Sebuah masjid kecil atau langgar terdapat di Dusun Pulosari, Desa Jungkare, Kecamatan Karanganom, Klaten. Masjid yang sering disebut masjid tiban (tidak jelas pendiriannya) itu konon pernah menjadi tempat persembunyian laskar Pangeran Diponegoro yang dipimpin Kiai Mojo.
Bentuk masjid tiban yang sering disebut masjid tiban Kiai Mojo itu sangat sederhana dengan plesteran tembok ala kadarnya berukuran sekitar 7x8 meter. Di ruangan tengah masjid di tepi sungai itu ditopang empat tiang kayu yang mulai lapuk.
![]() |
Tidak ada mihrab tempat imam sehingga lebih menyerupai rumah. Namun bentuk atapnya adalah atap berundak masjid pada umumnya dengan sebuah mustoko atau kubah terbuat dari tanah liat yang dibakar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengunjungi masjid tiban itu memang perlu kejelian ekstra. Lokasi masjid berada di dusun yang dikepung persawahan padi dan dilingkari sungai terpisah dari dusun lainnya.
Dari jalan raya Karanganom-Jatinom, dusun itu tidak terlihat, yang terlihat dari jalan raya hanya sawah tanaman padi. Setelah melalui jalan aspal kecil ke selatan, terlihat gerumbul pepohonan penutup dusun.
Posisi dusun yang dihuni satu RT itu berada di lembah cekungan tepi sungai. Praktis dari jauh tidak terlihat ada permukiman karena lokasinya yang berada kontur tanah yang menurun dan tersembunyi.
"Dulu di sini (masjid tiban) menurut cerita adalah tempat persembunyian pada waktu perang Diponegoro (1825-1830). Di sini dipimpin Kiai Mojo, ada satu bergada atau kalau sekarang satu peleton," tutur sesepuh sekaligus keluarga ahli waris lokasi masjid, Mukiman (82), kepada detikJateng, Rabu (5/3/2025).
![]() |
Diceritakan Mukiman, menurut cerita kakeknya, pasukan Diponegoro saat itu dipecah-pecah karena melawan kompeni Belanda yang bersenjata senapan. Setiap kelompok ada 30-40 orang.
"Ya satu bergada di sini sekitar 30-40 orang. Ya termasuk kakek saya Kiai Kasan kan anak buahnya Kiai Mojo," jelas Mukiman.
Bahkan, sambung Mukiman, makam para prajurit Kiai Mojo itu sampai sekarang masih ada di utara kampung. Makam itu dirinya dan keluarganya yang merawat setiap hari.
"Makamnya para prajurit itu masih ada, saya yang membersihkan setiap saat. Dulu yang bangun makam itu dari Surakarta," katanya.
Mukiman menyebut, sejarah masjid tiban itu tidak ada yang mengetahui, termasuk dibangun siapa dan kapan. Saat kakeknya Kiai Kasan datang ke Pulosari, masjid sudah ada.
"Saat simbah saya ke sini setelah mengembara dan memutuskan tinggal menetap, masjid itu sudah ada. Tapi bentuknya belum masjid, cuma bangunan kayu atapnya ilalang, yang asli cuma tinggal mustokonya," terang Mukiman.
Masjid yang sekarang tembok, ungkap Mukiman, sebagian sudah direhab dirinya dan keluarganya sekitar 30 tahun lalu. Masjid kadang masih digunakan dirinya dan istri.
"Ya kadang saya sama istri. Tapi kadang ada pengunjung dari luar, kemarin dari Boyolali tiga orang, dulu dari Karangnongko, dulu pernah dari Cirebon," imbuh Mukiman yang tinggal di rumah berangka tahun 1842 pada kayu atapnya.
Salah satu warga Desa Jungkare, Surahmat mengatakan dari cerita turun-temurun memang masjid tiban Pulosari sudah ada sejak dulu. Dari cerita sesepuh, di masjid itu Kiai Mojo dan pasukannya bermarkas di lokasi.
"Kiai Mojo dan pasukannya singgah di situ saat perang dengan kompeni Belanda. Ya tempatnya memang tersembunyi," ungkap Surahmat.
Terpisah, Kadus 2 Desa Jungkare, Wakhid membenarkan cerita turun-temurun keberadaan pasukan Diponegoro di desanya. Pasukan Kiai Mojo sempat bermarkas di Pulosari.
"Ya ceritanya Kiai Mojo dan pasukannya di Pulosari, di masjid itu. Tugasnya menghadang kompeni Belanda ke arah Solo," ucap Wakhid kepada detikJateng.
Menurut pegiat sejarah Klaten, Hari Wahyudi, dari peta Belanda tahun 1930 masjid tiban Pulosari itu tidak ada gambarnya. Namun kemungkinan dulunya bentuknya bukan masjid umumnya karena untuk bersembunyi.
"Dulunya mungkin rumah tokoh pada masa perang yang dialihkan menjadi langgar (masjid kecil). Namun bisa juga pernah digunakan Kiai Mojo waktu bersembunyi 1825-1827 sehingga setelah perang selesai masjid itu disebut warga sebagai masjid tiban Kiai Mojo," paparnya.
"Sesuai peta yang dibuat Mayor de Stuers 1830 ajudan jenderal De Kock, di sekitar Desa Jungkare ada pertempuran-pertempuran antara Jungkare dan Gedaren, juga tulisan kolonel Weitzel (penyalin laporan perang Diponegoro) Diponegoro juga pernah bermukim di Gedaren. Dengan adanya narasi-narasi sejarah itu kita bisa perkiraan daerah Jungkare, Gedaren, Jatinom itu basis laskar Diponegoro," imbuh Hari.
(rih/afn)