Benteng Stelsel Klaten, Jejak Kompeni Persempit Ruang Gerak Diponegoro

Benteng Stelsel Klaten, Jejak Kompeni Persempit Ruang Gerak Diponegoro

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Minggu, 29 Jun 2025 14:19 WIB
Sisa bangunan diduga benteng stelsel Andong di Jogonalan-Gantiwarno. Foto diunggah Minggu (29/6/2025).
Sisa bangunan diduga benteng stelsel Andong di Jogonalan-Gantiwarno. Foto diunggah Minggu (29/6/2025). (Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng)
Klaten -

Perang Diponegoro yang berkecamuk tahun 1825-1830 meninggalkan banyak jejak sejarah di wilayah Kabupaten Klaten. Salah satu peninggalan Perang Besar Jawa (De Java Oorlog) itu adalah keberadaan benteng stelsel yang didirikan Kompeni untuk menghadapi Diponegoro.

Penelusuran detikJateng, salah satu yang diduga benteng stelsel Kompeni dan masih tersisa ada di Kecamatan Jogonalan, Klaten. Benteng tersebut berada di tengah persawahan antara Desa Rejoso, Kecamatan Jogonalan dan Baturan, Kecamatan Gantiwarno.

Bangunannya hanya tersisa reruntuhan tembok dilingkupi semak belukar. Sebagian temboknya masih berdiri di sisi timur dekat sungai kecil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari jalan desa bangunan itu lebih tinggi sekitar 1 meter dari sawah. Dari jarak 20 meter masih terlihat pilar tembok dengan dua pintu berbentuk lengkungan setebal sekitar 80 sentimeter.

Di sisi utara bangunan terdapat pondasi batu bata dengan lebar 1 meter. Dari sisi timur, lengkungan bangunan terlihat jelas dan terdapat semacam lorong kecil di depan pintu melengkung itu.

ADVERTISEMENT

Warga setempat, Kardiyo (68) mengatakan, dari cerita para sesepuh bangunan itu dulu milik Kompeni Belanda. Sepeninggal Belanda, bangunan itu pernah difungsikan untuk tempat pewarnaan kain.

"Dulu terakhir dipakai untuk medel (mewarnai kain). Itu dulu (menunjuk tanah depan bangunan benteng yang jadi kampung) kebun Londo (Kompeni Belanda) semua," kata Kardiyo kepada detikJateng, Sabtu (28/6/2025) siang.

Menurut Kardiyo, bekas bangunan Belanda itu sekarang dikenal warga sebagai gumuk Londo. Saat dirinya kecil kondisinya sudah seperti itu, bangunan rusak.

"Ya sudah begitu, bangunan tebal. Pondasinya besar-besar tapi benteng atau apa tidak tahu, namanya gumuk Londo," ungkap Kardiyo.

Sisa bangunan diduga benteng stelsel Andong di Jogonalan-Gantiwarno. Foto diunggah Minggu (29/6/2025).Sisa bangunan diduga benteng stelsel Andong di Jogonalan-Gantiwarno. Foto diunggah Minggu (29/6/2025). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Letak reruntuhan bangunan tersebut, dari penelusuran detikJateng, identik dengan benteng stelsel di peta Mayor Stuers terbitan 31 Januari 1830. Stuers yang merupakan ajudan Jenderal Hendrik Markus De Kock menggambarkan sedikitnya ada total 8 benteng di Klaten.

Antara lain di Andong (perbatasan Gantiwarno-Jogonalan), Gesikan (Kecamatan Gantiwarno), Lajur (Kecamatan Delanggu), Poelowatu (Kecamatan Karangnongko), Prijenan (Kecamatan Kemalang), Glodokan (Kecamatan Klaten Selatan), Bayat (Kecamatan Bayat), Gondang (Kecamatan Kebonarum) dan Jetis (Kecamatan Klaten Selatan).

Selain di perbatasan Jogonalan-Gantiwarno, sisa benteng lainnya hanya tinggal cerita. Di Lajur, Kecamatan Delanggu, Poelowatu, Gesikan, Jatinom dan lainnya tidak ditemukan lagi bekasnya karena menjadi permukiman.

Kades Demak Ijo, Kecamatan Karangnongko, Ery Karyatno menyatakan benteng Poelowatu hanya tinggal cerita. Di peta Belanda (1830) benteng ada di barat Dusun Potro.

"Potro itu memang dusun di Desa Demak Ijo. Dusun Potro itu sejak dulu dijuluki dusun wetan benteng (timur benteng). Tapi bentengnya sendiri sudah tidak ada, coba akan kita cari jejaknya," kata Ery.

Pegiat sejarah Klaten, Hari Wahyudi menjelaskan, jika mengacu pada peta Stuers dan catatan Kapten Pieter Johan Frederik Louw (de Java Oorlog:1894) yang pernah dibacanya Klaten ada 8 benteng. Ada yang besar, sedang dan kecil.

"Yang besar di Delanggu dan Poelowatu, yang sedang di Jatinom, Andong, Gesikan, yang kecil di Bayat, Glodokan dan Prijenan. Yang kecil semi permanen dengan batang kelapa, yang menengah dan besar itu dengan batu bata," terang Hari kepada detikJateng.

Dari 8 itu, jelas Hari hanya benteng Andong dan Jatinom yang ada jejaknya meskipun di Jatinom tinggal pondasi. Benteng stelsel dibangun mulai 1827-1830 untuk mempersempit gerak pasukan Pangeran Diponegoro dengan strategi stelsel benteng dengan mendirikan benteng-benteng terkoneksi.

"Benteng didirikan, difungsikan untuk menekan dan mempersempit gerakan Pangeran Diponegoro dan laskarnya. Benteng itu saling terkoneksi, Belanda membuat 8 kolonie detasemen bergerak terus dari Benteng Induk Loji (tengah kota Klaten) ke benteng-benteng stelsel itu," papar Hari.

"Benteng Delanggu terbesar karena memiliki 2 perwira, 3 sersan Eropa dan dilengkapi 2 meriam. Pada Agustus 1826 diserang Diponegoro dan Kiai Modjo yang mengalahkan Kompeni berkekuatan 500 tentara,"imbuh Hari.

Mengutip Saleh As'ad Djamhari, perang yang dimulai 19 Juli 1825-28 Maret 1830 itu telah menewaskan 15.000 dari pihak kompeni (8.000 asal Eropa), 200.000 penduduk Jawa dan biaya perang 25 juta gulden. Jenderal de Kock, yang menerima tugas untuk menumpas pemberontakan Diponegoro menciptakan stelsel perang baru yang diberi nama Stelsel Benteng pada 1827 (Stelsel Benteng Dalam Pemberontakan Diponegoro 1827-1830, Disertasi doktor Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Ilmu Sejarah universitas Indonesia: 2002).




(aku/aku)


Hide Ads