Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki keberagaman seni dan budaya. Salah satunya adalah tarian dari NTB.
Dilansir dari berbagai sumber, ada dua tarian asal NTB yang telah mendapat penghargaan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dariKemendikbud. Yuk simak selengkapnya berikut ini.
β’ Tari Gandrung, Lombok
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tari yang pertama adalah Tari Gandrung yang menjadi anugerah penghargaan yang diterima oleh NTB sebagai Warisan Budaya Tak Benda asal Lombok Barat. Di mana tari tersebut merupakan tarian rakyat yang sering ditemui di kawasan suku Sasak yang bermukim di Lombok.
Tarian tersebut diketahui telah ada sejak zaman Airlangga di Jawa Timur. Hal yang menarik dari tarian tersebut adalah pola tarian yang sangat mengagumkan dengan tidak mengikuti pola gerak dan iringan musik yang umum digunakan sebagai standar sebuah tarian.
Tari tersebut dipercaya lahir dari sebuah kejadian ketika para prajurit keraton mencoba memainkan seperangkat gamelan yang baru saja selesai digunakan dalam sebuah upacara resmi. Di mana seorang prajurit maju dan menari dengan santai dalam suasana populisme.
Gerakan tarian tersebut disambung oleh pergantian penari. Di mana setelah penari terdahulu menyentuh pengganti yang dikehendakinya di tepi arena maka sosok yang ditunjuk yang akan melanjutkan tariannya.
Namun seiring berjalannya waktu, pemeran Tari Gandrung pun dilakukan oleh seorang penari istana wanita. Akan tetapi, perubahan tersebut belum jelas diketahui bagaimana bisa berubah dan kapan perubahan tersebut terjadi.
Dewasa ini, penari gandrung selalu memperkenalkan diri dengan kata "tiang lanang" pada setiap pertunjukannya. Tari Gandrung sendiri ditampilkan pada sebuah arena yang dikelilingi oleh para penonton yangnantinya akan menjadipengibing (penari selanjutnya).
Umumnya, Tari Gandrung berlangsung selama tiga babak. Babak pertama disebut bapangan.
Di mana penari gandrung akan memperkenalkan diri kepada calon pengibing (penari) dan seluruh penonton dengan cara menari mengitari arena sampai gending pengiring (gending bapangan) selesai.
Lalu babak kedua disebut gandrungan, di mana penari akan mengitari arena sambal memegang kipas dengan lincahnya bak burung elang yang mencari mangsa. Penari sesekali akan melirik ke arah penonton, khususnya yang berada di barisan depan.
Mereka lalu akan menyentuh atau melempar penonton yang dikehendaki dengan kipasnya. Hal tersebut dikenal dengan "nenepek", di mana penonton yang terkena kipas harus segera maju dan menjadi pasangan ngibing bagi penari gandrung.
Babak selanjutnya adalah parianom yang merupakan "perpanjangan" dari babak gandrungan. Parianom atau gending pengiring tidak menggunakan seluruh instrumen orkestra gandrung. Alat musik yang digunakan hanya redet dan suling serta tambahan suara gendang, petuk dan rincik.
Para penari Gandrung akan menambahkan basandaran ke dalam tarian mereka. Ketika waktu tersebut, lirik yang dihadirkan dalam Bahasa Indonesia, tidak lagi dalam bahasa daerah.
Pakaian yang dikenakan para penari Gandrung terdiri dari tiga bagian pokok atau khusus, yang pertama adalah gelungan atau hiasan kepala yang menyerupai songkok. Yang mana seluruh permukaannya dihiasi dengan bunga cempaka yang berwarna putih.
Yang kedua yakni kain batik panjang bermotif kembang dengan warna bervariasi tergantung dengan selera penari. Sedangkan untuk bajunya, para penari mengenakan baju kaos lengan pendek berwarna putih.
Lalu yang ketiga adalah perhiasan yang terdiri dari bapang (hiasan dada yang dipasang di leher), lambe (semacam stagen yang dililitkan dari dada hingga pinggul), seret (semacam ikat pinggang dengan lebar 2 sentimeter yang dihias dengan motif bunga dan dililitkan secara beraturan dan berjarak 5 sentimeter)
Ditambah juga dengan ampok (seperti bapang, tetapi bentuknya segitiga dengan rumbai di sekeliling ujungnya) genjer (3 buah selendang yang berkilauan dan dikenakan di atas pinggul. Tiap ujungnya menjuntai panjang di samping kiri dan kanan) yang berfungsi untuk hiasan dan sering diangkat saat para penari tampil.
Tari Gandrung biasanya digelar pada malam hari dengan durasi 3 jam. Setiap babaknya berlangsung selama rata-rata 10 menit. Tarian yang menyebar di beberapa desa di Lombok tersebut menjadi hiburan masyarakat bahkan digelar juga untuk acara perkawinan, khitanan dan lain-lain.
Saat ini, Tari Gandrung juga menjelma sebagai sebagai tarian rakyat dalam rangkaian menyambut hari besar nasional.
Tari kedua yang jadi WBTB klik halaman berikutnya
β’ Tari Sireh
Tari Sireh adalah warisan budaya turun-temurun yang berasal dari nenek moyang masyarakat Dusun Buani, Lombok Utara. Akan tetapi, belum diketahui pasti mengenkotanai siapa pencipta tari tersebut karena telah diwariskan secara turun-temurun.
Berdasarkan penuturan tokoh masyarakat tersebut, dijelaskan Tari Sireh bermula dari tradisi memakan daun sirih beserta seluruh kelengkapan tradisi tersebut. Di mana pada zaman dahulu, para perempuan di sekitar DusunBuani saling berkunjung ke rumah tetangga dan diterima atau dijamu oleh tuan rumah dengan menyuguhkanpabuan yang berisi daun sirih beserta seluruh kelengkapannya.
Durasi pertunjukan Tari Sireh sangatlah unik, biasanya tergantung permintaan dari si pemesan tarian tersebut. Mulai dari 5 menit, 20 menit, 30 menit, bahkan lebih yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta permintaan sang pemesan.
Tari yang berasal dari Dusun Buani, Desa Bentek, Kecamatan Gangga tersebut terdiri dari tiga babak yakni tarian pembuka, isi dan tarian penutup. Babak pertama tarian pembuka dikenal dengan sebutan igelan menembak menggunakan tarian numpang tampil ketika penari mulai masuk ke atas panggung.
Gerakan tarian pada babak tersebut menceritakan para penari masuk ke rumah tetangganya untuk dijamu makan sireh atau memamaq. Selanjutnya akan dihidangkan pebuan yang berisi daun sirih beserta kelengkapan lainnya. Buah pinang yang disuguhkan adalah jol jol-pusing.
Pinang tersebut bisa membuat orang yang memakannya menjadi pusing. Yang ditandai dengan gerakan tangan para penari yang menumpang dan menampik (tangan kanan digerakkan ke atas secara bergantian dengan tangan kiri). Gerakan tari tersebut dikenal dengan iklan penengah dan menggunakan tarian parade dan kejedot.
Pada babak isi, para penari digambarkan sudah dalam kondisi pusing seperti orang mabuk dan akhirnya bertingkah tidak wajar dengan menari sembari bernyanyi. Bahkan, para penari akan menggunakan udeng seperti layaknya laki-laki. Hingga akhirnya mereka mereka akan mulai sadar ditandai dengan adanya Tarian Kejerot.
Pada babak isi juga, para penari akan menggerakan pinggul dan tangannya ke kanan dan ke kiri sambil memegang selendang dan diarahkan ke depan atau ke atas secara bergantian. Ditambah dengan gerakan menggoyangkan kepala ke kanan dan ke kiri serta memutar tangan.
Sedangkan pada Tarian Parade, dicirikan dengan gerakan pinggul yang dilakukan secara cepat, lalu diikuti gerakankedeser (gerakan kaki para penari untuk berpindah tempat secara cepat dari sisi kiri ke sisi kanan).
Pada Tari Kajerot, memiliki ciri khas yang ditandai oleh gerakan pundak para penari ke atas dan ke bawah secara bergantian.
Kemudian pada babak tarian penutup Tari Sireh yang dikenal dengan igelan penutup dilakukan dengan Tarian Gending halus.
Pada babak ini, para penari digambarkan telah tersadar sepenuhnya akibat mabuk dari buah jol tersebut. Penari lalu memunculkan sifat asli mereka yang lemah lembut dan gemulai.
Tempo musik yang lebih lambat dan lembut serta dominasi gerakan yang lebih pelan menjadi tanda atau ciri khas babak ini. Para penari merentangkan tangan kanan mereka sembari bergeser perlahan dan akhirnya ditutup dengan mencakupkan kedua tangan di depan dada mereka.
Artikel ini ditulis oleh Niluh Pingkan Amalia Pratama Putri peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
Simak Video "Video: 2 Oknum Polisi Tersangka Kasus Kematian Brigadir Nurhadi Ditahan "
[Gambas:Video 20detik]
(nor/nor)