Haji merupakan rukun Islam yang kelima. Haji wajib dilaksanakan bagi Muslim yang mampu karena merupakan salah satu dari lima pilar keislaman.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa haji adalah ibadah mulia yang sangat penting. Dalam sebuah hadits, Rasulullah mempersilakan umatnya yang memiliki kemampuan untuk menjalankan haji.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (مَنْ مَلَكَ زَادًا وَرَاحِلَةً تُبَلِّغُهُ إِلَى بَيْتِ اللَّهِ وَلَمْ يَحُجَّ ، فَلَا عَلَيْهِ أَنْ يَمُوتَ يَهُودِيًّا، أَوْ نَصْرَانِيًّا، وَذَلِكَ أَنَّ اللَّهَ يَقُولُ فِي كِتَابِهِ : (وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ البَيْتِ مَنْ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: Rasulullah SAW pernah menyampaikan, "Seseorang yang memiliki persiapan dan sarana perjalanan yang cukup untuk mencapai Baitullah, namun tidak menjalankan ibadah haji, maka ia memiliki kebebasan untuk memilih apakah ingin meninggal dalam keadaan sebagai Yahudi atau Nasrani. Allah telah menegaskan dalam Al-Quran, 'Kewajiban manusia dari Allah adalah mengunjungi Ka'bah bagi mereka yang mampu menempuh perjalanan'" (HR Al-Tirmidzi dan Al-Baihaqi).
Namun, penting untuk dicatat bahwa seseorang harus memiliki persiapan perjalanan pulang-pergi sebagai salah satu persyaratan haji. Mengutip dari laman Kemenag, persiapan ini mencakup bekal di luar dari dana yang digunakan untuk melunasi utang yang harus mereka bayarkan. Hal ini berlaku baik untuk utang yang membutuhkan pelunasan segera maupun utang yang tidak memerlukan pelunasan segera, seperti yang dijelaskan oleh Imam An-Nawawi berikut:
"Dalam urusan persiapan perjalanan, disyaratkan biaya yang dapat mencukupi kebutuhan pergi dan pulangnya lebih di luar kebutuhan untuk membayar utang baik yang harus dibayar tunai maupun yang dapat diangsur," (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajj dalam Hasyiyah Ibni Hajar, Beirut: Darul Fikr, tanpa tahun tercatat, halaman 47).
Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa seseorang yang punya uang terbatas, tetapi memiliki utang yang tidak mendesak untuk dilunasi, seharusnya menggunakan dana mereka untuk mendukung pelaksanaan ibadah haji. Argumen ini disusun berdasarkan keyakinan bahwa pembayaran utang bisa ditangguhkan.
Namun, pandangan semacam ini tidak memiliki dasar yang cukup kuat dari perspektif syariah. Hal ini dikarenakan dana yang dialokasikan untuk biaya haji seharusnya dana yang sepenuhnya terpisah dan tidak bercampur dengan utang atau kewajiban lainnya.
Meskipun pembayaran utang bisa ditangguhkan, seseorang masih tetap bertanggung jawab untuk melunasi utang tersebut dengan menggunakan sumber daya di luar dana khusus yang dialokasikan untuk haji. Ibnu Hajar pernah berkata bahwa jika seseorang memiliki utang, maka dahulukanlah utang tersebut daripada pergi berangkat haji.
نعم لو قيل بذلك في المؤجل لكان له وجه لأن لم يجب إلى الآن والحج إذا تضيق وجب فورا فكان ينبغي وجوب تقديمه عليه وقد يجاب بأن الدين محض حق آدمي أو له فيه شائبة قوية فاحتيط له لأن الاعتناء به أهم فقدم على الحج وإن تضيق
Artinya, "Tetapi seandainya dikatakan 'pembayaran utang dapat diangsur' lalu ada pendapat mengatakan, 'Bila utang tidak wajib hingga kini sementara kewajiban pelaksanaan haji adalah segera, maka seharusnya seseorang mendahulukan haji daripada membayar utang,' maka dapat disimpulkan bahwa utang adalah murni hak manusia atau ada perkara menakutkan yang sangat kuat sehingga harus ihtiyath. Padahal, memerhatikan utang lebih penting sehingga pembayaran utang harus didahulukan dibanding haji meski (kesempatan) haji semakin mepet baginya," (Lihat Syekh Ibnu Hajar, Hasyiyah Ibni Hajar alal Idhah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 47-48).
Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa seorang Muslim atau Muslimah memiliki kewajiban untuk menjalankan haji jika mereka memiliki dana cukup untuk perjalanan pulang-pergi tanpa harus menanggung utang. Namun, ketika memiliki utang yang harus dilunasi, maka utang tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum dana digunakan untuk biaya penyelenggaraan ibadah haji.
Hal itu sesuai dengan syariat Islam, di mana utang menjadi salah satu yang harus disegerakan. Karena orang terbaik di antara kalian, kata Rasulullah, orang yang paling baik dalam membayar utang.
Hal ini sebagaimana ditegaskan beliau dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim sebagai berikut:
خَيْرُكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً
Artinya: "Sebaik-baik di antara kamu adalah yang paling baik dalam melunasi utang."
(hnh/erd)
Komentar Terbanyak
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi
Info Lowongan Kerja BP Haji 2026, Merapat!