BEM Unram: Permintaan Maaf Jokowi di Sidang Tahunan MPR cuma Formalitas

Mataram

BEM Unram: Permintaan Maaf Jokowi di Sidang Tahunan MPR cuma Formalitas

I Wayan Sui Suadnyana, Ahmad Viqi Wahyu Rizki - detikBali
Jumat, 23 Agu 2024 15:28 WIB
Ketua BEM Unram Herianto saat ditemui di depan Gedung DPRD NTB, Jumat (23/8/2024). (Ahmad Viqi/detikBali)
Foto: Ketua BEM Unram Herianto saat ditemui di depan Gedung DPRD NTB, Jumat (23/8/2024). (Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram -

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Mataram (Unram) menilai permintaan maaf Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Jumat (16/8/2024) hanya formalitas. BEM Unram menilai Jokowi tidak pernah menyelesaikan dosa-dosanya kepada rakyat.

"Begitu banyak dosanya (Jokowi). Kemarin pidato permintaan maaf di rapat MPR tidak serius, hanya formalitas. Bahkan, menambah dosa demokrasi di Indonesia," ujar Ketua BEM Unram, Herianto, saat ditemui di sela-sela demonstrasi menolak revisi Undang-Undang (UU) Pilkada di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTB, Jumat (23/8/2024).

Menurut Herianto gerakan mahasiswa kali ini telah sepakat mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini kekesalan kami dari tahun lalu, mulai dari RUU pelemahan KPK, RUU Cipta Kerja sampai dengan RUU KUHP. Hari ini sangat krusial, kami akan mengawal putusan MK Nomor 60 itu," ujar mahasiswa Fakultas Pertanian Unram ini.

Herianto mengungkapkan massa aksi meminta kepada rezim pemerintahan Jokowi untuk bersikap netral menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada). Menurut dia, Jokowi seharusnya menciptakan situasi yang damai, bukan malah mendukung DPR RI untuk menganulir putusan MK yang dipercaya bisa meloloskan anak bungsunya, Kaesang Pangarep, maju Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah (Jateng).

Herianto menegaskan seluruh massa aksi telah diinstruksikan untuk mengawal putusan MK Nomor 60. Instruksi tersebut berlaku skala nasional dari 22 hingga 27 Agustus 2024.

"Kami ingin RUU Pilkada yang dibahas di DPR benar-benar dibatalkan. Kalau tidak kami akan aksi berjilid-jilid atau ini sebagai reformasi jilid II, gerakan-gerakan reformasi akan lahir," tegasnya.


Aksi Berlanjut

Pantauan detikBali, selepas salat Jumat sekitar pukul 15.00 Wita, sekitar 4.000 mahasiswa dari belasan aliansi di Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali berdemonstrasi di depan DPRD NTB.

Massa aksi kembali pecah seusai memaksa masuk ke gedung DPRD NTB. Mahasiswa meminta agar Ketua DPRD NTB Isvie Rupaeda mengizinkan seluruh perwakilan mahasiswa melakukan audiensi.

"Kami harus masuk ke gedung DPRD. Kami mau duduk dengan Pimpinan DPRD di dalam kantor. Bukan ditemui di luar kantor," kata Aprizal Umami, mahasiswa dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unram.

Sebelumnya, ribuan mahasiswa dari Aliansi Rakyat NTB Melawan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat melakukan aksi demonstrasi di depan gedung DPRD NTB. Aksi di depan gedung DPRD NTB, sempat saling dorong dengan aparat kepolisian di gerbang selatan gedung DPRD NTB.

Ketua BEM Unram Herianto dalam orasinya mengatakan aksi ini diikuti oleh puluhan lembaga dari berbagai aliansi mahasiswa di NTB. Semua massa aksi akan mengawal putusan MK dam menolak revisi UU Pilkada yang bergulir di DPR RI.

"Kita sepakat mengawal putusan MK terkait UU Pilkada. Karena negara Indonesia bukanlah milik rezim Presiden Joko Widodo dan keluarganya," ungkap Herianto saat berorasi di depan gerbang selatan Gedung DPRD NTB, Jumat siang (23/8/2024).




(hsa/hsa)

Hide Ads