Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyatakan kecaman atas penyerbuan aparat polisi dan penangkapan sejumlah warga di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Jawa Tengah. KontraS melihat ada ribuan aparat yang diturunkan dan menyisir Desa Wadas sebagai langkah intimidatif dan eksesif polisi dalam menyikapi penolakan warga terhadap pertambangan.
"Selain itu, penangkapan terhadap sejumlah warga tanpa alasan yang jelas menunjukkan watak aparat yang represif dan sewenang-wenang. Terlebih jika berkaitan dengan kepentingan pembangunan atau investasi," dikutip dari website KontraS, Rabu (9/2/2022).
Berdasarkan informasi, lanjut keterangan KontraS, ada ratusan aparat polisi yang telah melakukan apel dan mendirikan tenda di Lapangan Kaliboto, dekat dengan pintu masuk ke Desa Wadas sejak Senin, 7 Februari 2022. Pendirian tenda itu disebut berbarengan dengan terputusnya aliran listrik yang hanya terfokus di Desa Wadas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedatangan ratusan aparat polisi tersebut, lanjut KontraS, untuk melakukan pengamanan pengukuran proyek Bendungan Bener.
"Kami juga mendapati informasi adanya dugaan intimidasi yang dialami oleh warga Desa Wadas. Selain upaya dugaan intimidasi, pada hari yang sama (8/2), ratusan polisi dengan dilengkapi tameng, gas air mata, dan anjing polisi mulai memasuki Desa Wadas dengan berjalan kaki serta mengendarai sepeda motor melakukan pencopotan terhadap banner-banner penolakan penambangan warga Desa Wadas," urainya.
KontraS juga mengungkap polisi melakukan sweeping di sekitar rumah warga dan menangkap secara paksa warga yang hendak menunaikan salat zuhur di masjid. Selain hal tersebut, polisi juga melakukan pengejaran terhadap warga setempat hingga masuk ke dalam area hutan.
"Pengamanan pengukuran oleh ratusan anggota kepolisian tersebut tidak diberitahukan ke masyarakat. Sampai dengan rilis ini di publikasikan (8/2), berdasarkan informasi yang kami himpun setidaknya terdapat 25 orang lebih dibawa ke Polsek Bener termasuk di dalamnya adalah tim kuasa hukum dari LBH Yogyakarta," urainya.
Upaya yang dilakukan polisi disebut menunjukkan adanya penggunaan kekuatan yang berlebihan. Langkah penyerbuan, penangkapan sewenang-wenang, teror dan pengejaran terhadap masyarakat menggambarkan peliknya permasalahan pelanggaran HAM di Desa Wadas.
Baca juga: 12 Warga Gunungkidul Positif Antraks |
"Padahal konflik agraria semacam ini seharusnya didekati lewat mekanisme hukum dan sipil yang berlaku. Pendekatan keamanan berbasis kekerasan hanya akan menimbulkan rasa traumatik bagi masyarakat," lanjut KontraS.
Beberapa poin pelanggaran yang disampaikan KontraS yakni:
Tindakan kekerasan, intimidasi, mengancam dan menakut-nakuti serta melakukan penangkapan terhadap sejumlah warga yang melakukan penolakan terhadap kegiatan pengukuran oleh BPN. Hal tersebut bertentangan dengan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi HAM;
Pengerahan anggota Kepolisian dengan jumlah yang sangat besar tidak sesuai dengan proporsionalitas, nesesitas, preventif dan masuk akal (reasonable) sebagaimana diatur dalam Perkap No. 1 Tahun 2009; Upaya mengukur tanah juga semestinya tidak bisa dilakukan karena ada sengketa dengan masyarakat yang harus dicapai terlebih dulu hingga mufakat.
Keterlibatan kepolisian untuk melakukan pengamanan menunjukkan bahwa ada pemaksaan atas pengukuran yang terjadi dan mengabaikan prinsip partisipatif. Lebih lanjut, kami mengkhawatirkan sikap sewenang-wenang ini terus dilakukan tanpa mengindahkan kepentingan publik.
Berdasarkan hal tersebut di atas KontraS mendesak beberapa pihak:
1. Polsek Bener untuk membebaskan semua warga yang telah ditangkap secara sewenang-wenang;
2. Polda Jateng untuk menarik mundur seluruh aparat yang melakukan pengamanan dalam pengukuran tanah di Desa Wadas;
3. Gubernur Jawa Tengah untuk menjamin ruang dialog dengan aman bagi Warga Wadas tanpa adanya kegiatan pengukuran atau aktivitas lainnya sebelum mencapai mufakat;
4. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI untuk mengajukan keberatan kepada Kepolisian atas penggunaan kekuatan secara berlebihan yang terjadi di Desa Wadas.
Diberitakan sebelumnya, Polda Jateng, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, BPN, dan PLN telah angkat bicara soal penerjunan pasukan dan penangkapan puluhan warga di Wadas kemarin. Kapolda Jateng membantah keras informasi yang beredar bahwa polisi mengepung sebuah masjid dalam pengamanan pengukuran lahan di Desa Wadas, Purworejo. Dia menyebut ada pihak-pihak yang melakukan framing dan membuat foto serta potongan video saat polisi berjaga di sekitar masjid menjadi viral.
Lutfhi juga mengakui telah membawa 64 warga Desa Wadas ke Polres Purworejo saat keributan di tengah pengukuran lahan oleh BPN. Saat ini warga tersebut masih berada di Mapolres Purworejo.
"64 orang diamankan, saat ini berada di Polres Purworejo," kata Ahmad Luthfi dalam jumpa pers di Mapolres Purworejo, hari ini.
Dia menyebut langkah itu harus dilakukan untuk mencegah adanya benturan antara warga yang menerima pengukuran dengan warga yang menolak.
Dia menegaskan polisi melakukan pengamanan dalam pengukuran tersebut sesuai dengan permintaan dari BPN. Dalam kegiatan itu, pihaknya hanya menerjunkan 250 personel.
Dalam kegiatan tersebut polisi bertugas sebagai fasilitator, dinamisator dan pendampingan bagi tim BPN. Pihaknya juga berupaya menengahi konflik antara warga yang setuju dengan pengukuran dengan warga yang masih kontra. Dia juga menyebut pemeriksaan terhadap 64 orang itu telah selesai dan akan dibebaskan pada hari ini. "Silakan cek, hari ini kami bebaskan," kata Luthfi.
Sedangkan Ganjar Pranowo telah meminta maaf terkait insiden Wadas, tapi menyatakan tetap akan meneruskan kuari (quarry) atau tambang terbuka di lokasi tersebut. Selanjutnya, PT PLN (Persero) menepis tudingan adanya unsur kesengajaan padamnya listrik demi menghambat komunikasi warga di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. PLN mengatakan pemadaman listrik di Desa Wadas terjadi akibat adanya gangguan pohon tumbang yang menimpa jaringan PLN.
(sip/ams)