Beno pun menambah pekerja di tokonya. Ia meminta tolong kepada masyarakat di sekitar tempat produksinya untuk ikut bekerja bersama menggarap pesanan lampion.
Tahun ini, sudah ada 7 pekerja yang menggarap pesanan-pesanan lampion. Hal itu pun menurutnya bisa menjadi berkah bagi masyarakat sekitar. Per harinya, mereka bisa mendapat penghasilan mulai dari Rp 85.000 hingga Rp 150.000.
"Kita kan juga ngasih pekerjaan juga ke tetangga. Jadi tidak hanya pekerja dari kita saja, tapi dari tetangga juga kita minta tolong untuk bersama-sama membuat ini (lampion)," tutur Beno.
Mendekati perayaan Imlek, Beno sendiri sudah mendapat puluhan pesanan. Sebagian besar pesanan datang dari hotel, mal, atau individu. Tak hanya dari Kota Solo, tapi juga dari luar Kota Solo. Dalam sehari, ada sekitar 30 lampion yang bisa diproduksi 3-4 orang pekerja.
"Kalau omzet itu yang pasti sudah puluhan juta. Kita ramai waktu Lebaran, Agustusan, Nataru, itu banyak. Atau custom-custom unik dari villa, itu sering juga," ungkap Beno.
(aku/rih)