Warga Resah Jembatan Termanu di Amfoang Nyaris Putus, Logistik Bisa Terhambat

Warga Resah Jembatan Termanu di Amfoang Nyaris Putus, Logistik Bisa Terhambat

Yufengki Bria - detikBali
Senin, 30 Des 2024 13:15 WIB
Jembatan Termanu di Desa Manubelon, Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kabupaten Kupang, NTT, terancam ambruk lagi.
Jembatan Termanu di Desa Manubelon, Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kabupaten Kupang, NTT, terancam ambruk lagi. Foto: istimewa
Kupang -

Warga resah dan khawatir jika jembatan Termanu di Desa Manubelon, Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), terancam putus total akibat dihantam banjir deras, pada Minggu (29/12/2024). Sebab, jembatan tersebut merupakan akses utama masyarakat di Kecamatan Amfoang Barat Daya, Amfoang Barat Laut, Amfoang Utara, dan Amfoang Timur, menuju ke Kota Kupang.

"Kami sangat resah dan khawatir kalau benar-benar putus. Karena itu satu-satunya jembatan yang bisa dilalui bila ke Kupang," ujar salah satu mahasiswa asal Desa Honuk, Kecamatan Amfoang Barat Laut, Gat Yohanis Manoh, Senin (30/12/2024).

Pria berusia 26 tahun itu mengatakan dampak yang dirasakan bila jembatan putus, yaitu terhambatnya pengiriman beras, uang, dan kebutuhan mahasiswa yang sedang berkuliah di Kota Kupang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Misalkan kalau kami butuh bekal dan uang dari kampung pasti terhambat sudah," ungkap Gad.

Menurut Gad, satu-satunya akses yang paling cepat ke Kupang hanya melalui jembatan Termanu. Tidak mungkin, Gad berujar, masyarakat mengandalkan kapal bila ada keperluan dadakan.

"Memang bisa lewat kapal, tapi itu setidaknya dua pekan sekali baru kapal masuk ke Dermaga Afoan, Kecamatan Amfoang Utara. Nah, kalau kami yang di Kecamatan Amfoang Barat Laut, jalan jauh lagi baru bisa naik kapal," jelas Gad.

Sementara salah satu Pemuda Desa Manubelon, Kecamatan Amfoang Barat Daya, Nifret Affi, mengatakan jembatan tersebut memang belum putus total, tetapi dua tiang penyangga jembatan itu sudah miring. Bila terjadinya hujan dengan intensitas tinggi, kemungkinan besar langsung putus total.

"Memang belum putus total, tapi kalau sekali banjir lagi bisa putus total," kata Alumni Ilmu Politik Undana Kupang itu.

Dia berharap pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kupang maupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT segera memperhatikan dan memperbaiki jembatan tersebut. Sebab, salah satu akses penghubung utama jalur pantura.

Kalau jembatan sampai putus total, Nifret menyebut warga, khususnya Amfoang Barat Daya, tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan berpengaruh pada ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

"Tolong perhatikan baik-baik dulu karena jembatan ini baru kurang lebih sekitar 2 tahun dikerjakan, tapi sudah terancam putus total," beber Nifret.

Kepala Desa Manubelon, Antonius Tak, menjelaskan jalur pantura terdapat dua jembatan besar yang sering jadi polemik setiap tahun. Yaitu, jembatan Kapsali dan Termanu. Khusus jembatan Kapsali, Antonius berujar, tak kunjung diperbaiki sejak putus total pada Kamis (2/3/2023) malam.

"Selama ini dua jembatan itu tidak ada jalan alternatif. Jalan alternatif yang di jembatan Termanu juga sudah terkikis banjir dan putus total. Begitu juga dengan jembatan Kapsali, kondisinya semakin parah. Selama ini banyak kendaraan yang terpaksa menerobos banjir," kata Anton.

Camat Amfoang Barat Daya, Yonatan Natun, prihatin terhadap kondisi jembatan Termanu saat terjadinya hujan dan banjir bandang. "Itu bisa putus total kalau banjir lagi. Saya juga sudah sampaikan kepada pimpinan kami terkait kondisi jembatannya," pungkas Yonatan.

Diberitakan sebelumnya, jembatan Termanu di Desa Manubelon, Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), nyaris ambruk. Padahal, jembatan itu baru diperbaiki pada Oktober 2023.

"Ya, saya dapat informasi kejadiannya, tadi pukul 08.00 Wita," kata Camat Amfoang Barat Daya Yonatan Natun kepada detikBali, Kamis, (14/3/2024).

Yonatan menjelaskan salah satu tiang penyangga jembatan itu miring sesuai diterjang arus sungai. Kini, akses transportasi dari Kota Kupang maupun Amfoang Utara dan Amfoang Barat Laut tidak bisa dilalui lagi. Warga yang melintas pun terpaksa mengestafet barang bawaannya.

"Warga yang melintas dengan bus dan kendaraan roda empat, pikul barang-barangnya baru bisa lewat," ungkapnya.




(nor/nor)

Hide Ads