Penurunan Tanah di Stadion Hoegeng Pekalongan Capai 14,5 Cm dalam 2 Tahun

Pekalongan Terancam Tenggelam

Penurunan Tanah di Stadion Hoegeng Pekalongan Capai 14,5 Cm dalam 2 Tahun

Robby Bernardi - detikJateng
Selasa, 08 Nov 2022 16:32 WIB
Petugas Badan Geologi Kementerian ESDM mengecek penurunan tanah di Stadion Hogeng, Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan, Selasa (8/11/2022).
Petugas Badan Geologi Kementerian ESDM mengecek penurunan tanah di Stadion Hogeng, Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan, Selasa (8/11/2022). Foto: Robby Bernardi/detikJateng
Kota Pekalongan -

Belum genap sebulan, penurunan tanah di dalam Stadion Hoegeng Kota Pekalongan sudah bertambah sekitar 0,5 sentimeter. Pada Selasa (8/11), patok pengukur penurunan tanah milik Badan Geologi Kementerian ESDM yang dipasang di dalam Stadion Hoegeng menunjukkan penurunan tanah sudah mencapai 14,5 sentimeter.

Dari catatan detikJateng, patok pengukur itu dipasang sejak Maret 2020 dengan kedalaman 100 meter. Pada Oktober lalu, patok yang sama mencatatkan angka 14 sentimeter, artinya selama periode 2020-2022 penurunan tanah di Stadion Hoegeng Pekalongan mencapai 14,5 sentimeter.

"Hari ini kita cek tingkat penurunan patok di Stadion Hogeng. Ini bisa dilihat, penurunannya di angka 14,5 sentimeter per hari Selasa ini," kata petugas Badan Geologi Kementerian ESDM yang juga Analis Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Bappeda Kabupaten Pekalongan, Noviardi Titis Praponco, saat ditemui detikJateng, di Stadion Hoegeng, Selasa (8/11/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Titis mengatakan, dari puluhan patok yang dipasang di 11 titik di Kabupaten dan Kota Pekalongan, patok di Stadion Hoegeng yang mencatatkan angka penurunan tanah paling tinggi. Sebab, patok itu dipasang lebih awal dari patok lainnya.

"Per November setelah dihitung tadi 14,5 cm, (dari) alat yang dipasang dua tahun. Akumulasi data, berhubung ini pemasangan lebih awal, wilayah parah di sini. Ini patok sudah dua tahun, sejak 2020. Kalau lokasi lain kan sekitar 1-1,5 tahun," ungkapnya.

ADVERTISEMENT
Petugas Badan Geologi Kementerian ESDM mengecek penurunan tanah di Stadion Hogeng, Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan, Selasa (8/11/2022).Petugas Badan Geologi Kementerian ESDM mengecek penurunan tanah di Stadion Hogeng, Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan, Selasa (8/11/2022). Foto: Robby Bernardi/detikJateng

Apakah penurunan tanah itu memengaruhi bangunan sekitarnya? Titis lalu menunjukkan imbas penurunan tanah pada fisik bangunan Stadion Hoegeng.

"Ini salah satu contohnya. Ini bangunan tribun (selatan) tampak retak-retak. Ini bukan soal konstruksi yang jelek, ini karena dampak penurunan tanah," ujar Titis.

Bangunan tribun selatan Stadion Hogeng dekat dengan patok ukur milik Badan Geologi. Pada bangunan tribun itu terlihat retakan yang miring dan memanjang.

"Kebetulan di belakang sini ada keretakan, karena adanya penurunan tanah. Sekelas tribun saja retak. Kebetulan kenanya di gedung seperti ini. Kalau kenanya di batu namanya sesar," jelas Titis.

Imbas penurunan tanah juga terlihat pada bangunan lain, termasuk Kantor Kelurahan Tirto.

"Kemarin saya dilapori saat ngukur di kelurahan Tirto, di aula di lantai bawah pada njepat (mencuat) keramiknya. Fenomena retaknya keramik ini, retaknya bangunan gedung, dan adanya genangan air di sejumlah titik ini seiring dengan adanya penurunan tanah. Penurunan tanah memang tidak bisa dirasakan dengan cepat," ungkap Titis.

Tentang perubahan pola hidup masyarakat Pekalongan di halaman selanjutnya...

Menurut Kepala Bappeda Pekalongan, Cayekti, warga mesti beradaptasi dengan penurunan tanah di lingkungannya.

"Di utara misalnya, banyak ditemukan bangunan rumah yang lantai rumahnya tinggi. Peninggian lantai rumah tidak dibarengi dengan meninggikan atap rumah, karena faktor ekonomi. Pola mata pencarian tambak yang mulai banyak ditinggalkan, dan contoh lainnya," ungkapnya.

Cayekti menambahkan, warga yang tinggal di wilayah tergenang air rob terus meninggikan lantai rumahnya, agar rob atau banjir tidak masuk.

"Pembelian tanah uruk untuk meninggikan lantai, anak-anak sekolah pakai sepatu boots, perubahan mata pencarian warga dari tambak ke lainnya, produktivitas batik menurun, memang terlihat akibat perubahan dan krisis iklim ini," ucapnya.

Sementara itu, kabar penurunan tanah di Pekalongan direspons warga dengan tanggapan yang bervariasi.

"Saya juga baru tahu kalau dinding retak di Stadion Hogeng karena penurunan tanah. Saya kira karena bangunan jelek dan tua," kata Narudin (45) warga Kelurahan PasirKratonKramat (PKK), yang tiap harinya berjualan di sekitar Stadion Hogeng.

"Penurunan tanah ya pekerjaan pemerintah. Saya yang penting bisa kerja, jualan, anak istri tercukupi. Itu saja," imbuh Narudin.

Halaman 2 dari 2
(dil/ams)


Hide Ads