Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan yang dilayangkan oleh promotor dan ko-promotor disertasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, yakni Prof Dr Chandra Wijaya, MSi, MM dan Athor Subroto PhD.
Dalam putusan bertanggal 1 Oktober 2025 yang dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, majelis hakim mengabulkan gugatan Prof Chandra untuk sebagian. Adapun gugatan Athor diterima dan dikabulkan seluruhnya.
Seperti diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Minera Bahlil berhasil meraih gelar doktor dalam program studi Kajian Strategik dan Global UI dengan predikat Cum laude dalam waktu 1 tahun 8 bulan. Bahlil mengangkat disertasi berjudul 'Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia', sesuai dengan bidang yang ia tekuni selama beberapa tahun terakhir sebagai menteri.
Bahlil mengikuti program doktoral di Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG) UI. Adapun sidang terbuka promosi doktor Bahlil dilakukan pada Rabu, 16 Oktober 2024 lalu.
Kendati demikian, UI menjatuhkan sanksi pembinaan berupa peningkatan kualitas disertasi terhadap Bahlil Lahadalia pada Jumat (7/3/2025). Selain Bahlil, UI memberikan sanksi pembinaan bagi promotor, ko-promotor hingga kepala program studi SKSG UI.
Keputusan yang tertuang dalam Surat Keputusan Rektor UI Nomor 475/SK/R/UI/2025 itu dikeluarkan oleh Rektor UI Prof Heri Hermansyah, berdasarkan Rapat Koordinasi 4 Organ UI yakni Dewan Guru Besar, Majelis Wali Amanat, Senat Akademik Universitas, dan Rektorat.
Promotor dan Ko-Promotor DisertasiBahlil kemudian mengajukan gugatan kepadaPTUN terkait keputusan kampus itu pada 10 Juni 2025 lalu. Promotor disertasi tersebut adalah Direktur Sekolah Kajian dan Aksi Strategis dan Global atauSKSG UI periode 2021-2025,AthorSubroto PhD, dan Ko-Promotor selaku DekanFIA UI Periode 2021-2024, Prof Dr Chandra Wijaya,MSi, MM.
Promotor dan Ko-Promotor Bebas Sanksi Etik
Menurut amar putusan yang tertera pada laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, baik Promotor dan Ko-Promotor resmi bebas dari sanksi etik. Hakim juga mewajibkan tergugat yaitu UI untuk mencabut keputusan rektor UI dan membayar biaya perkara sejumlah Rp 359 ribu untuk masing-masing gugatan.
"Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 359.000 (Tiga Ratus Lima Puluh Sembilan Ribu Rupiah)," demikian bunyi putusan tersebut seperti dikutip dari laman SIPP PTUN Jakarta, Sabtu (3/10/2025).
Tanggapan Pihak UI
Menanggapi hal ini, UI mengatakan pihaknya menghormati keputusan peradilan. Lebih lanjut, pihak kampus juga akan mempelajari secara resmi keputusan tersebut termasuk implikasi serta konsekuensi yang mungkin timbul.
"UI Telah menerima salinan resmi kedua putusan yang dimaksud. Atas putusan ini, UI menyatakan menghormati sepenuhnya proses peradilan sebagai wujud komitmen institusi terhadap prinsip-prinsip tata kelola yang baik, akuntabilitas, serta kepastian hukum," tegas UI dalam pernyataannya yang disampaikan oleh Emir Chairullah, PhD selaku Kasubdit Reputasi Digital dan Media, Direktorat Humas Media Pemerintah Internasional UI, dikutip Sabtu (3/10/2025).
Emir melanjutkan jika tindakan ini dilakukan demi memastikan agar setiap langkah diambil sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. UI juga meyakini jika proses hukum ini merupakan bagian dari perjalanan untuk menjaga reputasi, integritas kelembagaan, serta keberlangsungan 9 Nilai UI.
"Maka dalam semangat tersebut, kami mengajak segenap civitas akademika untuk tetap menjaga suasana kondusif, memfokuskan perhatian pada pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, serta bersama-sama memperkuat UI sebagai institusi pendidikan tinggi yang unggul dan berdaya saing global," pungkasnya.
Simak Video "Video: Respons Bahlil saat Diminta Minta Maaf ke Sivitas UI"
(nir/pal)