Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyampaikan hasil investigasi kecelakaan bus wisata di bukit Bego, Bantul yang menewaskan 13 penumpang. Salah satu fakta yang terungkap diduga sopir bus belum menguasai medan.
"Bus torsinya 40 persen, tanjakan di situ masih gampang. Gagal nanjak karena telat muter gigi, sopir tidak hafal medan," terang Plt Kepala Sub Komite Moda Investigasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT Ahmad Wildan kepada wartawan di Solo, Selasa (8/2/2022).
"Dikiranya (tanjakan) masih bisa dilahap pakai gigi 2 atau gigi 3. Mesinnya pasti mati, kendalanya saya tidak mengerti apa yang terjadi saat menanjak," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kondisi tidak kuat menanjak, Wildan menlanjutkan, sopir mengerem bus dan meminta penumpang agar bergeser ke belakang.
"Karena pembantu pengemudi dekat, jadi dia tahu persis. Dia ngerem, pengemudinya ngomong terus penumpang disuruh ke belakang," ungkapnya.
Kemudian, lanjutnya, saat bus melaju di jalanan menurun sopir memposisikan gigi transmisi di posisi 3. Padahal, menurutnya posisi transmisi itu cukup berisiko terjadinya rem tidak berfungsi lantaran terlalu sering dipakai.
"Agar saat mengemudi di jalan menurun, jangan sekali-kali gigi tinggi. Jangan pakai pedal rem, karena ini berisiko tinggi. Kalau tidak tekanan angin tekor, kampas panas," jelasnya.
Kejadian ini sebagaimana hasil investigasi yang selama ini dilakukan oleh KNKT. Dimana rata-rata terjadinya rem blong di jalan menurun disebabkan karena penggunaan gigi tinggi.
"Hasil investigasi KNKT 80 persen rem blong di jalan menurun penyebabnya bukan malfunction. Tetapi penggunaan gigi tinggi di jalan menurun," ucapnya.
(sip/sip)