Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) menyebut Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) darurat penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal.
Kendati demikian, BP3MI belum bisa merincikan data pasti jumlah CPMI NTB yang ditunda keberangkatannya ke negara tujuan hingga Juni 2023. CPMI tersebut berpotensi besar menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"2023 nanti saya cek datanya. Sudah banyak, yang pasti NTB darurat penempatan PMI ilegal, setiap ada pencegahan pasti ada orang NTB. Setiap ada pencegahan TPPO pasti ada dari NTB," kata Kepala BP3MI Mangiring Hasoloan Sinaga saat ditemui seusai pemulangan 22 CPMI asal NTB dari Jakarta pada Rabu (14/6/2023) di Mataram.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah ini, kata Mangiring, mesti menjadi perhatian serius seluruh pihak. Harus ada kerjasama lintas sektoral untuk memberantas fenomena serupa terus berlanjut.
"Ini menjadi tugas bersama, jangan hanya penegak hukum, BP3MI. Tetapi pemerintah desa juga, mereka harus mengawasi setiap orang yang menawarkan pekerjaan, dan mengawasi setiap orang yang mau berangkat dari wilayahnya, karena itu masing- fungsinya sudah diatur Undang-Undang (UU)," ungkapnya.
Menurutnya, meski banyak langkah preventif yang sudah dilakukan, NTB masih saja kecolongan pemberangkatan PMI nonprosedural. Salah satu pintu masuk utama adalah pemberangkatan lewat jalur umum.
Para penyalur pekerja migran juga selalu menemukan modus baru memberangkatkan calon pekerja secara ilegal. "Kami kecolongan lewat jalur umum, domestik. Nggak bisa setiap orang yang keluar dari Lombok kami tanyain. Ya biasanya kejahatan itu tetap berkembang," beber Mangiring.
Harap Penyalur CPMI Ilegal Asal NTB Ditangkap
Sebanyak 22 CPMI asal NTB yang diamankan Polda Metro Jaya akhirnya dipulangkan pada Rabu (14/6/2023). Mangiring berharap para pelaku penyalur pencari kerja di NTB itu dapat ditangkap.
"Sponsor yang berangkatkan dari sini (NTB) sedang diselidiki. Kami harapkan dapat ditindak," kata Mangiring.
Mangiring menegaskan tak ingin hanya pelaku di daerah pencegahan saja yang ditangkap, sedangkan sponsor utama yang memberangkatkan di daerah tidak diusut tuntas.
"Jangan hanya di daerah transit saja yang ditangkap. Pelaku yang di sini juga ditangkap dong," jelas Mangiring.
Setibanya di Kantor BP3MI di Mataram, 22 CPMI ilegal tersebut langsung dilakukan pendalaman dan diberikan sosialisasi dan pembinaan.
Ke-22 CPMI ilegal tersebut diberikan pemahaman bahwa tindakan yang mereka lakukan dengan memilih Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) tidak resmi adalah tindakan yang salah secara hukum dan membahayakan diri sendiri.
Sebab, kata Mangiring, tindakan tersebut menjadi pintu masuk awal terjadinya TPPO. "CPMI ini tidak melalui prosedur yang benar, bukan lewat P3MI resmi. Perusahan penyalur masih kami identifikasi," bebernya.
22 CPMI ilegal tersebut menurut rencana akan diterbangkan menuju Arab Saudi sebelum dilakukan pencegahan oleh Polda Metro Jaya.
Adapun 22 CPMI ilegal tersebut di antaranya dari Kabupaten Lombok Barat (2), Lombok Timur (2), Lombok Tengah (13), Kota Mataram (2), dan Kabupaten Dompu (2).
"Mereka ada yang sudah hampir satu bulan di Jakarta. Dari NTB berangkat satu per satu (tidak kelompok). Lewat jalur darat, laut, hingga penerbangan domestik. Itu modusnya," jelasnya.
(nor/iws)