Lamongan tak hanya dikenal dengan potensi sumber daya alam, kuliner khas seperti soto Lamongan dan nasi boran, maupun geliat industri perikanannya yang maju. Kabupaten yang terletak di pesisir utara Jawa Timur ini juga menyimpan kekayaan budaya dan tradisi lokal yang tak ternilai harganya.
Di tengah modernisasi dan derasnya pengaruh budaya global, beragam warisan budaya tak benda (WBTB) masih tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Lamongan. Tradisi yang terus dijaga ini menjadi bagian penting dari identitas kultural daerah, sekaligus wujud perlawanan terhadap kepunahan nilai-nilai leluhur.
Daftar WBTB Lamongan
Berikut daftar Warisan Budaya Tak Benda dari Lamongan yang telah tercatat secara resmi oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek RI), maupun Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Kentrung Lamongan
Kentrung merupakan seni pertunjukan tradisional yang termasuk dalam kategori seni tutur. Meski dikenal di berbagai daerah di Jawa Timur, Kentrung Lamongan memiliki keunikan tersendiri. Di Lamongan, kentrung ditampilkan dalam bentuk monolog.
Di mana, seorang dalang merangkap sebagai panjak atau penabuh alat musik (biasanya terbang atau rebana), tanpa adanya iringan pemain musik lain. Pertunjukan ini biasanya disisipkan dengan cerita-cerita bermuatan sejarah lokal, kisah kepahlawanan, atau pesan moral.
Sering kali, pertunjukan ini diselenggarakan dalam berbagai hajatan masyarakat seperti pernikahan, sunatan, sedekah bumi, tingkepan, hingga peringatan hari-hari penting di desa. Namun, pelestarian Kentrung Lamongan kini menghadapi tantangan besar.
Hal ini dipengaruhi perkembangan media digital dan berkurangnya minat generasi muda terhadap seni tradisional. Upaya revitalisasi, seperti pelatihan seniman muda dan pementasan di festival budaya, sangat dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan kesenian ini.
![]() |
2. Tradisi Mendhak Sanggring
Mendhak Sanggring adalah ritual tradisional khas Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan, yang telah ada sejak ratusan tahun silam. Tradisi ini dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan kepada Ki Buyut Terik, leluhur masyarakat setempat, serta permohonan keselamatan dan berkah untuk desa.
Yang menarik dari tradisi ini adalah puncak ritual memasak Sayur Sanggring, yang hanya boleh dilakukan oleh laki-laki keturunan Juru Sanggring. Sebelum memasak, biasanya dilakukan ziarah dan pembersihan makam leluhur.
Rangkaian kegiatan lainnya meliputi makan bersama, doa bersama, dan pertunjukan WayangKrucil, sebuah bentuk wayang khasLamongan. TradisiMendhakSanggring telah ditetapkan sebagaiWBTB olehKemendikbudristek RI pada 2019, sebagai bentuk pengakuan terhadap nilai sejarah, religi, dan sosial budaya yang terkandung di dalamnya.
![]() |
3. Perahu Tradisional Ijon-ijon
Warisan budaya berikutnya berasal dari wilayah pesisir Lamongan, tepatnya di Desa Kandangsemangkon, Kecamatan Paciran. Perahu tradisional Ijon-ijon adalah hasil kearifan lokal masyarakat nelayan yang diwariskan secara turun-temurun.
Perahu ini tidak hanya digunakan sebagai alat transportasi laut, tetapi juga untuk menangkap, menyimpan, dan mengawetkan hasil tangkapan ikan. Yang unik, perahu ini memiliki bentuk simbolik yang menyerupai perempuan.
Simbol perempuan itu dengan hiasan topeng, mata, sanggul, hingga mahkota dan bunga di bagian depan lambung kapal. Hal ini mencerminkan filosofi masyarakat pesisir yang menghormati laut sebagai "ibu" pemberi kehidupan.
Ijon-Ijon bukan sekadar alat bantu nelayan, melainkan juga simbol identitas maritim masyarakatLamongan, dan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada tahun 2020 olehKemendikbudristek.
![]() |
4. Jaran Jenggo Lamongan
Jaran Jenggo adalah kesenian rakyat dari Lamongan yang menggabungkan unsur ritual, pertunjukan, dan edukasi budaya. Tidak seperti seni jaranan pada umumnya yang menggunakan kuda tiruan, Jaran Jenggo memakai kuda asli dalam pertunjukannya.
Kesenian ini biasa ditampilkan dalam acara khitanan anak laki-laki, peringatan hari jadi desa, festival seni daerah, hingga perayaan hari besar nasional. Dalam pementasannya, terdapat elemen tarian, iringan gamelan, serta penunggang kuda yang melakukan atraksi sambil mengenakan pakaian adat.
Menurut data dari Dinas Kebudayaan Jatim, JaranJenggo mencerminkan semangat perjuangan dan ketangkasan, dan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia sejak tahun 2022.
![]() |
Upaya Pelestarian Warisan Budaya di Lamongan
Untuk menjaga eksistensi budaya lokal agar tetap hidup di tengah derasnya arus globalisasi, Pemerintah Kabupaten Lamongan melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan terus melakukan berbagai upaya pelestarian. Beragam program diluncurkan guna memastikan bahwa WBTB Lamongan tidak hanya dikenal, tetapi dicintai dan diwariskan.
Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah menyelenggarakan Festival Budaya Lamongan secara rutin setiap tahun. Acara ini menjadi ajang unjuk gigi bagi para pelaku seni dan budaya lokal, sekaligus sarana edukasi bagi masyarakat luas.
Selain itu, pemerintah juga aktif menggelar workshop dan pelatihan seni budaya bagi para seniman, budayawan, dan generasi muda. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas pelaku seni serta memperkenalkan nilai-nilai budaya kepada kalangan muda.
Tak hanya itu, proses pendaftaran aset budaya ke Kemendikbudristek terus dilakukan sebagai bentuk pengakuan resmi, sekaligus perlindungan terhadap tradisi yang ada. Upaya ini juga dibarengi dengan pengintegrasian budaya lokal dalam kurikulum muatan lokal di sekolah-sekolah.
Sehingga nilai-nilai budaya dapat dikenalkan sejak dini kepada pelajar. Dan, dengan berbagai strategi tersebut, Lamongan berharap warisan budaya tak bendanya tetap lestari, berdaya, dan menjadi kebanggaan di tengah perkembangan zaman yang serba digital.
Lamongan bukan hanya tentang wisata kuliner atau panorama pesisir yang memikat, tetapi tentang kekayaan budaya yang lestari dari generasi ke generasi. Kentrung, Mendhak Sanggring, Perahu Ijon-ijon, dan Jaran Jenggo adalah bagian dari identitas Lamongan yang patut dikenali, dilestarikan, dan dibanggakan. Yuk, kenali dan cintai budaya lokal.
(auh/irb)