Kasus dugaan pelecehan seksual oleh pria difabel berinisial IWAS terus berlanjut. Jumlah korban pelecehan seksual yang dilakukan pria tunadaksa tanpa dua tangan itu kembali bertambah. Sementara itu, polisi juga telah mengantongi satu bukti baru terkait dugaan pelecehan seksual tersebut.
Ketua Komisi Difabel Daerah (KDD) Nusa tenggara Barat (NTB), Joko Jumadi, mengungkapkan sebanyak 15 orang mengadu sebagai korban dugaan pelecehan seksual yang dilakukan IWAS. Dari belasan orang korban tersebut, sebanyak tujuh di antaranya telah diperiksa oleh penyidik Ditreskrimum Polda NTB.
"Kemungkinan yang bersedia di-BAP ada satu lagi," ujar Joko, Sabtu (7/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari 15 korban yang melapor ke KDD NTB, tiga orang masih berusia anak-anak. Salah satu korban anak di bawah umur tersebut merupakan siswi SMP. Joko mengungkapkan IWAS melancarkan aksinya dengan modus berbeda-berbeda. Di antaranya dengan melakukan grooming atau manipulasi seksual hingga pengancaman terhadap korban.
"Ada korban yang menyampaikan pelaku punya mantra-mantra, bisa membantu penyembuhan. Berbeda-beda setiap korban yang disampaikan," imbuh Joko.
"Kami akan sampaikan ke kepolisian. Ada juga korban yang menyampaikan rekaman suara, saat saudara IWAS melakukan proses grooming dan manipulasi tadi," imbuhnya.
Polda NTB Buka Posko Pengaduan
Polda NTB membuka posko pengaduan untuk mengungkap kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh IWAS. Pria difabel yang tidak memiliki dua tangan itu telah ditetapkan sebagai tersangka dan kini menjadi tahanan rumah.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Syarif Hidayat mempersilakan masyarakat yang mendengar, mengetahui, atau menjadi korban IWAS untuk menyampaikan aduan melalui posko tersebut. Menurutnya, posko pengaduan dibuka sebagai sikap responsif terhadap kasus yang menjadi sorotan publik tersebut.
"Posko pengaduan ini kami siapkan di sekretariat kami di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB. Masyarakat bisa langsung lapor atau bisa juga dengan menghubungi hotline kami 081138830666," kata Syarif di Mataram, Sabtu.
Syarif menuturkan penyidik telah memintai keterangan kepada tujuh korban dugaan pelecehan seksual dalam kasus tersebut. Para saksi yang telah diperiksa itu termasuk pelapor, yakni seorang mahasiswi berinisial MA, rekan korban, dan saksi lainnya yang mengalami kasus serupa.
Dia menegaskan keterangan dari enam korban tambahan di luar pelapor masih berstatus sebagai bukti pendukung dari kebutuhan berkas perkara IWAS. Adapun, para saksi korban yang masuk dalam BAP berkas perkara milik tersangka IWAS itu merupakan saksi yang mengadu ke KDD Provinsi NTB.
"Entah nanti apakah (saksi korban) yang sudah terdata di KDD melapor kepada kami dalam bentuk laporan polisi yang baru, tentu itu untuk cerita berikutnya. Yang jelas, apabila dilaporkan, kami akan proses dengan melihat situasi yang berkembang," ujarSyarif.
Korban Sebagian Besar Mahasiswi
Syarif membenarkan sementara ini sudah ada 15 orang yang diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh pria difabel berusia 21 tahun itu. Selain tiga korban anak-anak, dia berujar, sebagian besar korban merupakan mahasiswi.
"Korban ini sebagian besar perempuan, sebagian mahasiswi, ada pertimbangan-pertimbangan mereka yang perlu kami jaga juga. Jadi, mohon kita sama-sama juga hargai hak-hak dari mereka dan kita tunggu saja perkembangan lanjutannya," ungkap Syarif.
Syarif menerangkan tujuh korban sudah dimintai keterangan. Pertama, satu korban yang jadi pelapor dalam berkas perkara yakni MA, ditambah dua saksi awal, termasuk ada di antaranya rekan korban pertama, ada juga tambahan lagi dua saksi yang mengalami kasus yang sama.
Polisi Kantongi Bukti Baru
Polisi telah mengantongi bukti baru terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan pria difabel berinisial IWAS. Bukti baru tersebut berupa video saat pria tunadaksa itu memperdaya korban.
"Korban sempat merekam pelaku yang mendekati korban melalui HP korban. Bukti itu berbentuk video. Karena diletakkan di bawah (saat merekam), tidak nampak gambarnya. Hanya suara, tapi yang pasti itu mode video," kata Syarif.
Syarif mengatakan video tersebut akan diuji secara forensik digital. Video itu direkam saat korban berkenalan dengan IWAS, bukan saat terjadinya pelecehan seksual di homestay.
"Ada kalimat-kalimat yang manipulatif, ada kalimat-kalimat yang memanfaatkan kelemahan korban, ini yang kami akan dalami," imbuh Syarif.
(iws/hsa)