Tata cara mengurus jenazah perempuan berbeda dengan laki-laki terutama saat memandikannya. Tidak semua orang boleh memandikan jenazah perempuan.
Memandikan jenazah termasuk kewajiban muslim atas muslim lainnya yang meninggal dunia. Disebutkan dalam buku Hukum Merawat Jenazah karya Muhammad Hanif Muslih, dalil kewajiban memandikan jenazah bersandar pada hadits dari Ummi Athiyah RA, ia berkata,
"Rasulullah SAW masuk ke (ruang) kami saat putrinya meninggal, beliau bersabda, 'Mandikanlah ia 3 (tiga), 5 (lima) kali atau lebih dari itu, jika kalian melihatnya itu perlu, dengan air dan daun bidara (sidr), jadikanlah yang terakhir dengan kapur atau sesuatu dari kapur, jika kalian selesai memandikan beritahu aku.' Ketika kami sudah selesai, kami pun memberitahu beliau, kemudian beliau memberikan kepada kami selendang (sorban besar)nya sambil bersabda, 'Selimutilah ia dengan selendang itu.'" (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan lainnya)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam hadits Abdullah Ibnu Abbas RA juga dikatakan,
"Seorang lelaki berihram (haji) dijatuhkan untanya dan meninggal karena patah tulang lehernya, dan kami bersama Nabi SAW, kemudian Nabi bersabda, 'Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara (sidr) dan kafankanlah dengan dua kain (ihram).'" (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, an-Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, dan lainnya)
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah, sebagaimana bersandar pada hadits di atas.
Orang yang memandikan dengan jenazah yang dimandikan itu wajib sejenis, sebagaimana dikatakan Muhammad Jawad Mughniyah dalam kitab Al-Fiqh 'ala al-madzahib al-khamsah. Apabila yang meninggal itu laki-laki maka yang boleh memandikannya adalah laki-laki, dan kalau yang dimandikan itu perempuan maka yang boleh memandikannya adalah perempuan juga.
Para ulama fikih juga telah membahas siapa perempuan yang boleh memandikan jenazah perempuan. Termasuk, jika tidak ada perempuan lain kecuali jenazah itu sendiri.
Orang yang Boleh Memandikan Jenazah Perempuan
Orang yang boleh memandikan jenazah perempuan adalah ibunya, neneknya, keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya, sebagaimana dikatakan dalam buku Keutamaan Menjenguk Orang Sakit dan Tata Cara Mengurus Jenazah karya Tgk. Husnan M Thaib.
Kebolehan suami memandikan jenazah istrinya ini berdasarkan pendapat mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hambali. Begitu juga sebaliknya, istri boleh memandikan suaminya. Sementara itu, mazhab Hanafi berpendapat bahwa suami tidak boleh memandikan istrinya karena ia (istrinya) lepas dari perlindungannya setelah ia meninggal.
Semua ulama mazhab sepakat, jika seorang suami menceraikan istrinya (talak ba'in) dan istrinya itu meninggal, maka ia tidak boleh memandikan jenazah mantan istrinya. Begitu juga sebaliknya.
Adakalanya jenazah perempuan tidak dimandikan melainkan hanya ditayamumkan. Ulama Syafi'iyyah Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah-nya mengatakan, tayamum bagi jenazah dilakukan bagi perempuan yang meninggal di antara kaum laki-laki selain suaminya. Begitu halnya dengan laki-laki yang meninggal di antara kaum perempuan selain istrinya.
Hal tersebut bersandar pada hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda,
Ψ₯ΩΨ°ΩΨ§ Ω ΩΨ§ΨͺΩΨͺΩ Ψ§ΩΩΩ ΩΨ±ΩΨ£ΩΨ©Ω Ω ΩΨΉΩ Ψ§ΩΨ±ΩΩΨ¬ΩΨ§ΩΩ ΩΩΩΩΨ³Ω Ω ΩΨΉΩΩΩΩ Ω Ψ§Ω ΩΨ±ΩΨ£ΩΨ©Ω ΨΊΩΩΩΨ±ΩΩΩΨ§ ΩΩΨ§ΩΨ±ΩΩΨ¬ΩΩΩ Ω ΩΨΉΩ Ψ§ΩΩΩΩΨ³ΩΨ§Ψ‘Ω ΩΩΩΩΨ³Ω Ω ΩΨΉΩΩΩΩΩΩ Ψ±ΩΨ¬ΩΩΩ ΨΊΩΩΩΨ±ΩΩΩ ΩΩΨ₯ΩΩΩΩΩΩΩ ΩΨ§ ΩΩΩΩΩ ΩΩΩ ΩΨ§ΩΩ ΩΩΩΩΨ―ΩΩΩΩΩΨ§ΩΩ ΩΩΩΩΩ ΩΨ§ Ψ¨ΩΩ ΩΩΩΨ²ΩΩΩΨ©Ω Ω ΩΩΩ ΩΩΩ Ω ΩΩΨ¬Ψ―Ω Ψ§ΩΩΩ ΩΨ§Ψ‘Ω
Artinya: "Apabila seorang perempuan meninggal di antara kaum laki-laki, sedangkan di sana tidak ada perempuan lain selain perempuan ini; atau laki-laki meninggal dunia di antara kaum perempuan, sedangkan di sana tidak ada laki-laki lain selain laki-laki ini, maka keduanya ditayamumkan dan dikubur. Keduanya disamakan dengan orang yang tidak mendapatkan air."
Orang yang menayamumkan jenazah perempuan ini adalah laki-laki mahramnya, jika tidak ada laki-laki mahramnya, maka ia ditayamumkan oleh laki-laki lain. Namun, laki-laki lain ini tidak boleh menyentuh tubuhnya secara langsung, tapi harus mengenakan kain yang dibalutkan ke tangannya. Demikian penjelasan Sayyid Sabiq.
(kri/nwk)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana