10 Teks Khutbah Jumat Singkat Penuh Pesan dan Makna

10 Teks Khutbah Jumat Singkat Penuh Pesan dan Makna

Muthia Alya Rahmawati - detikJateng
Kamis, 07 Sep 2023 18:09 WIB
Masjid Istiqlal, Jakarta.  Agung Phambudhy/ilustrasi/detikfoto
10 Teks Khutbah Jumat Singkat Penuh Pesan dan Makna. Foto: Agung Phambudhy
Solo -

Salah satu rukun yang wajib dilakukan ketika sholat Jumat adalah khutbah. Khutbah Jumat ini dilakukan sebelum sholat Jumat dimulai. Khutbah biasanya disampaikan secara singkat, tetapi tetap penuh akan pesan dan makna. Berikut beberapa contohnya.

Sebelum melaksanakan khutbah, ada beberapa rukun dari dua khutbah Jumat yang perlu diketahui, yaitu mengucapkan puji-pujian kepada Allah SWT, membaca sholawat atas Rasulullah SAW, mengucapkan syahadat bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang sebenarnya selain Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan-Nya.

Rukun selanjutnya adalah memberikan wasiat atau nasehat serta mengajarkan hal-hal yang perlu kepada pendengar sesuai dengan kondisi tempat dan waktu, baik yang berkaitan dengan urusan agama maupun urusan dunia, dan membaca ayat Al-Quran pada salah satu dari dua khutbah tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah khutbah selesai, dilanjut dengan sholat Jumat, yaitu sholat yang terdiri dari dua rakaat yang dilaksanakan pada waktu Dhuhur pada hari Jumat. Hukum pelaksanaan shalat Jumat adalah Fardhu Ain, yang berarti wajib bagi setiap laki-laki Muslim.

Dikutip dari laman resmi Kemenag RI, berikut ini beberapa contoh teks khutbah Jumat singkat yang bisa dijadikan referensi.

ADVERTISEMENT

Contoh Teks Khutbah Jumat

Teks Khutbah 1: Pentingnya Kaderisasi dan Regenerasi

Assalamualaikum Wr. Wb.

Kaum muslimin rahimakumullah,

Regenerasi dan kaderisasi sangat penting. Sebab, suatu saat kita pasti mati menghadap Allah SWT. Kalau kita mati, pertanyaan selanjutnya adalah, apakah anak cucu kita masih Islam? Apakah mereka masih sholat? Bagi yang menjadi kiai yang mempunyai pesantren, serta mempunyai lembaga pendidikan dakwah untuk berjuang jihad fisabilillah.

Setelah kita mati, apakah pendidikan ini lanjut atau tidak, madrasah dan TPQ sebagai sarana dakwah lanjut apa tidak? Begitu juga yang menjadi takmir, setelah kita mati, masjid ini mati atau tidak? Anak cucu kita sanggup melanjutkan dan mengurusi masjid atau tidak?

Sebagai ikhtiar yang menjamin keberlangsungan dakwah agama islam, maka kita harus mempersiapkan anak-anak dan murid-murid kita, supaya bisa melanjutkan dakwah serta perjuangan ini. Oleh karena itu, kaum muslimin rahimakumullah, regenerasi kaderisasi sangat penting.

Allah SWT menyarankan kita supaya senantiasa mempersiapkan keturunan yang kuat-kuat, kuat iman, fisik, ekonomi, ilmu dan jihad perjuangannya. Allah memerintahkan kita, jangan sampai kita mati meninggalkan anak cucu yang lemah-lemah, Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat An-Nisa, Ayat 9.

"Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar."

Rasulullah SAW mengapresiasi kader-kader yang kuat fisik, mental, ekonomi dan imannya. Sebagai bekal untuk memperjuangkan agama Allah SWT. Tanpa kekuatan, kita sulit memperjuangkan agama Allah SWT. Dalam kitab Bulughul Maram Halaman 342 No. 8 Rasulullah SAW Bersabda:.

"Bahwa Orang mukmin yang kuat, jauh lebih dicintai oleh Allah SWT daripada orang mukmin yang lemah. Orang mukmin sama- sama baiknya, namun orang mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah SWT."

Kaum muslimin rahimakumullah, ikhtiar untuk melahirkan generasi yang kuat dan bisa melanjutkan perjuangan islam.

Pertama, lewati nikah secara syar'i. Jangan sampai ada diantara kita yang punya anak dan cucu tanpa lewat pernikahan. Hampir semua anak manusia yang lahir lewat perzinahan, berdasarkan penelitian dan survey rata-rata mereka sulit dishahihkan, mereka sulit dididik lantaran proses awal kelahirannya sudah tidak benar. Kalau ingin anak cucu kita baik dan kuat imannya, sholeh amal perbuatannya harus lewat pernikahan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Kedua, Rasulullah SAW mengutamakan sisi keagamaannya, akhlaknya dan kesholihannya dalam menentukan pilihan calon suami maupun istri. Orang sekaya apapun, schebat apapun yang melamar anak kita, jangan diterima kecuali agamanya benar-benar kuat, menjaga sholat dan seterusnya. Mungkin anak kita dilamar orang yang biasa-biasa saja dan tidak terlalu kaya. Tapi 'alim dan imannya luar biasa. Itulah yang layak dipilih untuk menjadi calon menantu kita dan akan melahirkan kader-kader yang melanjutkan perjuangan ini.

Kaum muslimin rahimakumullah, Nabi mengingatkan. "Jangan sampai kita menolak pinangan orang yang agamanya baik dan akhlaknya juga baik."

"Jika ada anak laki-laki datang kepadamu, meminang putrimu, sekiranya anak laki-laki itu agamanya bagus, akhlaknya bagus, terima saja. Nikahkan dengan putrimu, jika tidak justru kamu matre, keduniaan dan memilih calon lain yang lebih kaya tapi tidak sholat, maka akan terjadi kerusakan di muka bumi ini".

Kaum muslimin rahimakumullah, terakhir lukmatul halal, upayakan supaya anak cucu kita baik-baik, kuat imannya sebagai modal bekal perjuangan, bekerja yang baik, mencari rezeki dengan cara yang halal. Jangan makan, kecuali makanan yang halal, jangan minum, kecuali minuman yang halal.

Kalau anak istri kita, senantiasa kita beri makanan yang halal dan berkah, insyaAllah kelak akan menjadi kuat imannya, kuat Islamnya dan ilmunya menjadi manfaat serta berkah. Inilah kaum muslimin rahimakumullah, tanggungjawab kita sebelum kita mati, pastikan anak cucu kita sholat, mengaji dan mau mengurusi masjid. Kalau itu bisa kita lakukan, maka berbahagialah. Kita mati, agama tidak ikut mati, madrasah dan dakwah tidak ikut mati, pesantren tetap berlangsung, dengan begitu kita sudah memperjuangkan ihyaul middin, menghidupkan agama Allah SWT.

Demikian khutbah Jumat kali ini. Semoga kita bisa mengambil pelajarannya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Teks Khutbah 2: Tiga Amalan Baik

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Hadirin Yang Terhormat

Bumi yang kita tempati adalah planet yang selalu berputar, ada siang dan ada malam. Roda kehidupan dunia juga tidak pernah berhenti. Kadang naik kadang turun. Ada suka ada duka. Ada senyum ada tangis. Kadangkala dipuji tapi pada suatu saat kita dicaci. Jangan harapkan ada keabadian perjalanan hidup. Oleh sebab itu, agar tidak terombang-ambing dan tetap tegar dalam menghadapi segala kemungkinan tantangan hidup kita harus memiliki pegangan dan amalan dalam hidup.

Tiga amalan baik tersebut adalah Istiqomah, Istikharah dan Istighfar. Pertama, Istiqomah yaitu kokoh dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah. Begitu pentingnya istiqomah ini sampai Nabi Muhammad SAW berpesan kepada seseorang seperti dalam Al-Hadits:

Dari Abi Sufyan bin Abdullah Radhiyallahu anhu berkata: Aku telah berkata, "Wahai rasulullah katakanlah kepadaku pesan dalam Islam sehingga aku tidak perlu bertanya kepada orang lain selain engkau. Nabi menjawab: 'Katakanlah aku telah beriman kepada Allah kemudian beristiqamahlah'." (HR. Muslim).

Orang yang istiqamah selalu kokoh dalam aqidah dan tidak goyang keimanan bersama dalam tantangan hidup. Sekalipun dihadapkan pada persoalan hidup, ibadah tidak ikut redup, kantong kering atau tebal, tetap memperhatikan haram halal, dicaci dipuji, sujud pantang berhenti, sekalipun ia memiliki fasilitas kenikmatan, ia tidak tergoda melakukan kemaksiatan.

Orang seperti itulah yang dipuji Allah Swt. dalam Al-Qur'an surat Fushshilat ayat 30: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (QS. Fushshilat: 30)

Kedua, Istikharah, selalu mohon petunjuk Allah dalam setiap langkah dan penuh pertimbangan dalam setiap keputusan. Setiap orang mempunyai kebebasan untuk berbicara dan melakukan suatu perbuatan. Akan tetapi menurut Islam, tidak ada kebebasan yang tanpa batas dan batas-batas tersebut adalah aturan-aturan agama. Maka seorang muslim yang benar, selalu berpikir berkali-kali sebelum melakukan tindakan atau mengucapkan sebuah ucapan serta ia selalu mohon petunjuk kepada Allah.

Orang bijak berkata "Think today and speak tomorrow" (berfikirlah hari ini dan bicaralah besok hari). Kalau ucapan itu tidak baik apalagi sampai menyakitkan orang lain maka tahanlah, jangan diucapkan, sekalipun menahan ucapan tersebut terasa sakit. Tapi ucapan itu benar dan baik maka katakanlah jangan ditahan sebab lidah kita menjadi lemas untuk bisa meneriakan kebenaran dan keadilan serta menegakkan amar ma'ruf nahi munkar. Mengenai kebebasan ini, malaikat Jibril pernah datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk memberikan rambu-rambu kehidupan, beliau bersabda:

Jibril telah datang kepadaku dan berkata: Hai Muhammad hiduplah sesukamu, tapi sesungguhnya engkau suatu saat akan mati, cintailah apa yang engkau sukai tapi engkau suatu saat pasti berpisah juga dan lakukanlah apa yang engkau inginkan sesungguhnya semua itu ada balasannya. (HR.Baihaqi dari Jabir).

Sabda Nabi Muhammad SAW ini semakin penting untuk diresapi ketika akhir-akhir ini dengan dalih kebebasan, banyak orang berbicara tanpa logika dan data yang benar dan bertindak sekehendaknya tanpa mengindahkan etika agama .

Para pakar barangkali untuk saat-saat ini, lebih bijaksana untuk banyak mendengar daripada berbicara yang kadang-kadang justru membingungkan masyarakat. Kita memasyarakatkan istikharah dalam segala langkah kita, agar kita benar-benar bertindak secara benar dan tidak menimbulkan kekecewaan di kemudian hari. Nabi Muhammad SAW bersabda:

Tidak akan rugi orang yang beristikharah, tidak akan kecewa orang yang bermusyawarah dan tidak akan miskin orang yang hidupnya hemat. (HR. Thabrani dari Anas)

Ketiga, Istighfar yaitu selalu introspeksi diri dan mohon ampunan kepada Allah Rabbul Izzati. Setiap orang pernah melakukan kesalahan baik sebagai individu maupun kesalahan sebagai sebuah bangsa. Setiap kesalahan dan dosa itu sebenarnya penyakit yang merusak kehidupan kita. Oleh karena ia harus diobati.

Tidak sedikit persoalan besar yang kita hadapi akhir-akhir ini yang diakibatkan kesalahan kita sendiri. Saatnya kita introspeksi masa lalu, memohon ampun kepada Allah, melakukan koreksi untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah dengan penuh keridhaan Allah.

Dalam persoalan ekonomi, jika rizki Allah tidak sampai kepada kita disebabkan karena kemalasan kita, maka yang diobati adalah sifat malas itu. Kita tidak boleh menjadi umat pemalas. Malas adalah bagian dari musuh kita. Jika kesulitan ekonomi tersebut, karena kita kurang bisa melakukan terobosan-terobosan yang produktif, maka kreativitas dan etos kerja umat yang harus kita tumbuhkan.

Akan tetapi ada kalanya kehidupan sosial ekonomi sebuah bangsa mengalami kesulitan. Kesulitan itu disebabkan karena dosa-dosa masa lalu yang belum bertaubat darinya secara massal. Jika itu penyebabnya, maka obat satu-satunya adalah beristighfar dan bertobat. Allah berfirman yang mengisahkan seruan Nabi Hud Alaihissalam, kepada kaumnya: "Dan (Hud) berkata, hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa" (QS. Hud:52).

Jamaah yang dimuliakan Allah

Sekali lagi, tiada kehidupan yang sepi dari tantangan dan godaan. Agar kita tetap tegar dan selamat dalam berbagai gelombang kehidupan, tidak bisa tidak kita harus memiliki dan melakukan Tiga amalan di atas yaitu Istiqomah, Istikharah dan Istighfar. Mudah-mudahan Allah memberi kekuatan kepada kita untuk menatap masa depan dengan keimanan dan rahmatNya yang melimpah. Amin

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Teks Khutbah 3: Mempersiapkan Bekal Sebelum Kematian

Assalamualaikum Wr. Wb.

Hadirin Jamaah Shalat Jumat yang insya Allah selalu berada dalam naungan rahmat dan hidayah Allah SWT.

Tak henti-hentinya kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat iman dan Islam; karunia yang teramat besar yang Allah karuniakan kepada hamba-hamba-Nya. Semoga kita selalu termasuk yang mendapatkan hidayah-Nya serta berada dalam keadaan Iman dan Islam hingga akhir hayat kita.

Pada kesempatan yang mulia ini, kami selaku khatib mengajak kepada hadirin sekalian, marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT, takwa dalam arti senantiasa berupaya dan berusaha untuk selalu menghadirkan Allah dalam setiap situasi dan kondisi dengan cara senantiasa berdzikir dan melaksanakan segala perintahNya. Takwa dalam arti kita senantiasa melibatkan Allah dalam setiap persoalan yang kita hadapi dengan cara berdoa, memohon pertolongan dan bermunajat kepadaNya. Sehingga akan menimbulkan ketentraman dan ketenangan dalam setiap kehidupan kita.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Al-Quran, Surat Ali Imran, ayat 102)

Kematian adalah sesuatu yang pasti kita hadapi. Sesuatu yang menjadi gerbang dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat adalah kematian. Ma'asyiral muslimin rahimakumullah! Dalam Surat Al-Baqarah ayat 28, Allah berfirman:

"Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia memutuskan kamu lalu Dia menghidupkan kamu kembali. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan."

Dalam Tafsir Ibn Katsir, dijelaskan bahwa ayat ini menjelaskan akan kekuasaan Allah dan sungguh aneh orang yang ingkar kepada Allah sementara manusia awalnya tiada, lalu Allah menjadikannya ada di muka bumi ini. Ayat ini juga menunjukkan bahwa kita semua pasti mati. Dan kita semua pasti akan dibangkitkan kembali setelah kematian itu.

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah SWT

Maka apa saja kewajiban kita dalam kehidupan ini sebagai persiapan diri kita sebelum menghadapi kematian? Tentunya ada banyak hal. Namun setidaknya ada tiga hal yang akan kita bahas pada kesempatan berharga ini. Pertama, beramal sebaik mungkin. Dalam surat Al-Mulk ayat 1-2, Allah berfirman:

"Maha Suci Allah yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun."

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah!

Seperti apakah amalan yang terbaik itu? Salah satu indikatornya adalah, pekerjaan itu dilakukan dengan istiqomah. Dalam hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Sesungguhnya sebaik-baik pekerjaan adalah yang rutin (berkelanjutan), meskipun itu sedikit."

Beramal sebaik mungkin juga berarti bahwa pekerjaan itu kita lakukan dengan seikhlas mungkin, semaksimal mungkin dan dengan sesempurna mungkin. Baik dalam interaksi kita kepada Allah maupun kepada sesama manusia, dalam tiap amal kita patrikan dalam diri kita bahwa bisa jadi itu adalah amal terakhir kita.

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah! Yang kedua, menyiapkan amal yang terus mengalir pahalanya. Di antara yang dapat kita persiapkan adalah dengan memperbanyak amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta mendidik anak kita menjadi anak yang saleh yang dapat mendoakan kita kelak. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW. Artinya: diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, dan anak shalih yang selalu mendoakan orang tuanya. (HR. Muslim).

Yang ketiga, berdoa agar diberikan husnul khatimah. Apakah itu husnul khatimah? Di antara tanda utama husnul khatimah ialah apabila ia mengucap kalimat laa ilaaha illallah di akhir hayatnya. Indikator lainnya dari seorang yang husnul khatimah apabila ia mengerjakan pekerjaan baik di akhir hidupnya.

Selain berusaha dengan segenap amal saleh untuk mencapai husnul khatimah, kita juga harus selalu berdo'a agar Allah mewafatkan kita dalam keadaan husnul khatimah. Akhirnya, semoga kita menjadi hamba Allah yang berhasil dalam mempersiapkan kehidupan kita, yang mampu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. dan Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang wafat dalam keadaan husnul khatimah.

Demikian khutbah Jumat kali ini. Semoga kita bisa mengambil pelajarannya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Teks Khutbah 4: Bersenang-senang dalam Pandangan Islam

Assalamualaikum Wr. Wb

Kaum Muslimin sidang Jumat rahimakumullah.

Marilah kita bersama-sama meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi yang masih memberikan anugerah, hidayah, taufik dan inayah-Nya. Shalawat dan salam selalu kita haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw beserta keluarga, sahabat, tabi'in, tabi'it-tabi'in dan semuanya yang mengikuti jejak beliau sampai yaumul qiyamah. Kaum Muslimin sidang Jumat rahimakumullah

Tidak dikatakan beriman manakala seorang muslim dalam hidupnya ditempa terlebih dahulu dengan berbagai penderitaan. memberikan penderitaan berupa sedikit ketakutan, kelaparan, dan kekurangan harta untuk menyeleksi hamba-hamba-Nya. Allah berjanji akan mengangkat derajat manusia yang mampu menerima cobaan berupa derita dengan sabar, tenang, dan ikhlas. Sebagaimana tertera dalam QS. al-Baqarah ayat 155, Allah Swt berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ

"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar" (QS. al-Baqarah: 155).

Para sufi memaknai penderitaan ini sebagai wijhat min al-ta'arruf atau cara Tuhan menyingkapkan diri agar dikenali lebih dekat lagi, memperdalam kecintaan pada Ilahi, dan tidak tergoda pada kemolekan duniawi. Dampaknya, banyak kisah-kisah sufi yang tetap membiarkan dirinya hidup dalam keadaan miskin, kemalangan, dan tersiksa. Bahkan gambaran umum kita tentang sufi didominasi oleh bayangan laki-laki tua berpakaian compang-camping.

Kaum Muslimin sidang Jum'at rahimakumullah.

Kesan penderitaan sebagai alat ukur kualitas keimanan dalam perkembangannya membuahkan sikap keagamaan yang cenderung aneh. Rasa-rasanya semakin menderita semakin dekat dengan Tuhan. Akhirnya mereka kadang membuat-buat penderitaan dalam beragama. Ada orang yang tetap memaksakan puasa saat bepergian, enggan melaksanakan salat jamak saat dalam perjalanan, dan melakukan sembahyang shalat lengkap dengan sajadah dan mukena di tengah-tengah keramaian terminal. Ketaatan yang keras kepala ini sesungguhnya tidak ada kaitannya dengan kualitas keimanan.

Padahal Nabi Saw pernah menegur sahabat yang beribadah secara berlebih-lebihan. Kisah yang direkam Aisyah ini menceritakan tiga orang sahabat yang mengaku menjalankan agamanya dengan baik. Masing-masing dari ketiga sahabat itu mengaku rajin berpuasa dan tidak berbuka; selalu salat malam dan tidak pernah tidur; dan tidak menikah lantaran takut mengganggu ibadah. Rasulullah saat itu menegaskan bahwa 'aku yang terbaik di antara kalian'. Karena Nabi berpuasa dan berbuka, sholat malam dan tidur, dan menikah.

Kaum Muslimin sidang Jumat rahimakumullah.

Nabi Saw sadar bahwa tujuan utama diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak bukan untuk memberikan penderitaan kepada orang-orang beriman. Dalam QS. al-Anbiya ayat 107 ditegaskan bahwa

"Tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta".

Kalau pun diberikan sedikit penderitaan, Allah telah pastikan dalam QS. al-Baqarah ayat 286 bahwa laa yukallifullahu nafsan illa wus'aha, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

Dengan demikian, Islam tidak mengajarkan pencapaian prestasi spiritual melalui penderitaan. Memang pelaksanaan kewajiban agama itu ada yang menyukarkan, namun kesukarannya berada dalam kewajaran manusiawi. Apabila terdapat kesukaran yang di luar batas manusiawi, maka terdapat kaidah-kaidah dan asas-asas yang memayungi dan memberi keringanan.

Sidang Jumat yang berbahagia

Islam mewajibkan kepada umatnya agar mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah Swt. Itulah orientasi tunggal yang harus dipegang oleh kaum muslimin ketika menjalani kehidupan. Islam lalu memerintahkan umatnya agar melaksanakan perintah Allah dengan segenap potensi yang ia miliki dan tidak melanggar larangan-larangan Allah.

Namun demikian, Islam adalah din waqi'iy yakni agama yang sangat menghormati realitas objektif dan realitas konkrit yang terdapat di sekitar dan dalam diri manusia. Ketika manusia menyukai keindahan, kecantikan, ketampanan, kelezatan dan kemerduan, Islam kemudian menghalalkannya (an-Nahl: 6, al-A'raf: 31), dengan syarat hal tersebut didapatkan dengan cara yang baik dan dilakukan dengan cara yang benar. Sebagaimana Firman-Nya:

"Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya: (QS. Al-Baqarah: 42).

Islam bukanlah agama yang membelenggu dan membatasi manusia. Islam juga bukanlah agama yang utopis, yang memperlakukan manusia seolah-olah malaikat yang tidak memiliki keinginan atau nafsu sama sekali.

Islam memperlakukan manusia sesuai dengan naluri kemanusiaannya. Islam sangat memberikan keluasan dan kelapangan bagi manusia untuk merasakan kenikmatan hidup, asalkan tidak melampaui batas.

Sidang Jumat yang berbahagia

Dalam sebuah hadis disebutkan Rasulullah Saw bersabda: "Demi Dzat yang aku berada di tangan-Nya, jika kalian tetap seperti dalam kondisi ketika kalian berada bersama ku, atau seperti ketika kalian berdzikir, maka Malaikat akan menyalami kamu sekalian di tempat-tempat tidurmu dan di jalan-jalanmu. Akan tetapi, wahai Hanzhalah, "semuanya ada waktunya". Itu beliau ucapkan sebanyak 3 kali" (HR. Muslim).

Hadits ini menunjukkan bahwa kesenangan psikologis dan hiburan merupakan dua hal yang natural dalam diri manusia. Nabi Saw bahkan mengatakan orang yang di dalam dirinya tidak ada hal tersebut, ia akan disalami Malaikat. Disalami Malaikat merupakan ucapan simbolik yang menunjukkan satu hal yang mustahil terjadi. Maknanya adalah Islam tidak mengajarkan agar seseorang menjauhi kesenangan dan hiburan.

Sebaliknya, Islam justru mengajarkan bahwa mencari ketenangan, beristirahat, mencari hiburan bisa dilakukan, namun harus sesuai dengan porsinya. Islam tidak mengharamkan hiburan sama sekali, dengan syarat: tidak mengandung unsur berbahaya, tidak menampilkan fisik dan aurat, tidak mengandung unsur magis (sihir), tidak menyakiti binatang, tidak mengandung unsur judi, tidak melecehkan dan menghina orang atau kelompok lain, dan tidak dilakukan secara kelewatan atau berlebih-lebihan.

Demikian khutbah Jumat kali ini. Semoga kita bisa mengambil pelajarannya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Teks Khutbah 5: Luangkan Waktu untuk Ibumu

Assalamualaikum Wr. Wb.

Hadirin Jamaah Shalat Jumat yang insyaAllah selalu berada dalam naungan rahmat Allah SWT

Tak henti-hentinya kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kita karunia iman dan Islam; nikmat yang teramat besar yang Allah karuniakan kepada hamba-Nya. Semoga kita selalu mendapatkan hidayah-Nya serta berada dalam keadaan Iman dan Islam hingga akhir hayat kita. Sebuah pujian yang hanya layak dimiliki oleh Allah.

Sidang shalat Jumat yang dirahmati Allah SWT Dalam khutbah Jumat yang singkat ini, mari kita merenung sejenak sejauh mana kita telah berbakti kepada orang tua kita, khususnya ibu kita. Kehadiran kita di dunia ini, tidak dapat kita pungkiri, adalah dengan sebuah pengorbanan yang sangat besar dari ibu kita. Dalam Al-Quran, Allah SWT menggambarkan dalam surat Luqman ayat 14:

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.

Dalam kesempatan khutbah Jumat ini, kita akan melihat tiga peristiwa dari sekian banyak peristiwa, yang menunjukkan betapa besar perhatian Islam terhadap ibu. Yang pertama; adalah peristiwa saat Nabi Isa A.S. berbicara saat masih bayi. Sungguh adalah sebuah peristiwa yang sangat besar saat Allah menciptakan Nabi Isa A.S. tanpa seorang ayah, untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT.

Namun kelahiran Nabi Isa A.S. sempat mendatangkan tuduhan keji kepada Maryam. Digambarkan dalam surat Maryam ayat 27-28, yang artinya: Kemudian dia (Maryam) membawa dia (bayi itu) kepada kaumnya dengan menggendongnya. Mereka (kaumnya) berkata, "Wahai Maryam! Sungguh, engkau telah membawa sesuatu yang sangat mungkar. Wahai saudara perempuan Harun (Maryam)! Ayahmu bukan seorang yang buruk perangai dan ibumu bukan seorang perempuan pezina."

Lalu apa yang dilakukan oleh siti Maryam? Ia menunjuk Nabi Isa A.S. yang kala itu masih bayi. Lalu Nabi Isa A.S. berkata, yang terekam dalam surat Maryam ayat 30-32 : Dia (Isa) berkata, "Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.

Mari kita garis bawahi bahwa dalam peristiwa yang luar biasa tersebut, Allah menggerakkan lisan Nabi Isa A.S. untuk mendeskripsikan dirinya sebagai orang yang berbakti kepada ibuku. Dan penjelasan ini datang setelah penjelasan bahwa beliau adalah orang yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat.

Dari peristiwa tersebut, jelas bahwa berbakti kepada ibu adalah bukti dari kemuliaan seseorang dan keimanannya kepada Allah SWT. Peristiwa yang kedua; saat Nabi Ismail A.S. ditinggal bersama ibunya di padang tandus. Atas perintah Allah SWT, Nabi Ibrahim A.S. harus meninggalkan Nabi Ismail A.S. yang masih bayi bersama ibunya, siti Hajar di Mekkah yang saat itu begitu tandus.

Siti Hajar bertanya kepada Nabi Ibrahim, "Apakah ini adalah perintah Allah?" Ketika Nabi Ibrahim A.S. mengiyakan, maka siti Hajar menerima perintah tersebut dengan pasrah. Dalam suasana haus dan terik, siti Hajar lalu berusaha mencari air dari Shafa ke Marwa, hingga 7 kali ulang-alik. Dan Alhamdulillah, dengan pertolongan Allah, akhirnya air Zamzam muncul di tanah dekat kaki Nabi Ismail.

Yang luar biasa adalah, peristiwa seorang ibu ini, yang berusaha untuk mencari air untuk putranya, diabadikan oleh Allah SWT sebagai salah satu ritual dalam ibadah Haji yang disebut sa'i. Maka siapapun yang telah menunaikan ibadah umrah dan haji selayaknya selalu ingat kebesaran Allah dan kasih sayangnya pada Ibu dan anaknya, serta menghayati betapa besar perjuangan seorang ibu.

Peristiwa yang ketiga adalah: saat Ibu Nabi Musa A.S. mendapat Ilham dari Allah SWT Saat Fir'aun sedang mencanangkan untuk menghabisi seluruh anak laki-laki di negerinya, ibu Nabi Musa A.S. teramat sedih dan khawatir bahwa putranya akan turut dihabisi. Namun dengan kekuasaan Allah, Allah memberikan ilham kepada Ibu nabi Musa A.S.

"Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa, "Susuilah dia (Musa), dan apabila engkau khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul." (Al-Quran, Surat Al-Qasas ayat 7)

Akhirnya Nabi Musa A.S. dihanyutkan ke sungai Nil, lalu ia ditemukan oleh istri Firaun. Dan karena bayi tersebut tidak mau menyusui kepada siapapun, akhirnya Allah mengembalikan bayi tersebut ke pangkuan ibunya untuk disusui oleh ibunya. Kita lihat betapa sentral peranan Ibu dari Nabi Musa A.S. dalam peristiwa di atas. Bahkan hingga Allah memberikan ilham padanya.

Semua peristiwa di atas sangat jelas menunjukkan betapa besar perhatian Islam kepada seorang Ibu. Ibu, begitu mulia kedudukannya, lebih berharga dari berlian. Dan dalam tingginya derajatnya itu, cinta Ibu pada kita, sungguh tak bertepi

Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah,

Dalam khutbah pertama tadi, dari tiga peristiwa tadi, sangat jelaslah betapa kedudukan Ibu sangatlah tinggi dan menghormatinya adalah bukti keimanan kita dan tanda akan kemuliaan seseorang. Tentunya masih banyak lagi peristiwa agung lainnya dalam sejarah Islam yang menunjukkan keutamaan seorang ibu. Dan mari kita ingat Hadits Rasulullah SAW

"Dalam Kitab Sahih Muslim, diriwayatkan oleh Abu Hurairah, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, siapa yang paling berhak untuk aku berbakti? Rasulullah SAW berkata; Ibumu, lalu ibumu, lalu ibumu, lalu ayahmu, lalu orang-orang yang terdekat denganmu."

Maka, luangkanlah waktu untuk berbakti kepada ibumu. Bahkan, jadikanlah itu menjadi prioritas waktumu. Jadikanlah berbakti kepada ibu sebagai kesempatan untuk meraih ridho-Nya dan mendapatkan keutamaan pahalanya.

Demikian khutbah Jumat kali ini. Semoga kita bisa mengambil pelajarannya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Teks Khutbah 6: Krisis Spiritual

Assalamualaikum Wr. Wb.

Jama'ah jum'ah yang berbahagia

Dalam kehidupan kita saat ini yang lebih dikenal dengan istilah globalisasi atau modernisasi, konsep ketaqwaan ini perlu ditanamkan sekuat-kuatnya ke dalam diri setiap orang yang beriman. Hal ini karena pengaruh kehidupan saat ini yang semakin kompleks dengan berbagai persaingan yang makin keras, perlahan-lahan menyeret setiap orang untuk menghalalkan segala cara dengan mengabaikan nilai-nilai agama yang luhur dan suci.

Konsep taqwa yang luas dan komprehensif harus benar-benar ditempatkan pada porsi yang tepat, sehingga tidak ada pemahaman yang mereduksi nilai taqwa ini menjadi sempit. Seakan-akan taqwa ini hanya berbicara tentang masalah-masalah ibadah mahdah atau bagaimana membangun hubungan vertikal dengan Allah swt saja. Padahal dalam prakteknya taqwa melingkupi semua lini kehidupan bermasyarakat, bagaimana corak interaksi kita dengan orang lain dalam berbagai konteks, perniagaan, persyarikatan, persahabatan, masyarakat dengan penguasa, atasan dengan bawahan dan bidang-bidang kehidupan lainnya.

Sejarah telah mencatat, bagaimana seorang pemimpin seperti khalifah Umar Ibnu Khaththab dengan konsep ketaqwaannya mampu membangun sebuah sistem kekhalifahan yang sangat besar serta mampu menyebarkan nilai-nilai kebijaksanaan yang indah, baik antara dia dengan bawahannya maupun antara dia dengan masyarakat.

Karakter Umar yang sebelumnya begitu keras tanpa mengenal kompromi justru menjadi lunak karena diasah dengan konsep ketaqwaan. Taqwa sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah swt dalam al-Qur'an surat Ali Imran ayat 102. Artinya: hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.

Jama'ah Jum'ah yang berbahagia

Ini yang perlu untuk kita praktekan pada saat ini, bagaimana nilai ketaqwaan itu mampu menjadikan kita manusia-manusia yang memiliki kualitas keimanan kepada Allah dengan karakter yang bijak atau yang dikenal dengan akhlak al karimah.

Perlu diingat bahwa saat ini kita sedang berada pada suatu masa dimana antara kebenaran dan kebatilan hampir-hampir atau bahkan sudah tidak dapat dibedakan lagi. Banyak orang terjerumus kepada kebatilan namun dia sudah tidak menyadarinya, ada juga yang tetap memegang kebenaran namun dia sendiri sudah tidak tahu kebenaran model apa yang sedang dia miliki. Inilah dunia kita yang sudah semakin banyak mempermainkan manusia. Oleh sebab itulah terjadi krisis dimana-mana, krisis iman, krisis akhlak, krisis kepercayaan, yang kesemuanya itu dapat dikatakan sebagai krisis spiritual.

Sebagaimana disebutkan oleh Seyyed Hossein Nasr dalam bukunya "Islam dan Nestapa Manusia Modern", dia mengatakan bahwa problem terbesar yang dihadapi manusia modern saat ini adalah krisis spiritual, kehilangan keyakinan, erosi kepercayaan, banyak orang menyatakan bahwa mereka beriman kepada Allah tapi sebenarnya tidak, ucapannya hanya di mulut namun kenyataannya dia banyak mengabaikan perintah Allah. Inilah dinamika kehidupan manusia di zaman modern.

Jama'ah Jum'ah yang berbahagia

Hanya satu-satunya jalan yang dapat menyelamatkan kita dari keterpurukan ini, yaitu kembali kepada al-Qur'an dan al- Sunnah. Setiap mukmin harus memiliki dasar pemikiran bahwa semua yang ia lakukan apapun bentuknya, kecil atau besar akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt.

Pada hari dimana semua mulut terkunci, dan yang akan berbicara adalah setiap tangan, kaki, dan anggota-anggota badan lainnya sebagai saksi dalam kehidupan ini. Ingatlah pesan Rasulullah dalam hadits riwayat Bukhari-Muslim: "Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang kalian tidak akan pernah tersesat selama kalian tetap berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunnahku."

Perubahan dinamika sosial yang saat ini sedang terjadi hendaknya disikapi dengan memperkuat kesadaran akan kebesaran Allah swt agar kita tidak terjerumus ke dalam kesesatan yang lebih besar.

Pola interaksi sosial yang bersifat multikultur ini harus senantiasa dilandasi dengan nilai- nilai al-Qur'an agar keberagaman dari berbagai suku, ras dan bangsa ini tidak menjadi sebuah malapetaka akan tetapi sebaliknya menjadi sebuah kekuatan dengan aneka ragam warna yang indah.

Kita hanya bisa berharap semoga Allah swt selalu melindungi kita dari segala musibah dan bencana. Baik musibah dan bencana di dunia maupun musibah dan bencana di akhirat nanti. Amin.

Demikian khutbah Jumat kali ini. Semoga kita bisa mengambil pelajarannya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Teks Khutbah 7: Bahaya Sombong

Assalamualaikum, Wr. Wb.

Jamaah Jumat yang berbahagia

Pada kesempatan yang baik ini marilah kita panjatkan syukur kepada Allah swt atas berbagai karunia yang telah dan masih akan diberikan kepada kita semua dalam kehidupan ini. Syukur yang merupakan bagian dari rangkaian ketaqwaan kepada-Nya adalah suatu proses mendekatkan diri kepada Allah melalui nikmat-nikmat yang diterima oleh seorang hamba. Shalawat dan salam senantiasa tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, kepada keluarganya dan kepada semua orang yang senantiasa mengikuti petunjuknya.

Hadirin jamaah jumat yang berbahagia

Dalam sebuah mimpi, Abu Yazid al-Busthami (814-875 M) seorang tokoh sufi yang sangat taat kepada Allah bertemu dengan Tuhannya. Maka pada saat itulah dia bertanya kepada tuhannya: "bima ataqarabu ilaika rabbi..?-dengan apa saya bisa mendekatiMu wahai Tuhanku, lalu dalam mimpinya itu Tuhannya menjawab: "utruk nafsaka fa ta'alaita"-buang jauh- jauh sifat egomu, maka kamu pasti dekat denganKu-.

Jama'ah jum'ah yang berbahagia

Penggalan kisah yang dialami Abi Yazid diatas menegaskan kepada kita semua bahwa sebagai makhluk yang lemah dan memiliki keterbatasan, tidak pantas bagi kita untuk memiliki sikap sombong, ujub, takabur dan sifat-sifat lainnya yang menjadikan kita lupa diri. Karena semua sifat-sifat itu hanya akan menjadikan kita jauh dari Allah swt, dan sebaliknya Allah pun akan semakin menjauh dari kita.

Sifat sombong hanya milik Allah dan kita tidak pantas untuk mengambil milik-Nya itu. Dalam berbagai literatur para ulama senantiasa menganjurkan kita untuk berusaha membuang sifat-sifat tercela tersebut dengan jalan membersihkan hati dan jiwa atau yang disebut tazkiyatun-nafs.

Proses pembersihan jiwa ini sangat perlu karena sebagai manusia yang memiliki potensi salah, lupa, sombong, ujub, bangga diri dan lain sebagainya, kita selalu diliputi dengan berbagai kesalahan dan dosa.

Bahkan lebih tegas lagi dalam sebuah hadits riwayat muslim Rasulullah saw bersabda :. Semua anak Adam pasti bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang mau bertaubat akan kesalahannya.

Hadirin jamaah jumat yang berbahagia

Saat ini coba kita renungkan, sudah berapa banyak kesalahan yang pernah kita lakukan terhadap orang lain, sudah berapa banyak dosa yang telah kita lakukan dalam kehidupan ini, kita perlu mengevaluasi diri, boleh jadi kita justru sangat buruk perangai dengan tetangga, sangat jahat dengan teman sejawat, suka menyakiti hati orang lain, baik dengan sengaja maupun tidak. Inilah yang mengharuskan kita untuk tazkiyatun-nafs, karena dalam kehidupan ini masing-masing dari kita sedang menulis kisahnya sendiri-sendiri.

Suatu kisah yang akan terlukis sepanjang hayat dan yang akan dibawa nanti di hadapan Allah swt. Setiap orang akan membeberkan ceritanya masing- masing, apakah itu sebuah cerita indah yang menyejukan ataukah itu cerita buruk yang menyedihkan.

Masing-masing dari kita harus bertanya pada diri sendiri, cerita indah apa yang ia lukiskan untuk hidup dan kehidupan ini.? Kisah indah apa yang telah ia gambarkan untuk hidup dan kemanusiaan ini.? Drama kehidupan apa yang akan ia bawa nanti kepada Allah.? Apakah drama yang menyejukan hati ataukah yang menyayat hati..? lalu cerita apa yang akan kita bawa nanti kepada Allah di yaumul mahsyar, apakah kita hanya akan mampu membawa kisah perjudian yang akan menundukan kepala karena malu.? Apakah kisah perzinahan yang hanya akan mengundang kemurkaan Allah.? Ataukah cerita pembunuhan yang akan kita beberkan dihadapan-Nya.

Jama'ah jum'ah yang berbahagia Inilah evaluasi yang harus kita lakukan untuk diri kita, keluarga kita, kelompok kita dan masyarakat kita. Ingatlah pesan Allah dalam surat Thâha ayat 108: "Pada hari itu semua manusia mendengar seruan dan tidak ada satupun yang berbelok dari seruan itu, dan hanya ada suara yang Maha Pemurah yang terdengar, kalian tidak mendengar apapun kecuali bisik-bisik Setiap orang hanya bisa berbisik. Berbisik tentang ketakutannya, berbisik tentang dosanya, berbisik tentang kemaksiatannya dan lain-lain".

Oleh sebab itu, pada kesempatan ini marilah kita perbaiki niat kita, perbaharui amal ibadah kita dan juga membersihkan jiwa raga kita dari segala noda dan kotoran dengan memperbanyak mendekatkan diri kepada Allah swt.

Demikian khutbah Jumat kali ini. Semoga kita bisa mengambil pelajarannya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Teks Khutbah 8: Waktu

Assalamualaikum Wr. Wb

Jama'ah sidang jum'ah yang berbahagia

Berbicara tentang waktu tidak akan habis-habisnya. Hal ini, karena waktu dan manusia merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Seberapa lama kehidupan seseorang, sejumlah itu juga waktu menemaninya. Waktu ibarat desiran angin, yang terkadang membuai dan melenakan, membuat terkantuk dan tertidur lelap. Waktu berada di setiap ruang. Ia ada di setiap penjuru kota dan desa, di gunung dan di pantai, bahkan di setiap sudut kehidupan manusia.

Rasulullah saw, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim menyatakan:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِير مِنَ النَّاسِ، الصّحَّةُ وَالْفَرَاغُ.

Artinya: "ada dua nikmat yang sering dilupakan manusia, yaitu sehat dan sempat".

Waktu memang akan berlalu ibarat anak panah yang lepas dari busurnya. Orang akan merasa kesehatan itu sangat penting manakala ia sudah jatuh sakit. Begitu juga seseorang akan merasakan kesempatan itu penting tatkala ia sudah dihadapkan dengan kesibukan yang banyak. Oleh karena itu, orang yang tidak menggunakan waktunya dengan baik pada akhirnya akan menemui penyesalan, dan orang menyesal, tidak ada sesuatu pun dalam benaknya kecuali dia ingin agar waktu diputar ulang.

Hadirin jemaah jumat yang berbahagia

Ibnu Jauzi, dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa diantara kerugian yang akan dialami bagi mereka yang tidak memanfaatkan waktu dengan baik adalah; Pertama, orang yang menunda untuk beramal shalih. Orang yang selalu menunda untuk melakukan kebajikan pada dasarnya adalah karena sering ditemani dengan rasa malas. Ibnu Qayyim menyatakan bahwa sifat menunda-nunda dan sekedar berangan-angan tanpa realisasi adalah dasar dari kekayaan orang-orang bangkrut. Pada kesempatan lain, Imam Hasan al Basri mengatakan bahwa janganlah dunia yang fana ini melenakan dirimu, dan juga jangan mengukur-ukur dirimu, semua itu akan cepat mengikis umurmu. Oleh karena itu, kejarlah amalmu dan jangan pernah menunda sampai besok, karena kamu tidak akan tahu kapan kamu akan kembali menemui Rabb-mu

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah

Yang kedua, orang yang tidak memiliki amal shalih selama di dunia. Ketahuilah, bahwa keinginan dan harapan bukan hanya milik orang-orang yang masih hidup, tapi juga mereka yang telah mati. Rasulullah saw menjelaskan keinginan orang-orang shalih di alam kubur adalah kembali kepada keluarga untuk menyampaikan kabar gembira, sementara keinginan orang-orang durhaka adalah kembali ke dunia lagi untuk beramal shalih. Hal ini sebagaimana digambarkan oleh Allah swt dalam Q.S. al-Munafiqun ayat 10 artinya: "Berinfaklah kalian dari apa yang Kami rezekikan kepada kalian, sebelum datang salah seorang kalian dan mengatakan; "ya Tuhanku seandainya Engkau tunda kematianku sebentar saja, agar aku bisa bersedekah dan menjadi orang shalih"

Hadirin sidang jumat yang berbahagia

Setiap orang akan menyesal karena mengabaikan pentingnya waktu untuk beramal. Namun penyesalan tidak akan pernah mampu mengembalikan waktu kembali sebelumnya. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa menjaga kualitas waktu kita dari hari ke hari dengan menjaga amal baik, agar kebaikan ini akan memberikan kesaksian di hadapan Allah swt tentang kita. Semoga kita semua senantiasa diberi kekuatan oleh Allah dalam memainkan setiap peran di atas pentas dunia ini dan kemudian kita semua dikembalikan ke hadirat-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin ya rabbal alamin.

Demikian khutbah Jumat kali ini. Semoga kita bisa mengambil pelajarannya. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Teks Khutbah 9: Memaknai Kewajiban Ibadah Haji

Assalamualaikum Wr. Wb

Sidang Jumat rahimakumullah,

Ibadah haji merupakan salah satu dari kelima Rukun Islam, yakni sebagai rukun terakhir setelah syahadat, shalat, puasa dan zakat. Perintah menunaikan ibadah haji adalah sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an, Surah Ali Imran, Ayat 97 sebagai berikut:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya: "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam."

Ayat di atas menjelaskan bahwa ibadah haji itu wajib. Tetapi hukum wajib itu dikaitkan dengan kemampuan karena ibadah ini merupakan sebuah perjalanan yang membutuhkan kemampuan materi dan kekuatan fisik. Bila sebuah ibadah dikaitkan langsung dengan kemampuan para hamba-Nya, maka terdapat hikmah tertentu yang menunjukkan kebijaksanaan Allah SWT. Orang orang beriman akan menerima ketentuan tersebut tanpa berat hati.

Di sisi lain, dikaitkannya ibadah haji dengan kemampuan para hamba-Nya menunjukkan kasih sayang Allah SWT yang besar terhadap mereka. Semua ini sebagaimana telah ditegaskan di dalam Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah, Ayat 286:

لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا

Artinya: "Allah tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya." Hal yang sama juga ditegaskan dalam Surah Al Maidah, Ayat 6:

Selain di dalam Al-Qur'an, perintah ibadah haji juga disebut di dalam hadits Rasulullah SW. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abi Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda dalam suatu pidatonya:

أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا. فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ. ثُمَّ قَالَ: ذَرُوْنِي مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ

Artinya: "Wahai sekalian manusia, sungguh Allah telah mewajibkan bagi kalian haji maka berhajilah kalian!" Seseorang berkata: "Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?" Beliau terdiam sehingga orang tersebut mengulangi ucapannya tiga kali. Lalu Rasulullah SAW bersabda: "Kalau aku katakan ya, niscaya akan wajib bagi kalian dan kalian tidak akan sanggup." Kemudian beliau berkata: "Biarkanlah apa yang aku tinggalkan kepada kalian. Sesungguhnya orang sebelum kalian telah binasa karena mereka banyak bertanya yang tidak diperlukan dan menyelisihi nabi nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian maka lakukanlah sesuai dengan kesanggupan kalian. Dan bila aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah."

Dari hadits tersebut dapat diketahui secara jelas bahwa kewajiban menjalankan ibadah haji hanya sekali seumur hidup. Selebihnya tidak wajib. Ibadah haji manfaatnya lebih banyak untuk diri sendiri daripada untuk orang banyak. Misalnya, dengan berhaji seseorang dapat mencapai kesalehan personalnya karena berarti telah melaksanakan salah satu perintah-Nya.

Dalam konteks Indonesia, dengan berhaji seseorang juga mendapat pengakuan status sosial tertentu di masyarakat dengan adanya gelar "Haji" atau "Hajjah" yang disandangnya. Selain itu, dengan berhaji ke Mekah Saudi Arabia, seseorang memiliki pengalaman berkunjung ke luar negeri yang di masa sekarang umumnya menggunakan pesawat terbang. Ini merupakan pengalaman luar biasa karena tidak setiap orang mendapat kesempatan seperti itu.

Kemanfaatan ibadah haji seperti itu berbeda dengan zakat atau sedekah yang manfaatnya lebih banyak dirasakan langsung oleh orang lain maupun diri sendiri. Maka bisa dimengerti ibadah zakat diwajibkan setiap tahun sekali, sedangkan ibadah haji hanya sekali selama hidup.

Sidang Jumat rahimakumullah,

Menunaikan ibadah haji hendaknya tidak ditunda-tunda sebab kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Bisa jadi kita akan sakit atau malah mengalami kemunduran secara ekonomi, atau malah sudah meninggal dunia. Hal-hal seperti ini bisa menghilangkan kesempatan ibadah haji yang sebenarnya sudah ada di tangan.

Hilangnya kesempatan itu tidak berarti Allah SWT belum memanggil kita. Dengan diwajibkannya menunaikan ibadah haji sebagaimana termaktub dalam Al Quran dan Hadits, sesungguhnya setiap orang sudah dipanggil Allah SWT untuk menunaikan ibadah tersebut. Tentu saja bagi mereka yang memang sudah mampu hendaknya segera memenuhi panggilan itu sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيْضُ وَتَضِلُّ الضَالَّةُ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ

Artinya: "Barangsiapa hendak melaksanakan haji, hendaklah segera ia lakukan, karena terkadang seseorang itu sakit, binatang (kendaraannya) hilang, dan adanya suatu hajat yang menghalangi.

Sidang Jumat Rahimakumullah

Lalu bagaimana dengan mereka yang belum mampu menunaikan ibadah haji karena memang tidak mampu atau miskin? Rasulullah SAW pernah bersabda dalam suatu hadits yang diriwayatkan Abu Nu'aim al-Qudha'i dan Ibnu 'Asakir dari Ibnu 'Abbas, sebagaimana termaktub dalam Kitab Al-Jami'ush Shaghir, Artinya: "Shalat Jum'at adalah hajinya orang-orang miskin".

Maksud hadits tersebut adalah shalat Jumat di masjid bagi orang-orang yang tidak mampu sama pahalanya dengan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.

Beberapa pihak menilai hadits di atas lemah. Tetapi sebagai upaya untuk mendorong orang-orang yang belum mampu menunaikan ibadah haji karena memang miskin, hadits ini sangat baik untuk diperhatikan agar mereka secara istiqamah dapat melaksanakan jamaah shalat Jumat di masjid. Siapa tahu dengan istiqomah jamaah shalat Jumat, Allah SWT pada saatnya benar-benar memberikan kesempatan kepada mereka menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci di Makkah Al Mukarromah. Amin ... amin ... ya Rabbal Alamin...

Terlepas dari status hadits di atas, hadits tersebut sebetulnya menunjukkan keadilan di dalam Islam bahwa orang-orang yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji tetap memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan pahala yang besar, yakni dengan berjamaah shalat Jum'at secara istiqamah terutama di masjid. Dengan demikian, maka ajaran Islam tidak membuat kecil hati orang-orang lemah karena Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang penuh kasih sayang.

Demikian khutbah Jumat kali ini. Semoga kita bisa mengambil pelajarannya. Wassalamualaikum Wr. Wb

Teks Khutbah 10: Menjaga Kerukunan dalam Bermasyarakat

Assalamualaikum. Wr. Wb

Ma'asyiral muslimin, jamaah Jumat, hafidhakumullâh.

Pada kesempatan yang mulia ini, yaitu di saat kita diberikan anugerah oleh Allah subhanahu wa ta'ala dapat menjalankan ibadah shalat Jumat, khatib berwasiat kepada pribadi kami sendiri dan juga kepada para hadirin sekalian, marilah kita senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala dengan selalu berusaha melaksanakan perintah-perintah Allah serta menjauhi larangan-larangannya. Semoga ketakwaan kita akan selalu terbawa sehingga dapat menghantarkan kita kelak saat dipanggil Allah dalam keadaan mati husnul khatimah, âmîn yâ rabbal 'âlamîn.

Ma'asyiral muslimin.

Persatuan adalah kunci sebuah keberhasilan. Sebuah keluarga yang bersatu akan mampu menciptakan lingkungan keluarga yang damai dan tenteram, sebuah organisasi yang bersatu akan mampu merealisasikan visi dan misinya dengan maksimal, demikian pula sebuah bangsa yang bersatu akan mampu menciptakan masyarakat yang kondusif dan hidup dengan rukun. Oleh sebab itu Allah swt berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Artinya, "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk." (QS Ali Imran [3]: 103).

Berkaitan dengan pentingnya menjaga persatuan, dalam satu hadits Nabi diriwayatkan,

وَعَنْ أنَسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عليهِ وسلم: لاَتَقَا طَعُوا وَلاَتَدَا بَرُوا وَلَاتَبَا غَضُوا وَلاَتَحَا سَدُوا، وَكُونُواعِبَادَ اللهِ إخْوَانًا ، وَلاَيَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أنْ يَهْجُرَ أخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثٍ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Artinya, "Dari Anas ra, dia berkata, 'Rasulullah saw bersabda, 'Jangan putus-memutus hubungan, jangan belakang-membelakangi, jangan benci-membenci, dan jangan hasud menghasud. Jadilah kamu hamba Allah sebagai saudara, dan tidak dihalalkan bagi seorang Muslim mendiami saudara sesama Muslimnya lebih dari tiga hari.'" (Muttafaqun 'alaih)

Ma'asyiral muslimin.

Untuk mewujudkan persatuan dalam masyarakat, kita perlu melakukan upaya-upaya sosial yang harus ditanamkan dalam keseharian kita. Diantaranya adalah mampu menjaga perasaan dengan orang-orang di sekitar kita, baik dengan sesama anggota keluarga, tetangga, kolega, dan semua orang yang kita temui. Dalam satu hadits Nabi diriwayatkan,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً. الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ

Artinya, "Dari Abu Hurairah, dia berkata, 'Rasulullah saw bersabda, 'Kamu sekalian, satu sama lain janganlah saling mendengki, saling menipu, saling membenci, saling menjauhi, dan janganlah membeli barang yang sedang ditawar orang lain. Dan jadilah kamu sekalian hamba hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, maka tidak boleh menzaliminya, menelantarkannya, mendustainya dan menghinakannya.'" (HR Muslim).

Hadits ini menegaskan bahwa sebagai sesama Muslim kita dituntut untuk saling menjaga perasaan sama lain. Tidak iri jika ada saudaranya memperoleh nikmat, tidak mudah terprovokasi satu sama lain, tidak merendahkan saudara Muslim yang memiliki keterbatasan, dan sebagainya.

Ma'asyiral muslimin.

Upaya untuk menjaga persatuan berikutnya adalah menjalin kepekaan sosial. Hal ini bisa dilakukan dengan saling memahami satu sama lain. Contoh-contoh yang bisa kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari seperti menjenguk saudara Muslim yang sakit, meminjaminya ketika sedang butuh, berbagi makanan jika kita memiliki makanan berlebih, dan sebagainya. Rasulullah sendiri mengibaratkan antara satu Muslim dengan Muslim yang lainnya bagaikan anggota badan dalam satu tubuh. Beliau bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

Artinya, "Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, saling menyayangi dan bahu membahu, bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga dengan tidak bisa tidur dan merasa demam." (HR Muslim).

Upaya yang bisa kita lakukan selanjutnya adalah saling memaafkan. Sebagai manusia biasa, tentu kita tidak luput dari salah dan dosa, sebab itu kita dianjurkan untuk memaafkan kesalahan orang lain. Dengan membiasakan diri untuk memaafkan orang lain, semua orang pun akan merasa nyaman dengan keberadaan kita. Rasulullah saw bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمَينِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أنْ يَفْتَرِقَا

Artinya "Setiap dua orang Muslim bertemu dan berjabat tangan, niscaya dosa keduanya diampuni sebelum mereka berpisah." (HR Abu Dawud).

Demikianlah khutbah singkat yang bisa khatib sampaikan. Semoga kita bisa selalu menjadi umat Muslim yang mampu menjaga kerukunan. Baik dalam lingkungan keluarga, pertemanan, hingga dalam berbangsa dan bernegara.

Demikian 10 teks khutbah Jumat yang penuh makna. Semoga melalui khutbah-khutbah tersebut, kita semua dapat mengambil inspirasi dan pedoman untuk menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran dan ketakwaan.

Artikel ini ditulis oleh Muthia Alya Rahmawati peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(ahr/apl)


Hide Ads