Islam melarang buang hajat dengan menghadap kiblat. Larangan ini disebutkan dalam sejumlah hadits.
Kiblat umat Islam adalah Ka'bah yang berada di Makkah. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam Kitab Zadul Ma'ad menjelaskan, saat buang hajat, Rasulullah SAW tidak menghadap kiblat dan tidak pula membelakanginya.
Hal itu diketahui dari riwayat Abu Ayyub, Salman Al-Farisi, Abu Hurairah, Ma'qil bin Abi Ma'qil, Abdullah bin Al-Harits bin Juz'i az-Zubaidi, Jabir bin Abdillah dan Abdullah bin Umar RA yang mayoritas hadits-hadits ini derajatnya shahih, sedangkan sisanya hasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Imam Syafi'i dalam Kitab Al Umm mengatakan, "Abu Ayyub mengetahui larangan tersebut dan dia melihatnya sebagai larangan yang bersifat mutlak. Ibnu Umar mengetahui menghadapnya Rasulullah SAW ketika buang hajat ke Baitul Muqaddas, dan dia tidak mengetahui larangan beliau."
Larangan menghadap kiblat saat buang hajat ini turut disebutkan dalam Kitab al-Muwatha' karya Imam Malik. Dikatakan,
و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِكَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ رَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ تُسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةُ لِغَائِطِ أَوْ بَوْلٍ
Artinya: "Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Nafi dari seorang laki-laki dari Anshar, bahwa Rasulullah SAW melarang menghadap kiblat bagi orang yang buang air besar atau kecil."
Dalam riwayat lain, Abu Ayyub berkata, "Ketika kami datang di Syam, kami mendapatkan kamar mandi dan kakus dibangun menghadap ke arah Ka'bah. Maka kami mengubahnya dan kami memohon ampunan kepada Allah Azza wa Jalla."
Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam dalam Taisirul-Allam Syarh Umdatul-Ahkam menjelaskan, buang hajat tidak boleh menghadap ke Ka'bah karena Ka'bah adalah arah kiblat saat salat, tempat yang dimuliakan dan disucikan.
Menurutnya, hikmah dari adanya larangan menghadap kiblat saat buang hajat adalah pengagungan Ka'bah dan penghormatannya. Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits marfu', "Jika seorang di antara kalian buang hajat, hendaklah dia memuliakan kiblat Allah Azza wa Jalla dan janganlah dia menghadap ke arah kiblat."
Bagi muslim Indonesia, kiblat mengarah ke barat sebagaimana amanat fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 3 Tahun 2010 tentang Kiblat yang disahkan pada 1 Februari 2010 silam.
Di sana disebutkan, letak geografis Indonesia yang berada di timur Ka'bah/Makkah, maka kiblat umat Islam menghadap ke arah barat.
Selain tidak boleh menghadap ke arah kiblat, buang hajat juga tidak boleh dilakukan di air yang menggenang, di bawah pohon yang berbuah, di jalan yang biasa dilalui orang, di tempat berteduh, dan di lubang, sebagaimana dikatakan Musthafa Dib al-Bugha dalam Al-Tadzhib fi Adillati Matn al-Ghayyah wa al-Taqrib atau penjelasan Kitab Matan Abu Syuja'.
Maksud lubang ini adalah lubang yang terdapat di tanah, tembok, atau yang lain yang bukan diperuntukkan sebagai tempat buang hajat. Dikatakan, larangan buang air kecil atau buang air besar di tempat-tempat tersebut dapat membuat orang lain merasa jijik.
Istinja setelah Buang Hajat
Rasulullah SAW juga menganjurkan untuk istinja atau bersuci usai buang hajat dan melanjutkannya dengan doa. Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi mengatakan dalam Kitab Al-Fiqhu Ala Madzaahib Al Arbaah, hukum istinja adalah fardhu kifayah. Sementara itu, ulama hanafiyah menyebut hukum istinja adalah sunnah muakkadah.
Istinja dapat dilakukan menggunakan air atau batu. Dalam istilah fikih, istinja dengan batu sering disebut istijmar.
(kri/lus)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026