Kampus tempat IWAS kuliah pernah berharap pria tanpa lengan itu mengikuti jejak dua seniornya sesama difabel yang sukses di bidang akademik hingga menjadi aparatur sipil negara (ASN). Namun, IWAS justru menjadi tersangka pelecehan seksual.
"Awalnya kami berharap IWAS bisa sukses, tetapi ternyata (jadi tersangka dugaan pelecehan seksual pada belasan korban)," sesal Wakil Dekan II Fakultas Dharma Acarya, sebuah kampus negeri di Mataram, Ni Wayan Rasmini, saat dijumpai detikBali di ruangannya, Jumat (13/12/2024).
Fakultas Dharma Acarya sebelumnya mempunyai mahasiswa disabilitas bernama Pande Dwi Surya dan I Nyoman Sutrisni. Keduanya sukses menjalani perkuliahan dengan baik hingga berkarier.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pande Dwi Surya, meski disabilitas dengan tangan kecil, sukses menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Lombok Barat. Sementara I Nyoman Sutrisni, dengan kondisi (disabilitas) kaki kecil dan bertongkat, sukses menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lombok Utara.
Rasmini mengungkapkan Fakultas Dharma Acarya juga sempat menangani perilaku IWAS yang kerap datang ke berbagai sekolah untuk memotivasi siswa. Fakultas tidak mengetahui tindakan IWAS itu.
"Itu pun kami tahu dari pihak sekolah yang melaporkan ke kami bahwa IWAS suka datang ke sekolah untuk memberikan motivasi. IWAS ini ke sana tanpa seizin kampus," kata Rasmini.
Menurut Rasmini, IWAS tidak boleh mendatangi sekolah dengan embel-embel memberi pengenalan atau apa pun itu tanpa seizin kampus. "Kalau PPL belum boleh karena masih banyak mata kuliah yang belum dituntaskan IWAS," ujar Rasmini.
Sebagai informasi, kasus dugaan pelecehan seksual ini mencuat tatkala salah seorang mahasiswi di Mataram berinisial MA melaporkan IWAS ke Polda NTB. Kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual ke Polda NTB dengan Laporan Polisi Nomor LP/B/166.a/X/2024/SPKT/POLDA NTB.
Setelah laporan tersebut ditindaklanjuti, sejumlah korban IWAS lain mulai bersuara. IWAS saat ini berstatus tersangka dan menjadi tahanan rumah.
(hsa/hsa)