Menurut Julmansyah, hasil investigasi atau penelitian Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB bersama tim Ekspedisi Sungai Nusantara benar terjadi di dua sungai tersebut. "Terlepas apakah secara metodologi sudah diakui atau tidak dan laboratorium yang digunakan sudah terakreditasi atau tidak. Tapi temuan Walhi bisa kami anggap sebagai warning bagi kita semua," kata Julmansyah kepada detikBali, Jumat (6/1/2023).
Julmansyah mengatakan hasil investigasi yang dilakukan tim peneliti ESN dan Walhi NTB menunjukkan betapa daruratnya penangan sampah di Kota Mataram dan Lombok Barat. "Ini pentingnya edukasi pengelolaan sampah hingga ke level RT/RW. betapa pentingnya pengelolaan sampah yang baik ke depan," jelasnya.
Dia menyebutkan, untuk program NTB Zero Waste dapat menjadi trigger untuk membangun gerakan bersama secara kolaboratif semua kalangan untuk mengurangi jumlah sampah di NTB. "Baik di Pemprov, Pemda kabupaten kota, komunitas, NGO dan tokoh agama dan masyarakat yang concern dengan isu persampahan," tambahnya.
Adanya temuan pencemaran mikroplastik di dua sungai itu, DLHK NTB sedang merumuskan kebijakan extended producer responsibilities (EPR). Nantinya, kebijakan EPR ini akan memberikan aturan agar ada tanggung jawab produser yang menghasilkan sampah untuk dikelola sebelum sampai ke warga.
"Pemprov NTB bersama komunitas dan NGO juga sedang melakukan upaya brand audit dengan aplikasi khusus, agar kami memiliki data siapa perusahaan yang mencemari lingkungan," paparnya.
Bahkan sebut dia, Pemda Lombok Timur telah memberlakukan pelarangan atau pembatasan penggunaan kantung kresek (plastik) sebagai salah satu bentuk mitigasi tercemarnya sungai dan perairan dari limbah mikroplastik.
"Maka kami berharap Pemkot Mataram dan Pemda Lobar bahkan seluruh kabupaten kota juga memberlakukan kebijakan yang sama sebagai bentuk mitigasi pencemaran mikroplastik ini," pungkasnya.
Baca juga: Lautan Sampah Plastik di Pantai Oesapa |
Sebelumnya, Peneliti Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) Prigi Arisandi mengatakan bahwa dua sungai yang diteliti kandungan mikroplastik di Lombok Barat dan Kota Mataram sudah dalam kondisi tercemar. Kedua sungai tersebut memiliki kandungan fiber sebesar 57,2 persen, filamen 23,8 persen, fragmen 14,7 persen, dan granula 4,3 persen,
Sumber kandungan fiber dari degradasi kain sintetik akibat kegiatan rumah tangga, pencucian kain, laundry dan juga limbah industri tekstil. Sedangkan filamen diduga berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai (kresek, botol plastik, kemasan plastik single layer dan jaring nelayan).
Untuk fragmen berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai dari jenis kemasan saset multilayer, tutup botol, botol sampo dan sabun yang secara sengaja dibuang kedua sungai tersebut. Dan kandungan granula berasal dari microbeads atau bahan sintetis scrub yang ada dalam personal care, sabun, pemutih kulit, sampo, sabun, pasta gigi dan kosmetik.
(nor/gsp)