Mengenang Kisah Nyai Ageng Maloka, Mubaligah Pertama di Lasem

Mengenang Kisah Nyai Ageng Maloka, Mubaligah Pertama di Lasem

Febrian Chandra - detikJateng
Sabtu, 09 Apr 2022 03:58 WIB
Makam Sunan Nyai Ageng Maloka di kawasan pinggir Pantai Caruban, Desa Gedongmulyo, Kecamatan Lasem.
Makam Sunan Nyai Ageng Maloka di kawasan pinggir Pantai Caruban, Desa Gedongmulyo, Lasem, Rembang. Foto: Febrian Chandra/detikJateng.
Rembang -

Nama Nyai Ageng Maloka tak bisa dilupakan dalam sejarah perkembangan Islam di Lasem, Kabupaten Rembang. Nyai Ageng Maloka, yang dimakamkan di pinggir Pantai Caruban, Desa Gedongmulyo, Lasem, Rembang, ini disebut-sebut sebagai mubaligah pertama di tanah Jawa.

Ketua yayasan Lasem Kota Cagar Budaya (LKCB) Puji Sudarsono mengatakan, Nyai Ageng Maloka memiliki nama lain yaitu Siti Chafsah dan Siti Malikun. Putri Sunan Ngampel ini merupakan kakak dari Sunan Bonang, yaitu Sunan Drajat. Nyai Ageng Maloka juga dikenal sebagai istri Sunan Kalijaga.

Menurut riwayat sejarah, Puji mengatakan, Nyai Ageng Maloka dinikahkan oleh orang tuanya dengan Pangeran Wiranegara, putera Adipati Lasem Wirabadjra. Setelah suaminya wafat pada tahun 1479, Nyai Ageng Maloka mewarisi takhta memimpin Lasem.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi awal mula Nyai Ageng Maloka berada di Lasem itu berawal ketika Pangeran Wiranegara nyantri kepada Sunan Ngampel. Kemudian (Wiranegara) bertemu dan jatuh cinta dengan Nyai Ageng Maloka. Setelah itu mereka menikah dan menetap di Lasem," kata Puji yang akrab disebut Dalang Gondrong kepada detikJateng, Kamis (7/4/2022).

Saat Nyai Ageng Maloka di Lasem pertama kali, Puji menuturkan, pusat pemerintahan Kadipaten Lasem masih berada di Binangun-Bonang.Setelah 5 tahun menjabat di pemerintahan Kadipaten Lasem, kemudian Pangeran Wiranegara wafat, saat itulah Nyai Ageng Maloka mewarisi takhta memimpin Lasem.

ADVERTISEMENT
Makam Sunan Nyai Ageng Maloka di kawasan pinggir Pantai Caruban, Desa Gedongmulyo, Kecamatan Lasem.Makam Sunan Nyai Ageng Maloka di kawasan pinggir Pantai Caruban, Desa Gedongmulyo, Kecamatan Lasem. Foto: Febrian Chandra/detikJateng.

"Saat itu Nyai Ageng Maloka baru berumur 28 tahun. Setelah Pangeran Wiranegara wafat, Nyai Ageng Maloka memutuskan memindahkan pusat pemerintahan dari Binangun-Bonang menuju Lasem. Adapun kediaman lamanya ditempati adiknya, yaitu Raden Maulana Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang," jelas Puji.

Saat memimpin Kadipaten Lasem, Puji berujar, Nyai Ageng Maloka membangun taman yang sangat indah bernama Taman Sitaresmi di Caruban, Desa Gedongmulyo.

"Dipilihnya Caruban (sebagai lokasi pembangunan taman) karena letaknya di pinggir pantai, agar Nyai Ageng Maloka lebih mudah berkoordinasi dengan Santi Puspo yang bermukim di situ. Santi Puspo adalah kerabat suaminya yang menjabat sebagai laksamana laut," terang Puji.

Menurut Puji, Nyai Ageng Maloka juga giat menyebarkan agama Islam, terutama bagi kaum perempuan. Bahkan, putri Sunan Muria dan Putri Sunan Kudus disebut pernah mengaji di kediaman Nyai Ageng Maloka.

"Dengan adanya duet kakak beradik ini, yaitu Nyai Ageng Maloka dan Sunan Bonang, agama Islam semakin berkembang khususnya di Kabupaten Rembang, dari dulu sampai sekarang," ujar Puji.

Puji menambahkan, Nyai Ageng Maloka meninggal dunia pada usia 39 tahun. Nyai Ageng Maloka dimakamkan di pinggir Pantai Caruban, Desa Gedongmulyo, Lasem, Rembang, Di pelataran makamnya juga terdapat beberapa makam, salah satunya makam putra Raden Patah, yaitu Pangeran Surowiyoto.

Makam Sunan Nyai Ageng Maloka di kawasan pinggir Pantai Caruban, Desa Gedongmulyo, Kecamatan Lasem.Makam Sunan Nyai Ageng Maloka di kawasan pinggir Pantai Caruban, Desa Gedongmulyo, Kecamatan Lasem. Foto: Febrian Chandra/detikJateng



(dil/dil)


Hide Ads