Pemerintah Desa Demak Ijo, Kecamatan Karangnongko, Klaten memiliki kebiasaan unik. Meskipun Indonesia sudah merdeka, desa tersebut masih menggunakan peta buatan tahun 1912 untuk menyelesaikan urusan tanah warganya.
Pantauan detikJateng, peta tersebut tidak terlihat jelas ketika dilihat dengan mata telanjang. Kertasnya sudah berubah kecokelatan tetapi garis merah gambar masih terlihat.
Setelah dilihat dengan kamera ponsel baru terlihat skalanya 1:500 dengan tahun 1912. Di pojok kanan atas tertulis alamat sistem pemerintahan Hindia Belanda, tertulis government Soerakarta, district Gondangwinangoen, Onderdistrict Karangnongko dan Kalurahan Demak Ijo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini masih digunakan untuk menelusur tanah. Misalnya ada permasalahan tanah warga ya buka ini dicocokkan dengan dokumen letter C," ungkap Kades Demak Ijo, Ery Karyatno, kepada detikJateng, saat ditemui di kantornya, Kamis (5/6/2025).
Dijelaskan Ery, peta desa tersebut diwariskan turun-temurun oleh lurah atau kepala desa. Saat dirinya menjabat, peta itu hanya disimpan di dalam potongan besi.
"Awalnya seperti ini (digulung) dimasukkan besi dan ditutup. Kalau ada permasalahan tanah warga baru dibuka," kata Ery.
Peta tersebut, lanjut Ery, dari tulisannya dibuat tahun 1912 sebelum Indonesia merdeka. Ery menyebut perangkat desa dan kades lama juga tidak pernah bercerita tentang sejarah peta tersebut.
"Sama sekali tidak ada yang cerita, ya itu sejak lama disimpan di brankas. Jika tidak hati-hati ya cepat rusak kalau sering dibuka, saya lalu punya inisiatif untuk melaminating dan saya scan sehingga ada duplikatnya, yang asli biar tidak cepat rusak," papar Ery.
Ery menyatakan peta tersebut tidak hanya untuk mengecek lahan desa tapi juga pernah dipinjam Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk pengecekan tanah beberapa bulan. Dari sisi gambar tidak ada bedanya dengan peta baru setelah Indonesia merdeka.
"Tidak ada perubahan, persis gambarnya. Termasuk batas-batas wilayahnya, sama dengan peta baru," lanjut Ery.
Ery menjelaskan karena itu peta kuno maka untuk melihatnya tidak semudah melihat peta modern. Dia biasanya menggunakan alat bantu berupa kaca pembesar.
"Ya harus pakai surya kanta (kaca pembesar), apalagi buatan tangan, bukan hasil print mesin. Untuk gambar letak-letak tanahnya masih sama meskipun peruntukan sudah beda," tutur Ery.
Pegiat sejarah Klaten, Yohanes Daryanto, menyampaikan jika melihat dari umur peta, benda itu bisa didaftarkan sebagai Benda Cagar Budaya. Namun, tentunya harus didaftarkan dulu ke dinas kebudayaan kabupaten.
"Tentu harus didaftarkan ke dinas kebudayaan kabupaten. Beberapa kelurahan harusnya mempunyai tapi mungkin sudah tidak banyak yang masih ada peta lamanya, jadi menurut saya peta milik kelurahan Demakijo langka karena masih asli," ungkap pria yang akrab dipanggil Yoan itu.
(ams/apl)