Hukum Salat Tanpa Menghadap Kiblat Boleh untuk 2 Kondisi Ini

Hukum Salat Tanpa Menghadap Kiblat Boleh untuk 2 Kondisi Ini

Amelia Ghany Safitri - detikHikmah
Jumat, 04 Okt 2024 18:30 WIB
Salat gerhana di kapal, Ternate
Salat di kapal. Foto: Fitraya Ramadhanny/detikTravel
Jakarta -

Menghadap kiblat adalah salah satu syarat sah salat. Meski demikian, Allah SWT memberikan keringanan dalam beberapa kondisi yang membolehkan seseorang salat tanpa harus menghadap kiblat.

Perintah menghadap kiblat yang merupakan syarat sah salat tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 144,

قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Artinya: "Sungguh, Kami melihat wajahmu (Nabi Muhammad) sering menengadah ke langit. Maka, pasti akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai. Lalu, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Di mana pun kamu sekalian berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Sesungguhnya orang-orang yang diberi kitab) benar-benar mengetahui bahwa (pemindahan kiblat ke Masjidil Haram) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan."

Maksud Masjidil Haram dalam ayat ini adalah Ka'bah, sebagaimana riwayat dari Ibnu Abbas:

ADVERTISEMENT

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا دَخَلَ الْبَيْتَ دَعَا فِي نَوَاحِيهِ كُلِّهَا، وَلَمْ يُصَلِّ فِيهِ حَتَّى خَرَجَ، فَلَمَّا خَرَجَ رَكَعَ فِي قُبُلِ الكَعْبَةِ رَكْعَتَيْنِ، وَقَالَ هَذِهِ الْقِبْلَةُ

Artinya: "Bahwasanya Nabi SAW ketika masuk Ka'bah berdoa pada setiap sisinya, tidak melakukan salat sampai keluar, setelah keluar beliau salat dua rakaat menghadap Ka'bah kemudian bersabda, 'Inilah kiblat'."

Dalam buku Syarat Sah Shalat Mazhab Syafi'i karya Galih Maulana dijelaskan, ayat mengenai kewajiban menghadap kiblat ini turun karena Nabi SAW ingin menyanggah dan menyelisihkan Yahudi yang mengatakan kaum muslim mengikuti kiblat mereka, tetapi menyimpang dari ajaran yang sebenarnya.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW ingin menjadikan Ka'bah, yang merupakan kiblat Nabi Ibrahim AS, sebagai kiblat bagi umat Islam. Oleh karena itu, beliau berdoa agar Ka'bah diangkat menjadi kiblat menggantikan Baitul Maqdis.

Adapun apabila salat yang dilakukan jauh dan bahkan sangat jauh dari Ka'bah, maka harus diperhatikan apakah arah Ka'bah diketahui atau tidak. Jika diketahui atau ada orang terpercaya yang memberi tahu, maka arahkan salat ke Ka'bah tersebut. Apabila tidak ada orang yang memberi tahu, maka diwajibkan untuk berijtihad. Imam Nawawi mengatakan:

"Apabila seseorang jauh dari Ka'bah dan dia tahu di mana letaknya maka dia salat menghadap ke arah tersebut, apabila dia tidak tahu di mana Ka'bah kemudian diberi tahu oleh orang terpercaya."

Beliau juga berkata, "Apabila tidak tahu di mana Ka'bah, tidak juga mihrab dan tak ada yang memberi tahu maka dia harus berijtihad mencari arah kiblat kemudian menghadap kiblat hasil ijtihadnya itu."

Maksud dari berijtihad di sini adalah berusaha sebisa mungkin mencari arah kiblat dengan memperhatikan tanda-tanda yang ada, seperti arah matahari, atau melihat rasi bintang, atau menggunakan alat terutama di zaman yang canggih saat ini bisa menggunakan GPS, Google Earth atau semacamnya.

Apabila hanya menduga-duga tanpa mencari dan memperhatikan tanda-tanda yang mendukung dugaan tersebut, maka tidak sah salatnya, karena dia menghadap kiblat bukan berdasar ijtihad.

Namun, hukum wajib menghadap kiblat ini berubah menjadi mubah jika dalam dua keadaan, yaitu ketika salat khauf dan salat sunah ketika bersafar di atas kendaraan.

Imam asy-Syirozi (w 476 H) mengatakan:

استقبال القبلة شرط في صحة الصلاة إلا في حالين في شدة الخوف وفي النافلة في السفر

Artinya: "Menghadap kiblat merupakan syarat sah salat kecuali dalam dua keadaan; ketika keadaan sangat takut dan ketika salat sunah ketika bersafar."

Kondisi yang Diperbolehkan Salat Tanpa Menghadap Kiblat

1. Musafir dalam Kendaraan

Dijelaskan dalam Buku Pintar Salat Saat Darurat karya Aidhil Ahkam Maulana, jika seseorang berada dalam kendaraan yang sedang melaju, salat tetap diperbolehkan meskipun dia tidak mengetahui arah kiblat yang sebenarnya atau tidak tahu arah kendaraan yang ditumpanginya bergerak. Dalam situasi tersebut, dia dapat menghadap ke arah mana pun.

Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, dalam Kitab Salat Empat Mahzab, menyatakan bahwa tidak diharuskan bagi musafir salat menghadap kiblat. la (musafir) cukup menghadap ke arah perjalanan.

Namun, jika seseorang sengaja menyimpang dari arah perjalanan itu tanpa alasan darurat, salatnya batal. Kecuali, ia menyimpang ke arah kiblat, maka salatnya sah karena kiblat adalah arah asal.

Jadi, barang siapa yang sudah berusaha menghadap kiblat ketika salat, tetapi ternyata salah maka salatnya tetap sah.

Amir bin Rabi'ah berkata, "Kami pernah bersama Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan pada malam yang sangat gelap. Kemudian, kami tidak tahu arah kiblat, maka masing-masing salat menghadap sesuai arah yang diyakini. Keesokan harinya, kami menceritakannya kepada Rasulullah SAW, sehingga turunlah ayat, yang artinya, "Kemana saja kamu menghadap, tatkala di situ Allah." (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi)

2. Kondisi Genting dan Menakutkan

Dalam buku Fatwa-Fatwa Imam Asy-Syafi'i karya Asmaji Muchtar, dijelaskan bahwa salat dapat dilakukan tanpa mengahadap kiblat dalam situasi seperti ketika musuh telah mengintai kaum muslimin, yaitu pada saat perang akan terjadi atau berdekatan dengan barisan pasukan musuh.

Pada saat itu, mereka boleh mengerjakan salat dengan berjalan kaki atau di atas kendaraan. Apabila mereka sanggup menghadap kiblat, hendaknya menghadap kiblat. Namun Apabila tidak sanggup, mereka boleh mengerjakan salat dengan menghadap ke arah mana saja.

Apabila mereka dikejar musuh dan musuh dapat melihat mereka, boleh salat dengan menghadap ke arah mana saja mengikuti laju kendaraan sambil memberikan isyarat.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 239,

فَاِنۡ خِفۡتُمۡ فَرِجَالًا اَوۡ رُكۡبَانًا ۚ فَاِذَآ اَمِنۡتُمۡ فَاذۡکُرُوا اللّٰهَ کَمَا عَلَّمَکُمۡ مَّا لَمۡ تَكُوۡنُوۡا تَعۡلَمُوۡنَ‏

Artinya: "Jika kamu berada dalam keadaan takut, salatlah dengan berjalan kaki atau berkendaraan. Lalu, apabila kamu telah aman, ingatlah Allah (salatlah) sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang tidak kamu ketahui."




(kri/kri)

Hide Ads