Kelenteng Cu An Kiong di Lasem, Tiongkok Kecil, di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, termasuk bangunan bersejarah. Dibangun sekitar abad ke-15 oleh Bangsa Cempa yang datang ke Lasem.
Saat detikJateng berkunjung ke lokasi kelenteng, Jumat (17/1/2025), sejumlah warga Tionghoa setempat tengah gotong royong bersih-bersih kelenteng dalam rangka menyambut Tahun Baru Imlek 2576.
Kelenteng ini berada di salah satu Kompleks Pecinan Lasem, di Desa Soditan. Beralamat di Jalan Dasun Nomor 19, Desa Soditan, Kecamatan Lasem. Kompleks Pecinan ini adalah titik awal wilayah persebaran etnis Tionghoa di Lasem.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berada tepat di tepian timur Sungai Lasem, yang dahulunya merupakan salah satu titik sentral perdagangan di Tanah Jawa. Kala itu Sungai Lasem sebagai salah satu jalur utama penghubung darat-laut.
![]() |
Kelenteng ini memiliki pesona dan keunikan tersendiri. Dari segi bentuk, kelenteng Cu An Kiong terdiri dari empat unit bangunan. Di mana bangunan utama ada di tengah, tiga bangunan pendukung di sisi kanan dan kiri, serta belakang. Membentuk letter U.
Di halaman kelenteng, ada Monumen Perjuangan Laskar Tionghoa dan Jawa Melawan VOC 1740-1743. Monumen itu berupa patung para tokoh laskar memegang senjata seolah sedang perang melawan musuh.
![]() |
Selain itu, di halaman sebelah utara dan selatan atau kanan-kiri kelenteng ada sebuah tiang besi dengan dua dan empat bendera kuning kecil di atasnya. Tiang itu berdiri ditopang fondasi berbentuk segi delapan di bawahnya. Mirip tiang layar sebuah kapal.
Dua tiang itu diyakini sebagai penanda bahwa di Kelenteng Cu An Kiong dewa utamanya adalah Dewi Samudra. Yakni Ma Zu atau Thian Siang Sing Bo, masyarakat Tionghoa Lasem sering menyebutnya Mak Co.
Saat memasuki bangunan utama kelenteng, dinding di teras depan bangunan ini menggunakan material kayu, berupa gebyok dengan ukiran khas Tiongkok, yang indah dan sarat akan kesan klasiknya.
![]() |
Sedangkan rangka atapnya menggunakan bahan kayu. Balok-balok kayunya berukuran besar serta diberikan aksen ukiran-ukiran. Struktur balok kayu pada rangka atap kelenteng disusun secara metode arsitektur langgam Tiongkok.
Didirikan oleh Bangsa Cempa
Salah satu tokoh Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Tri Murti Kelenteng Cu An Kiong Soditan Lasem, Rudi Hartono, menjelaskan Kelenteng Cu An Kiong didirikan pada awal abad ke-15, bersamaan dengan masuknya orang Tionghoa di Lasem.
"Bersamaan dengan datangnya orang Tionghoa di Lasem pada permulaan abad 15, diperkirakan Kelenteng Cu An Kiong ini mulai didirikan," terang Rudi kepada detikJateng.
"Tahun (didirikan) yang persis tidak diketahui. Perlu diketahui orang-orang Tionghoa yang pada waktu itu datang, umumnya bukan orang terpelajar. Hanya sedikit saja yang tahu tulis-menulis, sehingga tidak ada catatan-catatannya yang ditinggalkan," sambung Rudi.
"Hanya diperkirakan sekitar tahun 1450, sebab pada peta Belanda yang mencatat perkembangan Kota Lasem tahun 1490, kelenteng (Cu An Kiong) itu telah tertera. Berada di sekitar pemukiman Tionghoa di sepanjang sungai Babagan (Lasem) ke arah Dasun dan Soditan," imbuh Rudi.
Rudi mengungkapkan, pada sekitar tahun 1413 Bangsa Cempa yang merupakan rombongan pelayaran Laksamana Cheng Ho masuk dan mendarat di Lasem. Kala itu Bangsa Cempa rombongannya Cheng Ho tersebut dipimpin oleh salah satu tokoh bernama Bi Nang Oen.
Diperkirakan, Bangsa Cempa generasi pertama yang memasuki Lasem itulah yang membangun Kelenteng Cu An Kiong atau Ci An Gong yang berarti Istana Ketentraman Bunda.
"Pendaratan Bangsa Cempa pimpinan Bi Nan Oen pada tahun 1413, yang merupakan bagian dari rombongan Laksamana Cheng Ho, Klenteng Coe An Kiong diperkirakan didirikan oleh generasi pertama Bangsa Cempa yang mendarat di Lasem," tutur Rudi.
"Ada stempel dari peninggalan Dinasti Qing di papan nama Kelenteng Cu An Kiong. Terpasang sejak 1838, saat renovasi pertama Kelenteng Cu An Kiong. Dinasti Qing sendiri berkuasa antara 1600-an sampai 1900-an," pungkas Rudi.
![]() |
Keunikan Kelenteng Cu An Kiong Lasem
Kelenteng Cu An Kiong Lasem memiliki keunikan serta ciri khas tersendiri. Di kelenteng ini, kata Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Sejarah (Fokmas) Lasem, Ernantoro, terdapat sebuah mural berupa pesan-pesan moral bagi generasi muda dari para leluhur terdahulu.
Salah satu contoh pesan moral tersebut, Ernantoro menuturkan yakni pesan tentang kejujuran dan tidak boleh mengambil hak milik orang lain.
"Salah satu ciri khasnya itu ada pesan-pesan yang ditulis di dinding dalam kelenteng itu oleh leluhur kepada generasi muda. Misalnya tidak boleh mencuri atau korupsi," tutur Ernantoro saat diwawancarai detikJateng di lokasi Kelenteng Cu An Kiong, Jumat (17/1).
Lokasi Kelenteng dekat Sungai Lasem, Jalur Perdagangan Tempo Dulu
Ernantoro mengungkapkan, lokasi Kelenteng Cu An Kiong berdekatan dengan Sungai Lasem. Sungai Lasem dulunya merupakan salah satu jalur perlintasan yang begitu ramai.
Bahkan, lanjutnya, kapal-kapal armada yang dipakai oleh para pasukan Laksamana Cheng Ho itu banyak yang berlabuh di bantaran Sungai Lasem.
"Di depan kelenteng ada sungai. Dulu sungainya lebar, kapal itu sampai depan (Kelenteng) sini. Banyak sekali kapal-kapal (Pasukan) Cheng Ho, itu anak buahnya sampai dari Tuban, Semarang, Lasem itu masuk, merapat di pinggir Sungai Lasem sini," ungkap Ernantoro.
Di Lasem terdapat tiga kelenteng bersejarah. Selain Kelenteng Cu An Kiong, dua kelenteng lainnya yakni Kelenteng Poo An Bio dan Kelenteng Gie Yong Bio.
Kelenteng Poo An Bio berada di Kompleks Pecinan Karangturi, sedangkan Kelenteng Gie Yong Bio lokasinya ada di Kompleks Pecinan Babagan.
(rih/dil)