Dakwah diartikan sebagai ajakan kepada manusia untuk mengikuti nilai-nilai keislaman. Berdakwah tak bisa dilakukan secara asal, harus ada sejumlah persiapan yang diperlukan seperti pendakwahnya, materi yang disampaikan, media hingga metode yang digunakan.
Dalam berdakwah, tentu semua tak selalu berjalan dengan lancar. Pasti ada saja orang yang membantah dan punya pandangan berbeda terhadap materi dakwah yang disampaikan kepadanya.
Tugas lain seorang dai yakni meluruskan pikiran dan pandangan orang tersebut agar tak salah maupun tersesat. Cara alternatif yang bisa digunakan yakni dengan mujadalah,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari buku Methodologi Dakwah Membangun Peradaban karya Abdurrahman, mujadalah berasal dari kata jadala yujadilu, artinya berbantah-bantahan, bermusuhan, atau bertengkar. Jika huruf jim dibaca tanpa huruf alif pada kata jadala, memiliki arti memintal atau melilit.
M. Quraisy Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menyebutkan kata jadala bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Menurutnya, orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.
Masih dalam buku Methodologi Dakwah Membangun Peradaban, Abdullah berpendapat bahwa jadala bisa jadi jidal yang berkonteks dialog.
Dalam bahasa Arab, dialog mempunyai dua istilah , yaitu hiwar dan jidal. Hiwar bermakna dialog atau percakapan dua orang atau lebih berlangsung secara berimbang, tidak saling mengungguli, berjalan dengan tenang. Sementara jidal berarti dialog dengan dalil dan argumentasi yang dapat mematahkan alasan atau dalih sasaran dakwah dan membuatnya tidak dapat bertahan.
Metode dalam berdakwah terlampir dalam Surah An-Nahl ayat 125.
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Arab Latin: Ud'u ilā sabīli rabbika bil-ḥikmati wal-mau'iẓatil-ḥasanati wa jādil-hum billatī hiya aḥsan, inna rabbaka huwa a'lamu biman ḍalla 'an sabīlihī wa huwa a'lamu bil-muhtadīn.
Artinya: "Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk."
Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menyebarluaskan ajaran Islam, salah satunya dengan mujadalah. Di mana ketika ada orang yang membantah dakwah Rasul, beliau membalas bantahan tersebut dengan cara yang baik.
Bagaimana mujadalah dengan cara yang baik?
Dilansir dari buku Pendidikan Islam dalam Al-Qur'an oleh Badrudin, disebutkan bahwa Syekh Abdul Qadir Jailani berpendapat bahwa metode mujadalah harus mengedepankan keadilan yang menunjukkan persamaan dan menghilangkan pemaksaan (kehendak), serta menghindari kata-kata kasar dan sifat marah.
Metode lebih menekankan kepada pemberian dalil, argumentasi dan alasan yang kuat. Mujadalah bisa efektif tergantung cara serta sikap dan pemahaman pendakwah dalam memahami permasalahan yang diperdebatkan. Sehingga ia bisa memberikan argumentasi yang tepat, jelas, singkat, juga dapat menyentuh pola pikir yang diajak bicara.
Mujadalah penting untuk dikuasai seorang pendakwah, mengingat tak semua orang yang menjadi sasaran dakwah memiliki hati yang terbuka dan lapang. Dan banyak orang yang membutuhkan argumentasi kuat dalam perdebatan untuk menerima kebenaran Islam.
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump