I Wayan Agus Suartama alias IWAS, pria difabel yang menjadi tersangka kasus pelecehan seksual terhadap mahasiswi di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), berpotensi kembali dilaporkan atas dugaan pelecehan seksual terhadap anak. Hal ini menyusul tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya fokus pada korban perempuan dewasa saat menyusun berkas dakwaan.
Pria difabel tanpa tangan itu didakwa melanggar Pasal 6 huruf A dan atau huruf C juncto Pasal 15 ayat 1 huruf E Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022. Ancaman hukuman dalam dakwaan tersebut mencapai 12 tahun penjara dengan denda maksimal Rp600 juta.
Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB, Joko Jumadi, masih memantau perkembangan kasus yang sedang berjalan. "Tetapi kami atau teman-teman pendamping masih fokus pada kasus yang berjalan dulu seperti apa nanti," katanya kepada detikBali, Senin (13/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Joko menjelaskan, laporan polisi (LP) pertama yang diajukan di Polda NTB mencatat adanya dua korban anak yang telah diperiksa. Namun, dalam dakwaan JPU, tidak tercantum pasal yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Dari tiga yang sudah teridentifikasi ini, sudah dua yang sudah diperiksa. Namun, kami sedang menunggu setelah proses persidangan ini untuk menentukan sikap seperti apa," ujarnya.
Menurut Joko, pendamping korban masih menunggu proses persidangan yang akan dimulai Kamis (16/1/2025). "Apakah cukup dengan proses yang sedang berjalan dengan lima orang saksi korban itu, atau kah akan ada pelaporan baru. Itu nanti teman-teman pendamping dan teman-teman korban yang akan memutuskan," tegasnya.
Joko menambahkan, KDD NTB memposisikan diri sebagai fasilitator untuk komunikasi antara lembaga yang memberikan layanan kepada korban maupun pelaku.
"Kami di KDD sementara hanya membantu agar hak-hak mereka terpenuhi dengan bekerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki layanan terkait," jelasnya.
Sebelumnya, Jaksa Peneliti Kejari Mataram, Dina Kurniawati, menyampaikan alasan tidak memasukkan pasal perlindungan anak dalam berkas perkara Agus.
"Di dalam berkas juga saya temukan ada beberapa korban yang di bawah umur. Namun untuk korban-korban tersebut kami belum bisa melapis ke undang-undang perlindungan anak, karena keterangannya diwakili oleh pendamping korban," kata Dina, Kamis (9/1/2025).
Dina menambahkan, korban anak yang tercantum dalam berkas pemeriksaan belum dapat dimintai keterangan langsung. Penundaan pemeriksaan juga terkendala masa penahanan Agus yang terus berjalan.
"Karena situasi anak tersebut masih belum memungkinkan untuk pemeriksaan. Apabila masih menunggu, maka ini akan berlarut-larut. Apalagi ada pembatasan penahanan, jadi untuk anak tersebut kami belum lapis undang-undang perlindungan anak," tegasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Mataram menahan pria disabilitas itu di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat, selama 20 hari ke depan. Pria berusia 22 tahun itu akan menjalani masa persidangan di Pengadilan Negeri Mataram mulai Kamis (16/1/2025).
(dpw/dpw)