Perang Api Tradisi Tolak Bala Saat Perayaan Nyepi di Lombok

Mataram

Perang Api Tradisi Tolak Bala Saat Perayaan Nyepi di Lombok

Ni Kadek Ratih Maheswari - detikBali
Senin, 13 Mar 2023 09:47 WIB
Tradisi Perang Api
Ilustrasi Tradisi Perang Api. Foto: Agus Kurniawan/d'Traveler
Mataram -

Perang api atau disebut juga perang bobok adalah tradisi yang rutin dilaksanakan dalam rangka menyambut hari raya Nyepi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Tradisi ini dilaksanakan setahun sekali di persimpangan Tugu Tani, Jalan Serampang, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram.

Biasanya, perang api dilaksanakan saat sore hari atau setelah pawai ogoh-ogoh. perang api dilakukan dengan cara menghadapkan dua kelompok pemuda asal Negara Sakah dan Sweta, yang membawa bobok atau senjata yang terbuat dari daun kelapa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bobok ini kemudian dibakar dan kedua kubu saling menyerang. Tentunya, bobok yang dibakar ini dapat menimbulkan luka. Namun, setiap kali acara ini berlangsung, baik penonton maupun yang berperang sangat antusias dan semangat.

Meskipun konteksnya berperang, dua kelompok pemuda tersebut tidak benar-benar bermusuhan satu sama lainnya. Setelah acara usai pun, kedua kubu tidaklah menyimpan dendam karena perang hanya dilakukan sebagai ritual turun-temurun.

Makna Perang Api

Perang api menjelang Nyepi menjadi momentum yang memiliki arti khusus selain sebagai penolak bala. Saat Nyepi, umat Hindu biasanya melaksanakan Catur Brata Penyepian.

Di mana, terdiri dari amati geni (tidak boleh menghidupkan api, lampu, dan semacamnya), amati karya (tidak boleh bekerja), amati lelungan (tidak boleh bepergian), dan amati lelanguan (tidak boleh bersenang-senang).

Catur Brata Penyepian ini harus dilakukan dengan hati bersih, tulus, dan ikhlas. Pelaksanaan perang api sehari sebelum Nyepi menandai bahwa tradisi ini sebagai bentuk pembersihan diri dari unsur-unsur jahat dan malapetaka sebelum dilaksanakannya tapa brata.

Oleh karena itu, perang api tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Pemuda yang ingin berpartisipasi dalam perang api harus menyiapkan diri dengan baik secara fisik maupun mental.

Dalam hal ini, tidak boleh ada niat buruk dari setiap individu yang berpartisipasi. Misalnya, menyerang lawan saat berperang karena memiliki dendam dengan orang tersebut.

Hal tersebut dilarang karena simbolisasi dari perayaan ini adalah mengusir hal-hal buruk yang dapat menjadi malapetaka. Sehingga, seluruh rangkaian acara harus dilaksanakan dengan niat baik dan hati bersih.

Artikel ini ditulis oleh Ni Kadek Ratih Maheswari peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(irb/irb)

Hide Ads