8 Contoh Teks Khutbah Jumat tentang Halal Bihalal dan Amalan Bulan Syawal

8 Contoh Teks Khutbah Jumat tentang Halal Bihalal dan Amalan Bulan Syawal

Nur Umar Akashi - detikJateng
Kamis, 03 Apr 2025 15:29 WIB
Ilustrasi khutbah atau ceramah
Ilustrasi khutbah Jumat. (Foto: Freepik/storyset)
Solo -

Setelah Idul Fitri berlalu, para khatib dapat membawakan materi seputar halal bihalal dan amalan Syawal. Cari teksnya di mana? Tenang, cek 8 contoh teks khutbah Jumat tentang halal bihalal dan amalan bulan Syawal berikut ini!

Syawal adalah bulan kesepuluh dalam urutan kalender Hijriah. Pada bulan ini, terdapat amalan mulia yang diajarkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW, yakni puasa sunnah 6 hari. Umat Islam perlu tahu seluk-beluknya dahulu sebelum mulai mengerjakan agar tidak salah.

Dengan alasan ini, khutbah Jumat yang membahas amalan-amalan Syawal sangat cocok untuk dibawakan. Di samping itu, pembahasan seputar halal bihalal atau Syawalan yang umum dilakukan pada bulan ini juga sesuai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Langsung saja, di bawah ini detikJateng sudah himpunkan delapan contoh teks khutbah Jumat yang mengangkat topik amalan bulan Syawal dan halal bihalal. Simak satu per satu sampai tuntas, ya, detikers!

Kumpulan Teks Khutbah Jumat Tema Halal Bihalal dan Amalan Syawal

Contoh Teks Khutbah Jumat #1: Merawat Amal Shalih di Bulan Syawal

(sumber: tulisan Ustadz Muhammad Subroto di situs al-Azhar Yogyakarta World Schools)

ADVERTISEMENT

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata'ala, dengan senantiasa berupaya melakukan semua kewajiban dan meninggalkan semua larangan.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Jum'at kali ini bertepatan dengan tanggal 22 Syawal 1442 H, kita masih berada di bulan syawal, masih ada kesempatan untuk melaksanakan puasa syawal untuk lebih melengkapi puasa ramadhan yang telah kita laksanakan.

Tak hanya itu, di bulan syawal ini tentunya masih sangat melekat dalam benak kita akan tarbiyah ruhaniyah yang kita jalankan selama bulan ramadhan lalu, amaliyah ubudiyah itu hendaknya terus kita jaga dan istiqomah agar kita benar-benar menjadi pribadi yang "Taqwa". Maka hal ini menjadi tantangan kita berikutnya, yakni bagaimana upaya kita dalam merawat Amal Shalih di bulan Syawal.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Bulan Syawal adalah awal kembali suci, setelah segala noda, dosa, dan sifat-sifat tak terpuji dibersihkan dalam ruang karantina bernama Bulan Ramadhan. Oleh karenanya, sudah semestinya kita menjaga kesucian tersebut setelah Ramadhan usai, ditandai dengan hari Raya Idul fitri, sampai dengan datangnya Ramadhan berikutnya.

Hal terpenting untuk diperhatikan dan dievaluasi adalah, apa yang dihasilkan setelah proses "karantina" selama satu bulan Ramadhan itu selesai?. Bukan hanya dominan berlebihan, heboh, dalam aktivitas fisik saat "karantina" belaka, tanpa penghayatan mendalam, agar karantina (Ramadhan) yang dibayar mahal dengan "ongkos" haus dan dahaga selama sebulan itu, tidak sia-sia.

Ramadhan jelas merupakan ladang mutiara bagi yang memfungsikan momentum tersebut dengan sebaik-baiknya, namun ia bukan apa-apa bagi orang yang salah jalan dalam menelusurinya.

Sungguh kerugian besar jika pasca Ramadhan tidak menghasilkan hal-hal positif yang terkait dengan ketaqwaan setelah Ramadhan berlalu. Kerugian tersebut bukan hanya karena dibayar dengan jerih payah haus-dahaga satu bulan penuh. Tetapi yang lebih harus disesali adalah lewatnya peluang tambang mutiara setahun sekali yang bernama bulan Ramadhan.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalam rangka menjaga kontinuitas dan kualitas ketaqwaan diri, agar amal shaleh kita terus berlanjut dan memberikan dampak positif pada diri kita dan orang-orang sekitar kita, berikut ada beberapa hal yang perlu kita tadabburi kembali, yang dalam hal ini khatib istilahkan ke dalam 4M;

Pertama Musyaratah, artinya mengawali bulan Syawal hendaknya diawali dengan tekad yang bulat untuk betul-betul berupaya meningkatkan amal.

Kedua Muraqabah, yaitu memantau diri atau merasakan bahwa Allah memantau. Jika sikap ini dimiliki, siapa pun tidak akan main-main dalam pelaksanaan tekad tersebut.

Ketiga Muhasabah, yaitu melakukan introspeksi sejauh mana pelaksanaan tekad yang diikrarkan tersebut. Apakah terlaksana dengan baik, atau terlaksana tetapi dipenuhi dengan kelalaian, atau tidak terlaksana sama sekali.

Keempat Mujahadah, yaitu mengerahkan segenap kemampuan yang ada pada diri untuk memperbaiki kelalaian dan kekurangan.

Langkah-langkah ini dapat kita jadikan instrumen tambahan dalam mengawal diri kita untuk menjaga keistiqomahan dalam ketaqwaan kepada Allah SWT. Dengan demikian, diharapkan Taqwa itu selalu melekat pada kepribadian kita, yang secara estafet akan melahirkan hal-hal positif dan unsur-unsur kemanfaatan dalam kehidupan kita. Di konteks inilah titik temu puncak dari ibadah puasa Ramadhan dengan ibadah-ibadah lain seperti haji, zakat dan berbagai ibadah lainnya.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Demikian Khutbah singkat yang dapat khotib sampaikan, semoga bisa menjadi manfaat fid din wad dunya wal akhiroh, amiin ya Robbal 'alamiin.

Contoh Teks Khutbah Jumat #2: Syawal, Menjalin Silaturahmi dan Memperkokoh Persatuan Bangsa

(sumber: tulisan Ustadz Zainuddin Lubis di situs NU Online)

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah, Tuhan semesta alam, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kita dapat kembali berkumpul di masjid pada hari yang mulia ini untuk melaksanakan ibadah Shalat Jumat. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah

Indonesia telah merdeka selama 79 tahun. Pertanyaannya, apa yang membuat bangsa ini tetap bertahan di tengah berbagai tantangan dan konflik? Jawabannya adalah persatuan. Rasa persatuan yang kuat antar rakyat Indonesia menjadi kunci utama kelangsungan bangsa ini.

Meskipun diwarnai dengan berbagai konflik dan segregasi di tengah masyarakat, Indonesia tetap mampu menjaga persatuannya. Hal ini menunjukkan bahwa semangat persatuan bangsa Indonesia sangatlah kuat dan tidak mudah goyah.

Kemampuan bangsa Indonesia untuk bersatu dan menyelesaikan konflik secara damai menjadi bukti nyata kekuatan persatuan. Persatuan ini jugalah yang menjadi modal utama bangsa Indonesia untuk terus maju dan berkembang di masa depan.

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah

Indonesia, negara yang kaya akan keberagaman, harus selalu menjaga dan merawat persatuannya. Keberagaman suku, agama, budaya, ras, dan bahasa bagaikan harta karun yang perlu dijaga. Tanpa persatuan, keragaman ini bukannya menjadi kekuatan, melainkan bom atom yang dapat menghancurkan bangsa.

Sejarah telah menunjukkan banyak contoh bangsa yang punah karena mengabaikan persatuan. Uni Soviet, raksasa dunia, runtuh bukan karena serangan fisik, melainkan kegagalan dalam mewujudkan kesatuan bangsa. Negara-negara Skandinavia pun bernasib sama, terpecah belah akibat gagal menjaga persatuan dan membiarkan perpecahan berkembang.

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah

Karena itu, sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk menjaga dan merawat persatuan Indonesia. Kita harus saling menghormati perbedaan satu sama lain, serta bekerja sama untuk membangun bangsa yang lebih maju dan sejahtera. Persatuan adalah kunci kekuatan bangsa, dan hanya dengan persatuan kita dapat mencapai cita-cita kemerdekaan.

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah

Islam mengajarkan kepada para pemeluknya untuk selalu mengedepankan persatuan dan kesatuan. Hal ini ditekankan dalam berbagai ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad saw. Persatuan dan kesatuan sangatlah penting bagi umat Islam karena dapat memperkuat mereka dalam menghadapi berbagai tantangan dan rintangan.

Dengan bersatu, umat Islam dapat saling membantu dan menguatkan satu sama lain. Mereka juga dapat lebih mudah mencapai tujuan bersama, baik dalam hal agama maupun duniawi. Persatuan dan kesatuan juga dapat menjaga perdamaian dan keharmonisan dalam masyarakat.

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah

Dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 103, Allah berfirman:

وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُواْ

Artinya: "Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai.

Menurut Prof Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, ayat 103 Surat Ali Imran mengandung pesan penting tentang konsekuensi persatuan dan perpecahan umat Islam. Ayat ini mengingatkan umat Islam untuk selalu menjaga persatuan dan keutuhan demi meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Perpecahan hanya akan membawa mereka kepada kesengsaraan dan kehinaan.

Bagi orang yang beriman dan bersatu, Allah menjanjikan keberuntungan dan kenikmatan di dunia dan akhirat. Persatuan ini diibaratkan sebagai tali Allah yang mengikat mereka, melambangkan kekuatan dan keteguhan dalam keyakinan.

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah

Di sisi lain, Allah memperingatkan kelompok yang sesat dan berselisih akan mendapatkan kecelakaan dan siksa, baik di dunia maupun di akhirat. Perpecahan ini digambarkan sebagai jurang neraka, melambangkan bahaya dan kehancuran yang menanti mereka.

Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Tafsir Marah Labid jilid I halaman 144 menjelaskan, ayat Ali Imran ayat 103 mengandung pesan penting tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan. Ayat ini mengingatkan kita untuk menghindari perpecahan dan perselisihan, yang dapat timbul dari berbagai faktor seperti permusuhan, perbedaan pendapat dalam agama, bahkan kesombongan dan egoisme.

Ayat ini menjelaskan bahwa perpecahan dan perselisihan akan membawa konsekuensi berat di hari kiamat. Pada hari tersebut, wajah orang-orang mukmin akan bersinar dengan kebahagiaan dan lembaran amalnya akan putih bersih. Sebaliknya, wajah orang-orang yang suka berpecah belah akan menjadi hitam legam dan lembaran amalnya akan penuh dosa.

Nabi berpesan tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan umat. Dalam hadis riwayat Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim dijelaskan bahwa memutus hubungan silaturahmi merupakan tindakan yang diharamkan dalam Islam. Nabi saw menganjurkan umatnya untuk saling menjaga hubungan baik dan saling memaafkan jika terjadi perselisihan.

وَعَنْ أنَسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عليهِ وسلم: لاَ تَقَاطَعُوا وَلاَ تَدَا بَرُوا وَلَا تَبَا غَضُوا وَلاَ تَحَا سَدُوا، وَكُونُواعِبَادَ اللهِ إخْوَانًا، وَلاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أنْ يَهْجُرَ أخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Artinya: "Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: 'Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Jangan saling mencerca, jangan saling menjelekkan, jangan saling marah, dan jangan saling memutus hubungan. Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak halal bagi seorang muslim untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari'." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Marilah kita jadikan bulan Syawal ini sebagai momentum untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Marilah kita bersatu padu untuk membangun bangsa Indonesia yang maju, adil, dan sejahtera.

Contoh Teks Khutbah Jumat #3: Tradisi Halal Bihalal

(sumber: tulisan KH Ahmad Misbah dalam situs NU Banten)

Sidang jamaah Shalat Jumat yang berbahagia, Puji dan syukur alhamdulillah marilah kita panjatkan kehadirat Allah Rabbul'izzati. Pada kesempatan Jumat ini kita kembali dapat melaksanakan kewajiban sebagai seorang Muslim yaitu Shalat Jumat secara berjamaah di masjid yang kita cintai ini. Shalawat dan salam marilah kita sampaikan kepada uswatun hasanah kita yaitu Baginda Nabi Besar Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya, semoga kita semua yang hadir di masjid ini, kelak di Hari Kiamat mendapatkan syafaat dari Nabi. Amin.

Mengawali khutbah singkat pada kesempatan ini, kami selaku khatib berwasiat kepada diri pribadi saya dan kepada seluruh jamaah, marilah kita tingkatkan takwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa yaitu melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.

Sidang jamaah Shalat Jumat yang berbahagia,

Hari ini adalah hari ketujuh bulan Syawal. Itu artiya masih dalam suasana Syawal yang juga suasana halalbihalal bagi masyarakat Indonesia. Suasana saling memaafkan, bersalam salaman, dan bahagia bersilaturahim sesasama saudara, tetangga, dan handai taulan semua.

Halalbihalal jika dilihat dari sudut pandang budaya, hanya ada di Indonesia dan istilahnya memakai bahasa Arab. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna halalbihalal adalah acara maaf-maafan pada hari Lebaran, sehingga mengandung unsur silaturahim. Sedangkan dalam bahasa Arab, halalbihalal berasal dari kata halla atau halala yang mempunyai banyak arti sesuai dengan konteks kalimatnya, antara lain penyelesaian problem (kesulitan), meluruskan benang kusut, mencairkan yang beku, atau melepaskan ikatan yang membelenggu.

Sedangkan dari segi fiqih, halal yang oleh para ulama dipertentangkan dengan kata haram, apabila diucapkan dalam konteks halalbihalal memberikan pesan bahwa mereka yang melakukannya akan terbebas dari dosa.

Dengan demikian, halalbihalal menurut tinjauan hukum fikih menjadikan sikap yang tadinya haram atau yang tadinya berdosa menjadi halal atau tidak berdosa lagi. Ini tentu baru tercapai apabila persyaratan lain yang ditetapkan oleh hukum terpenuhi oleh pelaku halalbihalal, seperti secara lapang dada saling maaf-memaafkan.

Hadirin sidang Shalat Jumat yang berbahagia,

Asal usul halal bihalal berasal dari KH Abdul Wahab Chasbullah pada 1948. KH Wahab merupakan seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama. KH Wahab memperkenalkan istilah halalbihalal pada Bung Karno sebagai bentuk cara silaturahim antarpemimpin politik yang pada saat itu masih memiliki konflik.

Atas saran KH Wahab, pada Hari Raya Idul Fitri 1948, Bung Karno mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahim yang diberi judul halalbihalal. Para tokoh politik akhirnya duduk satu meja.

Mereka mulai menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depan. Sejak saat itu, berbagai instansi pemerintah di masa pemerintahan Bung Karno menyelenggarakan halal bihalal. Halal bihalal kemudian diikuti masyarakat Indonesia secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama. Hingga kini halalbihalal menjadi tradisi di Indonesia.

Setelah kita mengetahui sejarah dan makna halalbihalal, tentunya kita perlu lebih jauh mengetahui sejauh mana kelebihan-kelebihan dari halalbihalal yang dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia yang sudah membudaya begitu kental. Di antara kebaikan atau kelebihan yang didapatkan dari budaya halalbihalal masyarakat Indonesia adalah:

1. Menjadi seorang pemaaf Halalbihalal menjadi ajang silaturahim antarsesama setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Halalbihalal biasanya diawali dengan saling bermaafan atas segala kesalahan melalui tradisi sungkeman atau salaman. Firman Allah:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ

"Jadilah pemaaf dan anjurkanlah orang berbuat baik, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh." (QS Al-A`raf: 199).

2. Terbebas dari dosa sesama Ketika budaya halalbihalal dilakukan dengan saling meminta dan memberi maaf atas segala dosa dan kesalahan yang terjadi di antara masyarakat, dengan sendirinya masyarakat sudah tidak memiliki dosa di antara mereka. Artinya bahwa mereka sudah terbebas dari dosa sesama manusia melalui budaya saling memaafkan di antara mereka. Hal ini penting dalam kehidupan beragama dan juga bermasyarakat. Rasululloh bersabda:

عَنْ سَلْمَانِ الْفَارِسِيِّ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:"إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا لَقِيَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فَأَخَذَ بِيَدِهِ تَحَاتَّتْ عَنْهُمَا ذُنُوبُهُمَا، كَمَا تَتَحَاتُ الْوَرَقُ مِنَ الشَّجَرَةِ الْيَابِسَةِ فِي يَوْمِ رِيحٍ عَاصِفٍ، وَإِلا غُفِرَ لَهُمَا، وَلَوْ كَانَتْ ذُنُوبُهُمَا مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ" - رواه الطبراني

''Dari Salman Al-Farisy RA, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya seorang muslim apabila bertemu dengan saudaranya sesama muslim kemudian keduanya berjabat tangan, maka akan gugurlah dosa-dosa keduanya sebagaimana bergugurannya daun-daun kering di hari angin bertiup kencang. Atau pun jika tidak, maka dosa-dosa keduanya akan diampuni walaupun seumpama sebanyak buih di lautan." (HR Turmudzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

3. Perekat persaudaraan fungsi dari halal bihalal adalah dapat mempererat persaudaraan antarsesama Muslim. Sebab, setiap halalbihalal kita akan bertemu dengan sesama Muslim, saling memaafkan dan saling mendoakan. Semua cair dan lebih siap untuk saling memaafkan dan mendoakan sesama yang bertemu baik sengaja maupun tidak sengaja, sehingga halal bihalal dapat membuat hubungan dengan orang lain semakin dekat. Allah berfirman:

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya: "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat." (QS Al-Hujurat: 10)

4. Membangun nilai sosial bagi masyarakat tradisi halal bihalal memiliki nilai lebih. Tidak hanya sekadar bermaaf-maafan dan menyambung tali silaturahim. Lebih dari itu. Tradisi halal bihalal dapat menghidupkan nilai-nilai sosial di tengah kehidupan bermasyarakat. Dalam ilmu sosiologi agama menjelaskan bahwa sudah sepatutnya agama dapat menangani masalah-masalah yang penting dalam kehidupan bermasyarakat.

Problematika yang paling dominan adalah aspek psikologis yang bukan hanya bersifat pribadi (private), tetapi lebih dari itu, publik (public). Oleh karena itu, ketika wilayah (domain) teknologi dan teknik institusi tidak dapat menyelesaikan problematika manusia, maka agama dengan kekuatan supernaturalnya yang dijadikan alternatif mengatasi keterbatasan tersebut.

''Diriwayatkan dari Abi Musa ra. di berkata, "Rasulullah pernah bersabda, 'Orang mukmin yang satu dengan yang lain bagai satu bangunan yang bagian-bagiannya saling mengokohkan.'' (HR Bukhari - 481)

Demikian khutbah yang singkat ini, semoga kita tetap semangat untuk melestarikan budaya halal bihalal dalam lingkungan masyarakat kita agar menjadi masyarakat yang marhamah dan maghfirah. Amin.

Contoh Teks Khutbah Jumat #4: Meraih Pahala Berlimpah dengan Puasa Syawal

(sumber: tulisan Ustadz Zainuddin Lubis dalam situs NU Online)

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kita dapat kembali berkumpul di masjid pada hari yang mulia ini untuk melaksanakan ibadah sholat Jumat. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah

Bulan Ramadhan telah berlalu, namun kenangan indahnya masih terpatri dalam hati kita. Kini, kita memasuki bulan Syawal, bulan yang penuh dengan kegembiraan dan keutamaan. Salah satu keutamaan bulan Syawal adalah dianjurkannya untuk melaksanakan puasa sunnah Syawal selama enam hari.

Dalam hadits riwayat Imam Muslim menyebutkan anjuran Rasulullah SAW untuk melaksanakan puasa sunnah selama enam hari di bulan Syawal, setelah kita selesai menjalankan ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan. Keutamaan puasa Syawal ini begitu luar biasa. Puasa enam hari di bulan Syawal akan dibalas dengan pahala yang setara dengan pahala puasa selama setahun penuh.

Rasulullah SAW bersabda;

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْر

Artinya: "Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, maka (pahala puasanya) seperti berpuasa selama setahun." [HR. Muslim]

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah

Janji pahala yang besar ini tentunya memiliki makna yang dalam. Puasa Syawal bisa menjadi bentuk kesempurnaan ibadah puasa Ramadhan. Selama sebulan penuh di Ramadhan, mungkin kita pernah lalai atau tidak bisa menjalankan puasa dengan sempurna. Puasa Syawal memberikan kesempatan untuk memperbaiki kekurangan tersebut dan menambah pahala puasa kita.

Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni, Jilid IV, halaman 438, memuat hadis lain, dengan periwayat Imam Abu Daud, Tirmidzi, dan Imam Ahmad. Bersumber dari sahabat Tsauban, Nabi Muhammad bersabda keutamaan besar puasa enam hari di bulan Syawal seperti pahala orang yang berpuasa selama setahun penuh.

قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ، شَهْرٌ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ ، وَصَامَ سِتَّةَ أيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ ، وَذَلِكَ تَمَامُ سَنَةٍ

Artinya: "Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan selama sebulan, pahalanya seperti sepuluh bulan, dan siapa yang berpuasa enam hari setelah Idul Fitri (Syawal), maka ia telah menyempurnakan puasanya selama setahun," [HR. Ibnu Majah].

Ibnu Qudamah mengatakan dalam al-Mughni penjelasan hadits ini adalah bahwa setiap kebaikan dibalas sepuluh kali lipat. Satu bulan puasa Ramadhan setara dengan sepuluh bulan, dan enam hari puasa Syawal setara dengan enam puluh hari. Sehingga totalnya menjadi dua belas bulan, yang merupakan satu tahun penuh.

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah

Keutamaan puasa Syawal ini menunjukkan bahwa amal ibadah di bulan Syawal memiliki nilai yang tinggi. Meskipun hanya enam hari, pahalanya setara dengan puasa selama setahun penuh. Hal ini menjadi kesempatan bagi umat Islam untuk meningkatkan ibadah dan meraih pahala yang berlipat ganda. Simak penjelasan Ibnu berikut;

يَعْنِي أَنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا ، فَالشَّهْرُ بِعَشَرَةٍ وَالسِّتَّةُ بِسِتِّينَ يَوْمًا . فَذَلِكَ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، وَهُوَ سَنَةٌ كَامِلَةٌ

Artinya: "Maksudnya satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa. Maka sebulan menjadi sepuluh bulan, dan enam hari menjadi 60 hari [2 bulan], sehingga menjadi satu tahun penuh [12 bulan]. Maka, ada dua belas bulan dalam setahun, yang merupakan satu tahun penuh."

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah

Selanjutnya, dalam riwayat dari Ibnu Umar, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan keutamaan lain puasa Syawal adalah orang yang melaksanakan puasa enam hari akan diampuni semua dosanya. Keutamaan ini menjadi motivasi yang kuat untuk tidak melewatkan kesempatan meraih pahala yang besar. Dengan menjalankan puasa Syawal, umat Islam tidak hanya menyempurnakan ibadah puasa Ramadhan, tetapi juga dapat mensucikan diri dari dosa-dosa yang telah diperbuat.

Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar tersebut berbunyi:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَأتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ خَرَجَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

Artinya: "Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari Syawal, maka dia keluar dari dosa-dosanya seperti hari dia dilahirkan oleh ibunya."

Adapun maksud "keluar dari dosa-dosa seperti hari dia dilahirkan oleh ibunya" adalah diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT. Ini merupakan ganjaran yang luar biasa bagi orang yang mau bersusah payah menjalankan puasa di bulan Syawal.

Hadirin Sidang Jumat Rahimakumullah

Dengan demikian, marilah kita manfaatkan kesempatan emas ini untuk meraih pahala yang besar dan mensucikan diri dari dosa-dosa dengan menjalankan puasa Syawal selama enam hari setelah Idul Fitri. Pun semoga kita menjadi orang yang takwa, yang konsisten beramal kebajikan pasca Ramadhan.

Contoh Teks Khutbah Jumat #5: Cara Menjaga Spirit Ibadah Pascaramadhan

(sumber: tulisan H Muhammad Faizin dalam situs Kementerian Agama)

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah

Segala puji bagi Allah swt, Tuhan semesta alam yang terus mengalirkan nikmat yang tak bisa dihitung satu persatu kepada kita, di antaranya adalah nikmat iman dan takwa sehingga kita masih bisa menikmati manisnya Islam yang akan membawa kita selamat dunia akhirat. Tiada kata lain yang patut diucapkan kecuali kalimat Alhamdulillahirabbil Alamin. Dengan terus bersyukur, insyaAllah karunia nikmat yang diberikan akan terus ditambah oleh Allah swt.

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Artinya: "(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras". (QS. Surat Ibrahim: 7)

Syukur yang kita ungkapkan ini juga harus senantiasa direalisasikan dalam wujud nyata melalui penguatan ketakwaan kepada Allah swt yakni dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dengan syukur dan takwa ini, maka kita akan senantiasa menjadi pribadi yang senantiasa diberi perlindungan dan petunjuk dalam mengarungi samudera kehidupan di dunia dan bisa terus menjalankan misi utama hidup di dunia yakni beribadah kepada Allah swt. Hal ini termaktub dalam Al-Qur'an Surat Adz-Dzariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya: "Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalam putaran waktu dan keseharian umat Islam, bulan Ramadhan menjadi momentum intensifnya kegiatan ibadah yang dilakukan baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Frekuensi ibadah seperti puasa, shalat, membaca Al-Qur'an, bersedekah, dan ibadah-ibadah lainnya menjadi warna dominan di bulan mulia tersebut. Semangat ini seiring dengan kemuliaan Ramadhan yang di dalamnya banyak memiliki keutamaan dan keberkahan. Ramadhan menjadi bulan 'penggemblengan' jasmani dan rohani umat Islam untuk menjadikannya pribadi yang senantiasa dekat dengan sang khalik, Allah swt.

Namun pertanyaannya, bagaimana pascaramadhan? Apakah kita mampu mempertahankan kualitas dan kuantitas ibadah kita? Apakah pasca-Ramadhan, kita kembali seperti sedia kala dengan semangat ibadah seadanya? Apakah takwa, sebagai buah dari perintah puasa Ramadhan, sudah kita rasakan dalam diri kita? Tentu pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh diri kita sendiri sebagai bahan muhasabah atau introspeksi diri agar spirit ibadah kita tidak mengendur pasca-Ramadhan.

Sehingga pada kesempatan khutbah ini, khatib ingin mengajak kita semua untuk melihat kembali lintasan perjalanan ibadah kita selama Ramadhan untuk menjadi spirit dan motivasi agar pasca Ramadhan, ibadah kita bisa ditingkatkan, atau minimal sama dengan Ramadhan. Melihat masa lalu itu penting sebagai modal untuk menghadapi masa depan sebagaimana Firman Allah:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (Al-Ḥasyr :18)

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Semangat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah sebenarnya sudah tergambar dari makna kata Syawal yang merupakan bulan setelah Ramadhan sekaligus waktu perayaan Hari Raya Idul Fitri.

Dari segi bahasa, kata "Syawal" (شَوَّالُ) berasal dari kata "Syala" (شَالَ) yang memiliki arti "irtafaá" (اِرْتَفَعَ) yakni meningkatkan. Makna ini seharusnya menjadi inspirasi kita untuk tetap mempertahankan grafik kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadhan. Dalam mempertahankannya, perlu upaya serius di antaranya adalah dengan melakukan 3 M yakni Muhasabah, Mujahadah, dan Muraqabah.

Muhasabah adalah melakukan introspeksi diri terhadap proses perjalanan ibadah di bulan Ramadhan. Muhasabah ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri tentang: Apa yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan? Apakah kita sudah memiliki niat yang benar dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan? Apa yang menjadikan kita semangat beribadah di bulan Ramadhan? Pernahkah kita melanggar kewajiban-kewajiban di bulan Ramadhan? Dan tentunya pertanyaan-pertanyaan introspektif lainnya untuk mengevaluasi ibadah kita selama ini.

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan memotivasi kita untuk semangat dan memperbaiki diri sehingga akan berdampak kepada kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadhan. Terkait pentingnya Muhasabah ini Rasulullah bersabda:

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ

Artinya: "Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.' (HR Tirmidzi).

Selanjutnya adalah mujahadah yakni bersungguh-sungguh dalam berjuang untuk mempertahankan tren positif ibadah bulan Ramadhan. Di bulan Syawal ini, kita harus tancapkan tekad untuk terus melestarikan kebiasaan-kebiasaan positif selama Ramadhan. Perjuangan ini tentu akan banyak menghadapi tantangan, baik dari lingkungan sekitar kita maupun dari diri kita sendiri. Oleh karenanya, kita harus memiliki tekad kuat dan benar agar hambatan dan tantangan yang bisa mengendurkan semangat ibadah kita ini bisa kita kalahkan.

Allah telah memberikan motivasi pada orang yang bersungguh-sungguh dalam berjuang sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an surat Al-Ankabut ayat 69:

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya: "Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang orang yang berbuat baik."

Cara selanjutnya adalah muraqabah yakni mendekatkan diri kepada Allah. Dengan muraqabah ini, akan muncul kesadaran diri selalu diawasi oleh Allah swt sekaligus memunculkan kewaspadaan untuk tidak melanggar perintah Allah sekaligus bersemangat untuk menjalankan segala perintah-Nya. Sikap-sikap ini merupakan nilai-nilai yang ada dalam diri orang-orang yang bertakwa. Mereka adalah orang yakin dan percaya kepada yang ghaib dan tak tampak oleh mata. Rasulullah saw bersabda:

أَنْ تَعْبـــُدَ اللَّهَ كَأَنَّــكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Artinya: "Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, sebab meski engkau tidak melihat-Nya, Dia melihatmu..." (HR Bukhari).

Nilai-nilai ketakwaan dengan senantiasa melakukan muraqabah ini seharusnya memang sudah tertancap dalam hati kita karena muara dari ibadah puasa di bulan Ramadhan sendiri adalah ketakwaan. Hal ini sudah ditegaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah: 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ۝١٨٣

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Demikian khutbah Jumat kali ini, semoga kita bisa senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kualitas serta kuantitas ibadah kita pasca-Ramadhan dengan Muhasabah, Mujahadah, dan Muraqabah. Semoga kita diberi kekuatan oleh Allah swt dalam mengemban misi ibadah ini. Amin.

Contoh Teks Khutbah Jumat #6: Setelah Ramadhan Pergi, Bagaimana Kita?

(sumber: tulisan Kifayatul Ahyar dalam situs NU Banyumas)

Ma'asyiral Muslimin Jama'ah Jum'at Rahimakumullah.

Hari ini, di Jumat pertama bulan Syawal tahun 1446 H, kita masih berada dalam suasana pasca Ramadhan yang indah. Lima hari telah berlalu sejak gema takbir idul fitri memenuhi langit, sejak hati kita bergetar oleh rasa syukur dan kebahagiaan. Ada yang merayakan dengan kemenangan, ada pula yang masih terjebak dalam kenangan. Tapi satu hal yang pasti, Ramadhan telah pergi. Bagaimana dengan kita, apakah kita juga akan pergi meninggalkan kebiasaan baik yang telah kita bangun?

Ramadhan bukan sekadar bulan yang datang dan pergi seperti angin lalu. Ia adalah madrasah, sekolah tempat kita belajar. Di sana kita diajari menahan rasa lapar agar tahu makna dari syukur. Kita diajari menahan haus agar mengerti arti dari ketabahan. Kita juga diajari sholat malam agar paham bahwa hubungan dengan Allah bukan hanya ritual, melainkan kebutuhan jiwa. Lalu, setelah sebulan penuh kita dididik di bulan Ramadhan, apakah kita akan kembali ke kebiasaan lama, seolah tak pernah belajar apa-apa?

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَٱعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ

"Dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu." (Q.S. Al-Hijr: 99)

Jelas sudah, ibadah bukan hanya urusan Ramadhan. Al-Qur'an, yang kita baca dengan khusyuk selama bulan suci itu, seharusnya tetap kita baca, renungkan, dan amalkan setiap saat. Kita tidak bisa menjadi "hamba Ramadhan" yang hanya taat sebulan dalam setahun, lalu kembali lupa setelahnya.

Ma'asyiral Muslimin Jama'ah Jum'at Rahimakumullah.

Imam Qatadah, seorang ulama besar ahli hadis, selalu mengkhatamkan Al-Qur'an dalam tujuh hari. Namun saat Ramadhan tiba, ia mengkhatamkannya setiap tiga hari. Dan di sepuluh malam terakhir Ramadhan? Ia membacanya setiap malam. Kita mungkin tak mampu seperti beliau, tapi kita bisa memetik satu hal, bahwa interaksi dengan Al-Qur'an bukan sekadar seremonial musiman, melainkan kebutuhan harian.

Maka, di luar bulan Ramadhan, mari kita tetap hidup bersama Al-Qur'an. Bacalah ia, renungkan maknanya, dan amalkan ajarannya. Sebab Al-Quran bukan sekadar bacaan untuk mengisi waktu luang, tetapi cahaya bagi perjalanan hidup kita.

Ma'asyiral Muslimin Jama'ah Jum'at Rahimakumullah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

"Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dilakukan secara terus-menerus, walaupun sedikit." (HR. Bukhari dan Muslim)

Bulan suci memang telah berlalu, tetapi semangatnya harus tetap tinggal di dalam diri kita. Jika Ramadhan adalah bulan kedermawanan, maka janganlah kita berhenti berbagi hanya karena Syawal telah tiba. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah orang yang paling dermawan di bulan Ramadhan, tapi beliau juga tetaplah dermawan di luar bulan itu.

Janganlah menunda untuk berbuat baik. Jangan menunggu bulan suci berikutnya untuk memulai kebaikan. Sebab hidup ini singkat, dan kematian bisa datang kapan saja. Betapa banyak orang yang berharap diberi kesempatan kedua untuk berbuat baik, tetapi ajal terlebih dahulu sudah menjemput mereka.

Ma'asyiral Muslimin Jama'ah Jum'at Rahimakumullah.

Jangan biarkan penyesalan itu datang pada kita. Jadilah hamba Allah sepanjang waktu, bukan hanya hamba Ramadhan. Sebab kebahagiaan sejati bukan hanya saat berbuka puasa setelah seharian menahan lapar, tetapi ketika kelak kita berjumpa dengan Allah dalam keadaan Dia ridho kepada kita.

Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk istiqomah, dalam ketaatan kepada-Nya, dimanapun dan sampai kapan pun. Aamiin.

Contoh Teks Khutbah Jumat #7: 3 Pesan Ramadhan di Bulan Syawal

(sumber: tulisan Ustadz M Shodiq Ma'mun di situs NU Banyumas)

Ma'asyiral muslimin, jamaah jumah rahimakumullah ...

Ibadah puasa di bulan Ramadhan yang baru saja kita laksanakan merupakan proses pendidikan berkelanjutan bagi orang-orang beriman. Pendidikan ini bertujuan menghantarkan mereka menuju puncak nilai-nilai kemanusiaan yang disebut takwa.

Setidaknya, ada tiga pesan utama dari bulan Ramadhan yang perlu kita pegang teguh untuk diterapkan di hari-hari berikutnya.

Pesan pertama adalah pesan moral (Tahdzibun Nafsi).

Ramadhan mengajarkan kita untuk mawas diri terhadap musuh terbesar umat manusia, yaitu hawa nafsu. Hawa nafsu adalah musuh yang tidak pernah mau berdamai. Puasa di bulan Ramadhan melatih kita untuk mengendalikan nafsu tersebut.

Meskipun rasa lapar dan dahaga terasa berat, kita mampu menahan diri karena keyakinan kepada Allah, meski tidak ada orang yang melihat jika kita melanggar.

Pesan moral ini harus terus dilanjutkan di bulan-bulan berikutnya agar kita senantiasa menjadi pribadi yang disiplin dan bertakwa.

Ma'asyiral muslimin, jamaah jumah rahimakumullah ...

Pesan kedua adalah pesan sosial.

Ramadhan juga menyampaikan pesan sosial yang terlihat indah menjelang akhir bulan, terutama saat umat Islam menunaikan zakat fitrah. Zakat fitrah mencerminkan semangat berbagi dan mempererat tali silaturahmi.

Perilaku terpuji ini tidak hanya berlaku di bulan Ramadhan tetapi harus terus dipupuk sepanjang tahun. Dengan zakat, orang yang membutuhkan merasa terbantu, sementara pemberi zakat mendapatkan balasan berupa pahala dari Allah SWT. Kesadaran untuk berbagi dengan sesama adalah wujud nyata dari keimanan dan kepedulian sosial.

Kemudian pesan yang ketiga adalah pesan jihad.

Jihad dalam konteks Ramadhan bukanlah jihad dalam pengertian sempit seperti berperang, melainkan jihad dalam arti luas, mengorbankan tenaga, harta benda, dan jiwa demi mencapai keridhoan Allah. Dan jihad terbesar adalah perjuangan melawan hawa nafsu.

Dalam masyarakat saat ini, jihad yang dibutuhkan adalah upaya membangun tatanan kehidupan yang bermartabat, adil, dan sejahtera berdasarkan ketaatan kepada Allah SWT. Jihad ini mencakup pengendalian diri dari segala hal yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Ma'asyiral muslimin, jamaah jumah rahimakumullah ...

Semoga tiga pesan Ramadhan ini dapat menjadi pedoman bagi kita untuk menjalani kehidupan di bulan syawal dan bulan-bulan berikutnya. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut, kita berharap menjadi hamba-hamba yang bertakwa di sisi Allah SWT. Amin Ya Rabbal 'Alamin.

Contoh Teks Khutbah Jumat #8: Perkuat Ibadah Sunnah untuk Syawal yang Maksimal

(sumber: tulisan H Muhammad Faizin dalam situs NU Online)

Jamaah Shalat Jumat rahimakumullah, Mengawali khutbah Jumat ini, khatib mengajak kepada jamaah wabil kusus kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. terlebih setelah kita melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan yang memang tujuan utamanya adalah mencetak pribadi umat Islam yang bertakwa. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS Al-Baqarah: 183)

Setelah menjalani puasa di bulan Ramadhan, kita akan banyak mendapatkan banyak ujian dan akan terlihat apakah bulan Tarbiyah Ramadhan berhasil menjadikan pribadi kita orang yang mampu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Pertanyaannya, apakah kita bisa mempertahankan predikat takwa tersebut di masa-masa yang akan datang?. Bagaimana cara untuk mempertahankannya?

Sidang Jumat yang dirahmati Allah,

Untuk mempertahankan agar predikat takwa bisa kita pertahankan pasca-Ramadhan, kita perlu memperkuat ibadah-ibadah sunnah terutama di bulan Syawal. Bulan ini menjadi momentum dan kesempatan bagi kita untuk melanjutkan dan meningkatkan semangat beribadah yang telah kita peroleh selama bulan Ramadhan.

Kita perlu ketahui, menilik dari maknanya, kata "Syawal" (شَوَّالُ) berasal dari kata "Syala" (شَالَ) yang berarti "irtafaá" (اِرْتَفَعَ) yang dalam bahasa Indonesia memiliki makna "meningkatkan". Oleh karena itu, kita terus diingatkan untuk senantiasa meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah di bulan yang penuh kebahagiaan berupa Hari Raya Idul Fitri ini.

Ada beberapa amalan sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan di bulan Syawal agar kita dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di antara amalan-amalan tersebut adalah pertama, melantunkan takbir. Begitu memasuki 1 Syawal kita diperintahkan oleh Allah untuk bertakbir mengagungkan kebesaran Allah. Kita bisa saksikan bersama-sama bagaimana takbir, tahmid, tahlil, dan dzikir-dzikir lainnya bergema saat Idul Fitri tiba.

Allah berfirman:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Artinya: "Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah (takbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur." (QS Al-Baqarah: 185)

Kedua adalah Shalat Idul Fitri. Shalat ini memiliki makna penting sebagai bentuk syukur kepada Allah atas kemenangan dan keberkahan yang kita dapatkan setelah menjalankan ibadah puasa Ramadan. Shalat Idul Fitri juga menjadi momen bagi umat Islam untuk berkumpul bersama, saling bermaaf-maafan, dan menguatkan tali persaudaraan. Hal ini ditunjukkan dengan shalat Jamaah Idul Fitri di berbagai tempat dengan materi-materi khutbah dengan berbagai tema untuk memaknai hari kemenangan.

Rasulullah bersabda:

عَنْ ابنِ مَسْعُوْد عَنِ النَّبِي ﷺ أَنَّهُ قَالَ اِذَا صَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوْا اِلَى عِيْدِهِمْ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالىَ: يَا مَلاَئِكَتِيْ كُلُّ عَامِلٍ يَطْلُبُ أَجْرَهُ وَعِبَادِيْ اللَّذِيْنَ صَامُوْا شَهْرَهُمْ وَخَرَجُوْا اِلَى عِيْدِهِمْ يَطْلُبُوْنَ أُجُوْرَهُمْ أَشْهِدُوْا أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ

Artinya: "Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud dari Nabi Muhammad, bahwa Nabi bersabda: ketika umat Nabi melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan dan mereka keluar untuk melaksanakan shalat Idul Fitri, maka Allah berfirman: wahai Malaikatku, setiap yang telah bekerja akan mendapatkan upahnya. Dan hamba-hambaku yang telah melaksanakan puasa Ramadhan dan keluar rumah untuk melakukan shalat Idul Fitri, serta memohon upah (dari ibadah) mereka, maka saksikanlah bahwa sesungguhnya aku telah memaafkan mereka."

Jamaah Shalat Jumat rahimakumullah,

Ketiga adalah bersilaturahim. Bulan Syawal adalah waktu yang tepat untuk memperkuat tali persaudaraan dengan silaturahim. Melalui silaturahim, kita dapat memperbaiki hubungan dengan keluarga, kerabat, dan teman-teman yang mungkin sempat renggang selama bulan Ramadhan atau bahkan sebelumnya. Selain itu, silaturahmi juga merupakan bentuk taat kepada Allah SWT, karena menjaga hubungan baik dengan sesama manusia adalah bagian dari ajaran Islam.

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, Jilid II, halaman 516 menjelaskan pada Hari Raya Idul Fitri, para sahabat Nabi Muhammad saw memiliki kebiasaan untuk saling mengunjungi dan bersilaturahmi. Dalam kunjungan tersebut, mereka saling mendoakan agar amal ibadah selama bulan Ramadhan diterima oleh Allah swt. Tradisi ini mempererat tali persaudaraan dan menjadi momentum saling mendoakan di antara sesama Muslim.

Keempat adalah puasa Syawal. Puasa Syawal dianjurkan sesuai dengan hadits Rasulullah:

صَامَ رَمَضَانَ، ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ اَلدَّهْرِ

Artinya: "Barangsiapa puasa Ramadhan, kemudian ia sertakan dengan puasa enam hari dari bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa setahun penuh." (HR Muslim).

Dalam kitab Lathâif al-Ma'ârif fîma li Mawâsim al-'Am min al-Wadhâif karya Ibnu Rajab al-Hanbali halaman 219-223 disebutkan lima keutamaan puasa syawal. Pertama, puasa sunnah Syawal adalah penyempurna puasa Ramadhan. Kedua, menyempurnakan pahala puasa menjadi pahala puasa setahun. Ketiga, membiasakan puasa setelah selesainya puasa Ramadhan adalah tanda diterimanya puasa Ramadhan kita. Keempat, tanda syukur kita kepada Allah swt. Dan kelima, ibadah yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan tidak terputus dan melestarikan semangat Ramadhan.

Jamaah Shalat Jumat rahimakumullah,

Demikianlah amalan-amalan ibadah sunnah untuk menjadikan Syawal kita maksimal. Mudah-mudahan kita diberikan kekuatan dan hidayah Allah untuk dapat melaksanakannya dan senantiasa ketakwaan akan senantiasa berada dalam diri kita. Amin.

Demikian 8 contoh teks khutbah Jumat tentang halal bihalal dan amalan bulan Syawal sebagai referensi bagi detikers. Semoga bermanfaat!




(sto/sto)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads