Menteri Sosial (Mensos), Saifullah Yusuf alias Gus Ipul, turun tangan terkait kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang difabel berinisial IWAS. Gus Ipul mendatangi pria tunadaksa yang diduga melecehkan belasan korban di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Saya tanya tentang proses (hukum) yang dilalui, saya hanya ketemu sepintas saja (dengan IWAS), saya ada dialog dengan pengacaranya," kata Gus Ipul saat konferensi pers di Polda NTB, Senin (9/12/2024).
IWAS telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pelecehan seksual dengan mayoritas korban merupakan mahasiswi tersebut. Gus Ipul menjelaskan kedatangannya tersebut untuk proses hukum terhadap pria yang tidak memiliki tangan itu telah sesuai pedoman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengacaranya menjelaskan pelayanannya (di Polda NTB) dengan sangat baik. Haknya dipenuhi, dari teknis, medis, maupun pelayanan psikis," imbuh Gus Ipul.
Gus Ipul mendorong proses hukum IWAS dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Terlebih, kasus tersebut tengah menjadi sorotan publik. "Penegakan hukumnya jalan, layanan disabilitas juga terpenuhi," imbuhnya.
Mensos Pastikan Korban IWAS Dapat Pendampingan Penuh
Di sisi lain, Gus Ipul juga memastikan belasan korban pelecehan seksual oleh IWAS akan mendapat pendampingan penuh. Pendampingan akan diberikan baik dari sisi medis maupun sosial.
"Kami prihatin sekali. Memang masalah disabilitas ini jadi masalah kita semua. Mereka (korban) perlu dukungan dan bantuan," ujar Gus Ipul
Menurutnya, kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak untuk lebih waspada. Dia berharap kasus tersebut tak memunculkan stigma bagi para penyandang disabilitas.
"Jangan karena kasus satu orang ini, kemudian penyandang disabilitas terkena stigma. Itu tidak boleh terjadi. Mereka juga manusia yang perlu didukung dengan program rehabilitasi," imbuhnya.
Gus Ipul masih menunggu proses hukum sebelum menentukan bentuk pendampingan untuk IWAS. Ia menilai pendampingan untuk para korban lebih mendesak dilakukan lebih awal.
"Kalau (pendampingan) untuk pelaku, kami tunggu proses hukum. Apalagi saya dengar ada korban di bawah umur, itu jadi tanggung jawab kami. Kami percayakan proses hukum kepada polisi," pungkasnya.
IWAS Diperiksa di Polda NTB
Sementara itu, IWAS telah diperiksa di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB pada Senin (9/12/2024). Tersangka pelecehan seksual itu memenuhi panggilan polisi didampingi pengacaranya.
"Kami mengagendakan untuk melakukan pemeriksaan tambahan terhadap tersangka atas nama Agus," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, Senin sore.
Menurut Syarif, IWAS mendatangi Polda NTB didampingi kuasa hukumnya yang baru. Ia memastikan IWAS mendapatkan hak-haknya sebagai penyandang disabilitas dalam proses pemeriksaan.
Saat ini, IWAS masih berstatus sebagai tahanan rumah hingga 40 hari ke depan. Ia tidak ditahan lantaran Polda NTB belum memiliki ruang tahanan yang memadai untuk penyandang disabilitas.
"Kenapa kami memperhatikan ini karena kami di Polda (NTB) ruang tahanan kami belum menyediakan itu, maka salah satu bentuk adalah tahanan rumah untuk memperhatikan hak-hak pelaku," jelas Syarif.
Polisi Segera Gelar Rekonstruksi
Polisi berencana menggelar rekonstruksi kasus pelecehan seksual yang dilakukan IWAS. Rekonstruksi segera digelar setelah mendapat persetujuan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. "Nanti kami rencanakan lagi karena kami ada butuh koordinasi dengan jaksa. Jadi kami lihat waktu dan kesediaan jaksa untuk hadir di kegiatan itu," jelas Syarif.
IWAS ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga melecehkan mahasiswi berinisial MA. Pelecehan seksual itu terjadi di Nang's Homestay, di Kota Mataram, NTB. Polisi mengantongi bukti berupa video saat pria tunadaksa yang tak memiliki dua korban itu memperdaya korban.
"Korban sempat merekam pelaku yang mendekati korban melalui HP korban. Bukti itu berbentuk video. Karena diletakkan di bawah (saat merekam), tidak nampak gambarnya. Hanya suara, tapi yang pasti itu mode video," kata Syarif Hidayat di Mataram, Sabtu (7/12/2024).
Syarif mengatakan video tersebut akan diuji secara forensik digital. Video itu direkam saat korban berkenalan dengan IWAS, bukan saat terjadinya pelecehan seksual di homestay.
"Ada kalimat-kalimat yang manipulatif, ada kalimat-kalimat yang memanfaatkan kelemahan korban, ini yang kami akan dalami," imbuh Syarif.
Selain mahasiswi berinisial MA, belakangan IWAS diduga telah melecehkan belasan korban lainnya. Dari 15 orang tersebut, tiga di antaranya masih berusia anak-anak.
(iws/gsp)