Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkap sejumlah fakta terkait tragedi kecelakaan bus wisata di Bantul yang menewaskan 13 orang. Fakta-fakta ini didapatkan setelah KNKT melakukan investigasi mendalam selama dua hari pascaterjadinya kecelakaan maut di Bukit Bego, Bantul, Yogyakarta tersebut.
Berikut fakta-fakta yang terungkap berdasarkan investigasi.
1. Kondisi sistem pengereman bus normal
Plt Kepala Sub Komite Moda Investigasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT Ahmad Wildan mengatakan, pihaknya baru saja melakukan investigasi terhadap sistem pengereman bus wisata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari hasil investigasi itu KNKT memastikan sistem pengereman bekerja dengan baik dan tidak ada permasalahan.
"Kami sudah periksa kendaraan, pertama adalah sistem rem. Sambungan-sambungan kompresor, tabung angin, tidak ada masalah dan tidak ada kebocoran. Anginnya masih ada, semua sistem berjalan baik, bus itu secara fungsional dia bisa mengerem, tidak ada masalah teknis," ungkap Wildan saat ditemui wartawan di kantor Dishub Solo, Selasa (8/2).
2. Penyebab terjadinya kecelakaan
KNKT juga menjelaskan mengenai dugaan penyebab terjadinya kecelakaan maut yang menewaskan 13 penumpangnya. Kecelakaan tersebut terjadi lantaran adanya masalah kegagalan pengereman dan bukan kerusakan pada sistem rem.
"Masalahnya kegagalan pengereman, yang kami lakukan adalah pemeriksaan sistem rem. Dan bukan mengenai yang lain seperti penerangan atau lampu-lampu," kata Wildan.
Wildan juga mengatakan, kegagalan pengereman ini terjadi lantaran sang sopir terlalu banyak menginjak pedal rem ketika bus meluncur di jalan menurun.
"Pengemudi ngerem terus dari jalan turun, (panjang turunan) itu sekitar 1,1 kilometer. Pada saat bus dan truk meluncur dari atas dia akan tertarik gaya gravitasi bumi semakin tinggi tempat maka semakin besar gaya yang mendorong dia ke bawah," urainya.
3. Kecepatan bus sebelum menabrak tebing
Investigasi juga mengungkap perkirakan kecepatan bus wisata saat melaju di jalanan menurun atau sebelum berada pada titik jatuh. Dari hasil pemeriksaan mendalam diketahui bus melaju dengan kecepatan diperkirakan mencapai 80 km/jam.
"Saksi menjelaskan saat dari atas pengemudi menggunakan gigi tiga meski pakai gigi tiga kecepatan bisa 80 km/jam," ungkap Wildan.
"Pada saat bus menghantam itu posisi netral. Kalau posisi netral kecepatannya bisa sangat tinggi, sampai 80 km/jam, karena kalau netral itu sudah los," tuturnya.
4. Sopir mengerem di setiap tikungan
Wildan juga mengungkapkan bahwa, sebelum terjadinya benturan sopir terlalu sering menginjak pedal rem. Bahkan, rem selalu digunakan saat bus melaju di setiap tikungan dengan kondisi jalanan menurun.
Akibatnya, tekanan angin sistem pengereman berada di bawah ambang batas dan rem tidak bisa lagi digunakan.
"Pada saat di sana, jalan menurun dan banyak tikungan. Setiap tikungan pengemudi melakukan pengereman berkali-kali, ini sesuai penjelasan kru bus dan mobil di belakangnya," paparnya.
5. Kecelakaan persis di Balikpapan
Tidak berfungsinya sistem pengereman yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan maut di Bantul disebut sama dengan insiden kecelakaan di Balikpapan. Dimana, kedua tragedi maut itu diakibatkan karena sistem pengereman tidak berfungsi.
"Kasus ini sama persis dengan di Balikpapan. Di sana, pengemudinya bilang tekanannya anginnya pada 5 bar. Dan dia tidak bisa injak rem lagi karena anginnya tekor. Bukan karena malfunction tetapi karena penggunaan," jelas Wildan.
6. Sopir belum mengenal medan
Dalam investigasi yang dilakukan KNKT itu juga terungkap bahwa sopir diduga belum mengenal betul kondisi medan yang dilaluinya.
Hal ini diketahui bahwa sebelum meluncur dari jalanan menurun, bus sempat tidak kuat menanjak karena posisi gigi transmisi tidak tepat.
"Bus torsinya 40 persen, tanjakan di situ masih gampang. Gagal nanjak karena telat pindah gigi, dia (sopir) tidak hafal medan. Dikiranya masih dilahap pakai gigi 2 atau gigi 3 dan mesinnya pasti mati," tutur Wildan.
7. Sopir berusaha oper gigi tapi tidak menarik handbrake
Sebelum bus wisata menabrak tebing, diketahui bahwa sang sopir sudah berusaha untuk memindahkan gigi transmisi. Dari posisi gigi tiga hendak dipindahkan ke gigi dua dengan tujuan agar engine brake bisa berfungsi.
Akan tetapi, upaya itu tidak berhasil pasalnya kecepatan kendaraan sudah terlalu tinggi dan gigi transmisi tidak bisa diturunkan.
"Mendekati titik jatuh pengemudi kesulitan mengerem karena tidak bisa mengerem, akhirnya dia memindahkan gigi dari tiga ke dua," terang Wildan.
"Itu tidak mungkin terjadi, pasti akan masuk ke gigi netral. Dalam kecepatan tinggi gigi tidak bisa dipindahkan (diturunkan) dari tiga kedua, empat ke tiga, dua ke satu. Pindahkan ke gigi dua gagal dan masuk netral (sopir) panik tidak bisa narik handbrake ini diketahui posisi handbrake belum tertarik," imbuhnya.
(aku/aku)