Pengadilan Negeri (PN) Denpasar mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terhadap I Nyoman Sukena. Pria yang terjerat kasus landak jawa itu tak lagi mendekam di Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Kelas IIA Kerobokan. Kini, ia hanya menjadi tahanan rumah.
"Pertimbangan Nyoman Sukena kepala keluarga, dialihkan penahanan rutan (rumah tahanan Lapas Kerobokan) ke penahanan rumah," kata Hakim Ketua Ida Bagus Bamadewa Patiputra saat sidang di PN Denpasar, Kamis (12/9/2024).
Meski menjadi tahanan rumah, Sukena tetap dikenakan wajib lapor. Warga Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Badung, Bali, itu wajib melapor ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali setiap Selasa dan Kamis selama tahapan persidangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan catatan, saudara harus kooperatif karena ini (pengalihan penahanan) bukan harga mati. Ini bisa dicabut. Saya yakin saudara bisa melaksanakan dengan baik," imbuh Bamadewa.
Permohonan penangguhan penahanan tidak hanya dilayangkan pengacara dan keluarga Sukena. Sejumlah pihak lain yang bersolidaritas kepada Sukena juga sempat melayangkan permohonan penangguhan penahanan, seperti anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Rieke Diah Pitaloka.
"Ada surat permohonan dari kuasa hukum melakukan penjaminan penangguhan penahanan. Ada juga surat permohonan penangguhan dari Kejaksaan Tinggi Bali dan anggota DPR RI juga. Intinya meneruskan permohonan dari penasihat hukum," imbuh Bamadewa.
Awal Mula Pengungkapan Kasus Sukena
Sukena ditangkap oleh Ditreskrimsus Polda Bali lantaran memelihara landak jawa (Hystrix javanica) pada 4 Maret 2024. Polisi menyebut kasus tersebut terungkap berdasarkan informasi dari masyarakat.
"Polisi dalam hal ini menindaklanjuti dari info masyarakat. Terkait dugaan hewan dilindungi," kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Jansen Avitus Panjaitan, Kamis.
Polisi pun melakukan penyelidikan dan mendatangi rumah Sukena di Desa Bongkasa Pertiwi, Abiansemal, Kabupaten Badung. Polisi juga menginterogasi Sukena dan menanyakan izin hingga awal mula memelihara landak. Proses penyelidikan itu turut dibantu petugas dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali.
"Intinya peristiwa hukumnya ada. Jadi yang dilakukan penyidik Polri hanya menjalankan amanah undang-undang (UU)," kata Jansen.
Selama penyelidikan hingga penyidikan, polisi tidak menahan Sukena. Bahkan, ketika ditemukan pelanggaran hingga berkasnya dinyatakan lengkap dan diserahkan ke kejaksaan, polisi tidak menahan Sukena.
"Info dari Dirkrimsus (Direktorat Kriminal Khusus Polda Bali) tidak ada penahanan. Penyidik pasti punya pertimbangan kenapa tidak menahan (Sukena)," tegasnya.
Saat proses hukum itu berjalan, Jansen berujar, ditemukan unsur pelanggaran Sukena atas kepemilikan landak. Selain adanya larangan memelihara landak jawa yang diatur dalam undang-undang, polisi menilai kepemilikan landak oleh Sukena sudah terjadi sejak lama.
"Masalahnya amanah UU terhadap hewan itu, nggak boleh (pelihara landak jawa) tanpa ada izin. Minimal dia laporkan dan izin. Kemudian, peristiwanya cukup lama. Diduga bukan lalai tapi sengaja," ujarnya.
Pengakuan Sukena soal Landak Peliharaannya
Sukena menceritakan awal mula polisi mendatangi rumahnya lantaran memelihara landak jawa. Ia menyebut polisi awalnya datang untuk memeriksa jalak bali dan jalak putih.
"Awalnya, mereka (penyidik Polda Bali) mau periksa kelengkapan administrasi burung jalak putih dan jalak bali. Lalu, saya panggil anggota kelompok yang tahu soal jalak itu," kata Sukena saat sidang di PN Denpasar, Kamis.
Sukena menuturkan polisi melihat ada landak di rumahnya saat penyidik memeriksa kelengkapan administrasi kepemilikan spesies burung miliknya. Ada empat ekor landak milik Sukena yang tersimpan di empat kandang terpisah.
Landak itu didapat Sukena dari mertua kakaknya. Karena hobi pelihara binatang, ia pun menerima hewan pengerat itu dan memeliharanya hingga berkembang biak. Keterangan petugas BKSDA Bali, empat landak itu merupakan spesies dilindungi yang kepemilikannya harus ada izin.
"Saya tidak tahu kalau pelihara landak itu harus ada izin. Nggak ada sosialisasi. BKSDA Bali belum ada sosialisasi soal landak. Hanya kalau soal burung, ada," kata Sukena.
Sukena tidak ingat berapa lama dirinya memelihara landak itu hingga berkembang biak, dari dua menjadi empat ekor. Selama memelihara, Sukena pernah memakai landaknya untuk keperluan upacara.
"Waktu pas odalan di banjar sempat dipinjam untuk sarana upacara," kata Sukena.
![]() |
Sukena Tunjuk Pengacara Baru
Meski menjadi tahanan rumah, kasus Sukena masih bergulir di persidangan. Terkini, Sukena menunjuk pengacara baru melalui surat pencabutan kuasa hukum. Hanya saja, Sukena enggan berkomentar alasan dirinya menunjuk pengacara baru untuk mendampinginya selama tahapan persidangan.
"Saya sendiri. Dicabut kemarin," kata Sukena lalu melambaikan tangan menolak berkomentar alasan pencabutan kuasa hukumnya.
Sukena diketahui mencabut surat kuasa terhadap Maqdir Ismail sebagai pengacara. Pencabutan ini ditandatangani Sukena pada Senin (9/9/2024).
Maqdir Ismail membenarkan hal tersebut. Surat pencabutan kuasa itu diterimanya dari salah seorang rekannya, Bayu, pada Senin siang. Surat itu disampaikan langsung oleh istri Sukena kepada Bayu untuk kemudian diteruskan kepada Mardiq.
"Betul. Hari Senin itu saya diberi tahu bahwa ada pencabutan kuasa itu. Dari Bayu. Dia didatangi oleh istrinya Sukena," ungkap Maqdir, Rabu (11/9/2024).
Setelah menerima surat pencabutan kuasa itu, Maqdir langsung menemui kakak Sukena untuk menanyakan alasan pencabutan. Namun, alasan pencabutan tidak dijelaskan dengan detail.
"Saya tanya, apa alasannya. Dia bilang tekanan keluarga. Saya nggak tahu tekanan keluarga itu apa. Ada keluarga yang ditekan atau siapa," bebernya.
Maqdir dan rekan-rekannya mulai menangani kasus Sukena yang terjerat pemeliharaan landak jawa pada Rabu (4/9/2024) malam. Ia diminta oleh Kepala dan Sekretaris Desa Bongkasa Pertiwi.
Adapun, Maqdir menangani kasus Sukena secara pro bono. Ia sejatinya legawa menerima surat pencabutan kuasa. Hanya saja, Maqdir menilai hal ini berpotensi memunculkan fitnah dari berbagai pihak.
"Surat kuasa dicabut, itu memang haknya Sukena. Meskipun yang kami sayangkan, mestinya ada alasan. Kalau digantung seperti sekarang ini kan menimbulkan pertanyaan," pungkasnya.
Ahli Hukum Soroti Aspek Keadilan
Sukena menjadi sorotan publik setelah lantaran memelihara landak jawa. Ia didakwa melanggar Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE). Selain terancam lima tahun penjara, Sukena juga terancam membayar denda mencapai Rp 100 juta.
Video Sukena saat menangis histeris seusai mengikuti sidang di PN Denpasar pada Kamis (5/9/2024) viral di media sosial. Belakangan, warganet ramai-ramai bersolidaritas memberi dukungan untuk Sukena. Mereka mengunggah gambar pria berusia 38 tahun itu dengan tulisan 'Bebaskan I Nyoman Sukena' hingga tagar #KamiBersamaSukena.
Ahli Hukum dan Kriminolog FH Universitas Udayana Gde Made Swardhana menyebut perkara ini masuk hingga ke pengadilan karena aparat penegak hukum hanya mengedepankan aspek hukum secara harafiah. "Seharusnya harus dipikirkan aspek keadilannya," kata dia, Rabu.
Menurut Swardhana, jika niat jahat Sukena tidak terbukti dalam persidangan, maka majelis hakim dapat memutuskan hukuman yang ringan. Sebab, Pasal 21 ayat 2 huruf a juncto Pasal 40 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE) tidak harus lima tahun penjara.
Polisi, Swardhana berujar, menangkap Sukena dan memproses kasus itu hanya karena aturan pelarangan memelihara, menangkap, dan memperjualbelikan landak jawa. Padahal, selain pelanggaran aturan, juga harus ada pembuktian terkait adanya niat jahat yang bersangkutan.
"Penyidik melihat itu, sebuah kesalahan. Maka harus dipenjarakan. Kalau begitu, ya berat. Padahal, kalau (landaknya) mau diambil (BKSDA) ya silahkan. Artinya, saya menyimpulkan hal itu adalah ketidakadilan bagi masyarakat," imbuh
Dalam perkara landak jawa yang menimpa Sukena, dia tidak melihat adanya niat jahat, seperti tujuan diperjualbelikan atau dikonsumsi. Karenanya, kasus yang menimpa Sukena itu seharusnya dapat diselesaikan dengan dialog berupa penyuluhan dari BKSDA.
"BKSDA seharusnya dapat menyampaikan (kepada yang bersangkutan) bahwa tidak boleh memelihara satwa yang dilindungi. Itu harusnya dilakukan sebelum polisi bergerak. Karena tugasnya BKSDA, salah satunya, melakukan penyuluhan," ujarnya.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali Ketut Sumedana mengungkapkan kasus yang menjerat Sukena tak bisa disetop. Kasus itu telah dilimpahkan atau P21 dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali ke Kejati Bali.
"Kasus ini setelah tahap 1 memang mempunyai unsur pidana sehingga tidak bisa kami mengelak untuk menolak perkara oleh JPU diterbitkan P21," kata Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/9/2024).
(iws/dpw)