Meninggalkan Salat Jumat karena Pekerjaan, Bagaimana Hukumnya?

Meninggalkan Salat Jumat karena Pekerjaan, Bagaimana Hukumnya?

Hanif Hawari - detikHikmah
Jumat, 17 Nov 2023 11:00 WIB
Massa Aksi GNPF 55 Sholat Jumat Berjamaah

Massa aksi GNPF 55 laksanakan ibadah Sholat jumat berjamaah di Masjid Istiqlal, Jumat (05/05/2017). Usai menjalani Shalat Jumat, Para massa GNPF rencananya akan menggeruduk Mahkamah Agung untuk mempertanyakan tuntutan sidang yang sangat ringan untuk terdakwa penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama. Grandyos Zafna/detikcom
Ilustrasi salat Jumat (Foto: Grandyos Zafna)
Jakarta -

Jumat adalah hari raya besar umat Islam yang datang setiap minggu. Hari Jumat sangat mulia karena di dalamnya terdapat ibadah salat Jumat yang menggantikan salat Dhuhur.

Mengutip laman Kemenag, Banyak hadis yang menyinggung tentang keutamaan dan kemuliaan hari Jumat. Bahkan, Al-Quran membahas secara khusus salat Jumat dalam salah satu suratnya.

Salat Jumat merupakan ibadah yang diwajibkan bagi kaum adam. Kewajiban salat Jumat bagi laki-laki juga disepakati oleh para ulama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu, bagaimana kaitannya dengan pekerjaan pada hari Jumat? Umumnya, instansi swasta atau lembaga negara menyediakan waktu untuk istirahat siang. Hal ini memungkinkan pegawai untuk melaksanakan salat Dhuhur dan makan siang.

Khusus di hari Jumat, banyak kantor menetapkan waktu istirahatnya lebih awal dari biasanya. Sehingga pegawai yang beragama Islam dapat mengikuti rangkaian ibadah salat Jumat.

ADVERTISEMENT

Bagaimana jika terdapat pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan karena keadaan darurat, seperti pekerjaan yang berhubungan dengan kelangsungan hidup masyarakat? Dalam situasi darurat seperti ini, tentu saja tidak ada opsi. Sebab, mengabaikannya dapat menimbulkan dampak luar biasa yang merugikan.

Dalam situasi seperti itu, seseorang disarankan untuk mengikuti prosedur pekerjaan tersebut. Mereka diperbolehkan untuk meninggalkan salat Jumat sebagaimana yang dijelaskan oleh Az-Zarkasyi dalam kitab Khabaya Az-Zawaya.

"Jika seseorang menerima upah untuk suatu pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, maka waktu salat dikecualikan. Pahalanya tidak berkurang sedikit pun baik untuk salat Jumat maupun salat lainnya. Menurut Ibnu Suraij, seseorang diizinkan meninggalkan salat Jumat karena alasan ini, seperti yang dijelaskannya pada akhir bab Ijarah."

Pekerjaan yang mengharuskan darurat semacam itu dapat menjadi alasan yang sah bagi seseorang untuk meninggalkan salat Jumat. Kondisinya bisa dibandingkan dengan orang-orang yang terisolasi, sehingga uzur mengikuti ibadah salat Jumat, seperti yang dijelaskan oleh Az-Zarkasyi sebagai berikut:

"Seseorang yang menjadi tahanan dan sulit untuk meninggalkan Jumat tidak berdosa," (Az-Zarkasyi, Khabaya Az-Zawaya, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 1996 M/1417 H, cetakan pertama, halaman 67).

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang menghadapi darurat pekerjaan dapat meninggalkan salat Jumat tanpa berdosa. Meskipun demikian, ia tetap diwajibkan untuk menggantinya dengan salat Dhuhur empat rakaat.

Namun, perlu diingat bahwa keringanan hukum seperti ini hanya berlaku untuk mereka yang berada dalam posisi darurat. Artinya, pengecualian ini tidak berlaku untuk semua profesi dan pekerjaan.

Wallahu a'lam.




(erd/lus)

Hide Ads